BANDAR LAMPUNG- Tragis dan miris ketika prestasi digrogoti korupsi. Provinsi Lampung dikenal memiliki kejayaan dalam prestasi olahraga terutama cabang olahraga angkat besi dan berat. Siapa yang tak mengenal maestro angkat besi dunia Imron Rosadi.
Pria yang memang dikenal sebagai lifter (sebutan atlet angkat besi dan berat) era 1960-an ini melambungkan nama Indonesia dalam dunia olahraga. Prestasi mentereng ditorehkannya dalam kejuaraan dunia juga mengharumkan Lampung.
Semasa menjadi lifter pun Imron membangun kawah candradimuka bagi juara angkat besi dan berat Indonesia yakni Padepokan Gajah Lampung tahun 1963. Atas sentuhan tangan dinginnya membuat lifter asal Lampung dapat menjadi tumpuan dalam kancah kejuaraan ASEAN maupun dunia.
Selama Pekan Olahraga Nasional, lifter Padepokan Gajah Lampung tak pernah absen dalam menyumbang medali emas terhadap kontingen Sai Bumi Ruwa Jurai.
Namun prestasi tersebut tak diiringi oleh peningkatan pembinaan terhadap lifter Lampung. Penurunan prestasi Lampung terus merosot dalam PON dan terakhir di Jawa Barat tahun 2016. PON XIX, Lampung bertengger di posisi 15 dengan perolehan medali 11 emas, 9 perak, dan 16 perunggu. Empat tahun silam, di Riau berada di posisi 10 besar dengan 15 emas, 9 perak, dan 10 perunggu.
Dari sisi anggaran pun berbeda jauh sehingga prestasi menurun drastis. PON XVIII Riau, KONI Lampung menerima anggaran Rp17,5 miliar dan jauh berbeda di PON XIX Jawa Barat dengan anggaran sebesar Rp55 miliar. Angkat besi dan berat hanya dapat menyumbangkan 5 medali emas.
Pelatih angkat besi Lampung Edy Santoso mengatakan regenerasi lifter saat ini sudah habis. “Senior dan yunior tidak ada lagi. Masih ada yang bibit muda tapi sudah juara kemana-mana. Itu yang saat ini kita terus latih,” ungkap putra Imron Rosadi ini saat dihubungi.
Angkat besi sendiri, lanjut dia, akan melakukan pelatnas di Lampung awal April 2018. “Pelatnas di Lampung tapi tidak ada lifter yang ikut karena tadi memang yunior dan senior sudah habis,” cerita pria yang dikenal dengan panggilan Tung Tung ini.

Pemerhati olahraga Lampung Halilintar Gunawan mengatakan anggaran yang diberikan pemerintah harusnya dapat dimaksimalkan. “Jangan sampai fokus pembinaan sejak dini menjadi tidak dilakukan,” ujarnya.
Halin biasa dia disapa menerangkan angkat besi memang selalu menjadi andalan Lampung dalam meraih prestasi. “Harus bisa memberikan fokus terhadap cabang olahraga tersebut. Pak Imron juga dikenal sebagai pelatih yang bertangan dingin dalam memoles atlet,” tuturnya.
Dalam mengatasi permasalahan olahraga saat ini, kata dia, harus benar-benar memilih orang yang peduli. “Jangan hanya untuk kepentingan tertentu saja. Mereka harus ikhlas tenaga dan pikirannya terhadap olahraga. Lampung jadi bisa bangkit,” tandasnya.
Korupsi Di KONI
Sebelumnya kepada Bergelora.com dilaporkan, Kejaksaan Tinggi Lampung telah melakukan penyelidikan terhadap beberapa pengurus KONI yang diketuai oleh M Ridho Ficardo. Pemanggilan beberapa pengurus KONI dan pengurus cabang olahraga terkait anggaran Rp55 miliar yang digunakan dalam PON XIX di Jawa Barat.
Hingga kini kasus tersebut masih belum diketahui perkembangannya. Ketika dikonfirmasi Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Lampung Irfan Nata Kusuma yang bersangkutan sedang berada diluar Lampung. “Maaf saya sedang berada di tanah suci,” tutur dia membalas pesan singkatnya.
Pemanggilan pengurus KONI Lampung dilakukan saat Kejaksaan Tinggi Lampung dipimpin Syafrudin. Kini Susilo Yustinus akan menggantikan Syafrudin untuk memimpin korps adhyaksa di Lampung.
Entah sampai kapan kasus dugaan korupsi di KONI yang dipimpin Gubernur Ridho Ficardo akan terungkap. Sungguh tragis nasib para atlit berprestasi di Provinsi Lampung. Masyarakat masih terus menunggu keberanian penegak hukum membersihkan dunia olahraga dari parasit dan benalu koruptor. (Anto Nur Fauzi)