Senin, 20 Oktober 2025

Nah..! Buruh Demo Kedutaan Tiongkok: Pengusahanya Harus Patuhi Hukum Indonesia

Aksi buruh es krim AICE di depan Kedubes RRT di Jakarta, Senin (27/11) (Ist)

JAKARTA- Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) harus memastikan pengusaha Tiongkok patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh kaum buruh yang melakukan demonstrasi di Kedutaan Tiongkok di Jakarta, Senin (27/11).

“Kami tidak menolak pekerja Tiongkok masuk ke Indonesia karena pekerja di belahan dunia manapun memiliki masalah yang sama. Yang kami tolak adalah masuknya modal dan pengusaha Tiongkok dengan melanggar hukum ketenagakerjaan yang berlaku karena hal tersebut berarti tidak hanya melakukan eksploitasi terhadap pekerja, tetapi juga menginjak-injak martabat bangsa Indonesia. Penindasan terhadap buruh juga dapat memperparah sentimen rasial di Indonesia,” tegas Korlap Aksi, Agustin dari Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia PT. Alpen Food Industry (SGBBI PT. AFI) ditengah aksi.

Ia mengingatkan bahwa, masalah seperti ini juga rentan memicu sentimen rasial akibat dari kondisi kerja yang membelah buruh menjadi buruh operator produksi yang berwarga negara Indonesia dengan para atasan yang hampir seluruhnya warga negara Tiongkok dan warga Indonesia yang beretnis Tionghoa.

“Buruh juga mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan seperti sering mendapatkan kekerasan verbal terutama saat belum ada serikat dan diberi perintah di luar pekerjaan seperti memijat atasan,” jelasnya.

Ia menegaskan agar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemepora) harus menolak AICE menjadi sponsor Asian Games 2018 selama belum memenuhi tuntutan buruh Indonesia.

Menurutnya, Asian Games 2018 seharusnya menjadi ajang di mana Bangsa Indonesia menegakkan martabatnya sebagai Bangsa yang besar. Membiarkan perusahaan yang tidak patuh hukum dan mengabaikan nasib pekerja Indonesia sama halnya dengan mempertaruhkan martabat bangsa yang akan mempermalukan nama Indonesia di mata dunia.

“Nasib kami, 644 buruh es krim AICE PT. Alpen Food Industry, hingga kini masih belum menemui titik terang. Perusahaan asal Tiongkok yang berpangkal di Singapore ini menolak mengangkat seluruh pekerja menjadi karyawan tetap, padahal menurut UU Ketenagakerjaan, demi hukum buruh harus diangkat menjadi karyawan tetap,” tegasnya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, pada hari Senin ini pemogokan buruh telah memasuki hari ke-10 dan belum ada tanda-tanda perusahaan berniat mengangkat seluruh karyawan.  Perusahaan malah menganggap mogok buruh sebagai tidak berdasar dan tidak memiliki alasan yang jelas. Sedangkan, sebelumnya buruh telah berusaha menunjukkan itikad baik dengan masuk kerja kembali pada mogok yang pertama. Pada 2 November 2017, buruh melakukan pemogokan, lalu masuk kerja kembali pada tanggal 6 November 2017 setelah pihak manajemen pada 4 November 2017 menyatakan kesangggupan untuk mengangkat pekerja sesuai dengan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan.

Ternyata semua itu tidak benar adanya, pada 06 November 2017, pihak manajemen malah mengeluarkan pengumuman hanya bersedia mengangkat pekerja dengan prosedur seleksi. Menurut penilaian kami, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan yang berlaku.

Dalam proses pemogokan, pihak manajemen berusaha melakukan hal-hal yang semakin menunjukkan ketidakpatuhan terhadap UU yang berlaku dan tidak menghormati hak mogok buruh sebagai hak dasar. Di antaranya, pihak manajemen memasukkan pekerja borongan untuk menggantikan pekerja yang sedang mogok. Hal ini jelas melanggar Pasal 144 dan Pasal 187 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan merupakan pidana pelanggaran dengan sanksi pidana kurungan selama 1 bulan sampai 12 bulan dan/atau denda Rp10 juta sampai Rp100 juta.

Selain itu, pihak manajemen juga melakukan pemanggilan kerja dengan melayangkan surat pemanggilan ke rumah-rumah pekerja. Hal ini jelas bertujuan untuk mengkualifikasi pemogokan sebagai tidak sah sehingga pekerja dapat dianggap mangkir. Tidak sampai di situ, dalam suatu memo internal, pihak manajemen menyatakan tidak akan membayar upah pekerja yang sedang mogok.

“Kami berharap perusahaan bersedia mengangkat para pekerja menjadi karyawan tetap dengan alasan yang jelas, yakni karena pekerja telah memberikan kontribusi dalam memajukan perusahaan sehingga menjadi sebesar sekarang. Saat ini, AICE bekerja sama dengan lebih dari 120 perusahaan yang tersebar dari Sumatera hingga Maluku. Hal ini membuktikan luasnya distribusi dan pasar yang dijangkau oleh perusahaan,” tegasnya.

Bertolak belakang dengan nasib buruh yang seluruh masih berstatus kontrak. Bahkan, dari tahun 2013 sampai Agustus 2017, pekerja sama sekali tidak mendapatkan tunjangan makan, transport, cuti haid, cuti melahirkan dan BPJS Kesehatan. Sebagian disalurkan oleh Yayasan Outsourcing PT. Mandiri Putra Bangsa dan banyak ijazah karyawan yang ditahan saat itu. Bisa dibayangkan apa yang kami alami selama tahun-tahun itu.

“Kami ingin dimanusiakan sebagaimana layaknya manusia. Bukan seperti perkakas kerja yang bisa dibuang begitu saja atas nama kontrak kerja sudah habis. Kami sering menghirup gas amoniak yang bocor dari saluran pipa pendingin sehingga kami sendiri meragukan kondisi paru-paru kami. Kami akan kesulitan mencari pekerjaan di perusahaan lain yang mensyaratkan tes kesehatan,” tegasnya lagi. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru