Kamis, 3 Juli 2025

Mengolah Potensi Kecerdasan Di Ajang Pemilihan Umum

Oleh: Muhlis, S.Sy *

SEJAK lahir manusia memilki potensi hidup yang sama dikaruniai nikmat kemenangan dan nikmat kehidupan, betapa tidak dari ribuan bahkan jutaan sel yang beradu nasib saat dibuahi pada alam rahim hanya mereka yang diberi nikmat kehidupan mampu menembus alam rahim menuju alam dunia nyata.

Sebagai mahluk berkedudukan tinggi dibanding mahluk lainnya disematkan kepadanya Fitrah Ilahi sudah semestinya berperan aktif menunaikan tanggung jawabnya sebagai pemimpin dimuka bumi, tidak hanya sebatas merawat kelestarian bumi bahkan tuntutan menjaga hubungan horizontal maupun vertikal antar sesama mahluk dan Penciptanya menjadi tanggung jawab mutlak.

Dibekali inteligensi dalam menahkodai alam makro kesiapan manusia untuk menembus gelombang pasang maupun surut bahtera kehidupan menjadi keharusan untuk dihadapi.

Output dari mandataris tugas mengolah dan memimpin bumi akan ternilai melalui paradigma objektif sesama mahluk yang berbekal potensi yang sama. Olehnya tak heran jika sebagian manusia memiliki progres yang berbeda dengan manusia lainnya dalam melaksanakan tugas dan perannya dimuka bumi. Bekal kecerdasan yang masih dimiliki sebagian lainnya menjadi pembeda dengan mereka yang terlebih dahulu dicabut fitrahnya oleh pencipta sebelum ketukan palu demisioner berbunyi sebagai tanda akhir hayatnya.

Kehidupan masih berpihak namun tuntutan peran sebagai pemimpin bumi tidak diharuskan lagi bagi mereka yang kehilangan fitrah. Dalam mengolah potensi kecerdasan yg ada dipandang perlu memastikan bahwa penilaian tentang logika, etika, dan estetika harus benar-benar matang.

Kecerdasan spiritual secara logika menilai tentang benar salahnya perilaku baik hubungannya secara vertikal maupun horizontal tanpa perlu pengklaiman sebab keterbatasan ruang dan waktu. Kecerdasan intelektual secara etika menilai tentang baik buruknya perilaku dalam berinteraksi baik langsung maupun tidak langsung, kondisi ini memerlukan penilaian objektif.

Kecerdasan emosional secara estetika menilai tentang indah atau tidaknya keharmonisan saat berinteraksi sesama mahluk, subjektifitas diperlukan sebagai cerminan diri dalam berperilaku. Dalam hal tidak berpadunya potensi kecerdasan yang dimiliki bukanlah parameter perbandingan moral, sebab interpretasi subjektif beradu nalar ketika melakukan penilaian. Spiritual bisa saja matang namun tidak yang lainnya, intelektualpun terakui namun belum sempurna jika emosional tak berimbang, begitupun jika emosional tak dibarengi dengan nilai substansinya spiritual dan intelektual akan bergejolak dalam perilaku, Itulah sebabnya mengapa orang dengan gangguan jiwa acu terhadap nilai² estetika, etika bahkan logika. Sedang mereka yang masih dilekatkan fitrah kemanusiaanya dituntut menjaga nilai tersebut dan tidak berperilaku sebagimana orang dengan gangguan jiwa.

Kita tidak sedang berada dalam ujian kecerdasan, dan itu tidak begitu penting. Mengolah kecerdasanlah yg terpenting, baik cerdas spiritual, intelektual maupun emosional. Substansi mengolah kecerdasan yakni ketika mampu beradaptasi dengan mahluk lainnya dimanapun berada, mampu mengaktualisasikan fitrahnya dalam menilai baik buruk, benar salah, indah jeleknya sesuatu yang dihadapi dan terlebih mampu menciptakan ketentraman dan kenyamanan serta keharmonisan dalam berinteraksi sesama mahluk.

Bumi akan tentram jika dipimpin oleh manusia yang pandai mengolah kecerdasannya, kerusakan terhadap pengelolaannya akan semakin berkurang dan keharmonisan antar sesama mahluk terwujud serta kelestarian alam semakin nampak sebagai anugerah penutup dari Pencipta. Untuk mengelola dan mengatur kehidupan yang tentram damai dan sejahtera dengan milyaran penduduk hidup dalam belahan bumi terciptalah keinginan tiap tiap bangsa yang ada, maka dibentuklah suatu negara sebagai keinginan bersama untuk mendapatkan kesejahteraan dan bebas dari segala bentuk penindasan maupun penjajahan bangsa lain.

Negara menjamin kebebasan rakyatnya dalam menentukan pilihan dibawah payung demokrasi adalah bentuk negara yang memberikan kedaulatan penuh pada rakyatnya, olehnya Pemilihan Umum sebagai sarana kedaulatan rakyat dibutuhkan untuk memilih para pemimpin bangsa. Pemilu 2024 tinggal menghitung hari sangat membutuhkan para pegiat pemilu yang mampu mengolah kecerdasan demi terwujudnya pemilu damai adil jujur dan bermartabat.

Ajang nominasi memproduksi para pemimpin yang akan menjadi wakil rakyat, jika terlewatkan tanpa peran aktor aktor cerdas sebagai penyelenggara maupun kontestan tidak akan menuai hasil maksimal sebagai mandataris demokrasi.

* Penulis Muhlis, S.Sy, Anggota PANWASLU Kecamatan Walea Kepulauan, Kabupaten Tojo Una-Una, Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru