Rabu, 17 September 2025

NAH GIMANA NIH..? Advokat dan Wartawan Di Jerat, Dr. Hermawanto Gugat UU Tipikor

JAKARTA- Hari ini Senin, Jakarta, 28 April 2025, Advokat Dr. Hermawanto, S.H., M.H. resmi mengajukan Gugatan/Permohonan Uji Materiil UU Tipikor/UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi RI, berkaitan dengan Pasal Obstruction of Justice/perintangan peradilan.

Gugatan diajukan atasnama dirinya sendiri sebagai perorangan yang berprofesi selaku Advokat, dan tidak menggunakan kuasa hukum. Dalam Permohonannya Pemohon mendalilkan frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 dan Penjelasannya UU Tipikor bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Rumusan lengkap Pasal 21 UU Tipikor :

“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pejelasan : Pasal 21 Cukup jelas.

Pemohonan mendalilkan hak konstitusionalnya sebagai perorangan Warga Negara Indonesia sekaligus sebagai Penegak Hukum (Advokat), potensial akan dirugikan karena dengan berlakunya frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 dan Penjelasannya UU Tipikor menimbulkan ketidakpastian hukum serta penegakan hukum yang tidak adil, oleh karenanya Pemohon dalam kapasitasnya selaku pribadi Warga Negara Indonesia, maupun selaku Advokat sebagai penegak hukum yang merupakan pilar tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia, merasa hak konstitusionalnya yang dilindungi oleh UUD NRI 1945 dilanggar dengan berlakunya rumusan frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 UU Tipikor dan menganggap apabila permohonan Pemohon dikabulkan maka kerugian yang nyata maupun yang bersifat potensial tersebut tidak akan terjadi.

Sekalipun sudah berkali-kali Pasal 21 UU Tipikor (Pasal tentang Obstruction Of Justice/OOJ) di gugat di MKRI, namun Pemohon yakin permohonanya akan mamenuhi syarat formil,

“bukan nebis in Idem/pengulangan permohonan” karena objek materiilnya berbeda serta Pasal batu uji pada UUD 1945 pun berbeda, dan Pemohon yakin akan dikabulkan oleh MKRI.

Alasan-alasan diajukannya permohonan ini adalah karena melanggar Hak Atas Kepastian Hukum dan Prinsip Negara Hukum

Bahwa frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 dan Penjelasannya UU Tipikor objek permohonan aquo, menjadikan rumusan perbuatan Pasal 21 UU Tipikor tidak pasti, rumusan yang tidak jelas, tentang “jenis perbuatan seperti apa, perbuatan tidak langsung yang seperti apa, yang bisa dikualifikasi sebagai perbuatan pidana mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan (obstruction of justice/OOJ).

Adanya ketidakpastian hukum dalam rumusan norma hukum pidana, mengakibatkan warga negara tidak dapat memperkirakan dengan jelas batasan perbuatan yang diperbolehkan dan dilarang. Hal ini bertentangan dengan prinsip lex certa dalam hukum pidana, yaitu bahwa hukum pidana harus jelas dan tidak multitafsir. Hukum yang kabur atau tidak jelas adalah cacat secara moral dan tidak dapat dikatakan adil, bertentangan dengan asas due process of law dan mengganggu legitimate expectation masyarakat bahwa hukum akan ditegakkan secara adil.

Menjadi Hambatan Partisipasi Publik dan Melanggar Hak Kebebasan Berekspresi

Bahwa dengan frasa “ … atau tidak langsung …” pada rumusan norma Pasal 21 UU Tipikor berpotensi Pasal 21 UU Tipikor menjerat setiap warga negara yang menyuarakan opini publik atau melakukan kontrol sosial melalui media massa, seminar, diskusi kampus, demonstrasi, konfrensi pers, dll.

Jika suara publik dianggap oleh penyidik/berdasarkan penilaian subjektif penyidik “menghalangi penyidikan, penuntutan, dan persidangan”, karena secara tidak langsung mempengaruhi proses hukum pada aparat penegak hukum, maka akan ada ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan ancaman pada rasa aman dalam berekspresi yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, padahal kebebasan menyampaikan pendapat dan rasa aman itu sendiri merupakan elemen penting dalam negara demokrasi.

Disisi lain, bentuk perbuatan dan tingkat mempengaruhinya, sangat subjektif dari aparat penegak hukum, karena dilakukan secara “tidak langsung”, oleh karenanya frasa “ … atau tidak langsung …” pada rumusan norma Pasal 21 dan penjelasannya UU Tipikor objek permohonan aquo, menjadikan rumusan pasal 21 UU Tipikor sangat melebar, tidak pasti batasannya, ambigu, dan sangat tergantung pada penilaian aparat penegak hukum. Oleh karenanya berbahaya bagi kebebasan berekpresi dan bisa menghambat partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum dialam demokrasi.

Menyimpang Dari Semangat Konvensi PBB Anti Korupsi

Frasa “ … atau tidak langsung …” pada rumusan norma Pasal 21 dan penjelasannya UU Tipikor objek permohonan aquo, menjadikan Pasal 21 UU Tipikor menyimpang dari semangat konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003 (United Nation Convention Against Corruption, 2003 yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2006.

Semangat dalam Konvensi PBB Anti Korupai 2003 dalam perkara Obtruction of justice/merintangani proses peradilan perkara korupsi adalah dalam bentuk “perbuatan fisik yang secara langsung dilakukan oleh pelaku/tersangka”, bukan “perbuatan tidak langsung” sebagaimana rumusan norma (delik) pada objek permohonan aquo. Hal ini sebagaimana di rumuskan pada pasal 25 UNCAC, Article 25. Obstruction of justice:


(a) The use of physical force, threats or intimidation or the promise, offering or giving of an undue advantage to induce false testimony or to interfere in the giving of testimony or the production of evidence in a proceeding in relation to the commission of offences established in accordance with this
Convention;

(b) The use of physical force, threats or intimidation to interfere with the exercise of official duties by a justice or law enforcement official in relation to the commission of offences established in accordance with this Convention. Nothing in this subparagraph shall prejudice the right of States Parties to have legislation that protects other categories of public official.


Terjemahan bebasnya:

Pasal 25 Justice (Menghalangi Proses Peradilan)


(a) Penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, atau janji, penawaran, atau pemberian keuntungan yang tidak semestinya untuk mendorong kesaksian palsu atau untuk mengganggu pemberian kesaksian atau pengajuan alat bukti dalam suatu proses peradilan yang berkaitan dengan tindak pidana yang diatur sesuai dengan Konvensi ini;

(b) Penggunaan kekerasan fisik, ancaman, atau intimidasi untuk mengganggu pelaksanaan tugas resmi oleh seorang pejabat peradilan atau aparat penegak hukum yang berkaitan dengan tindak pidana yang diatur sesuai dengan Konvensi ini.

Bahwa oleh karenanya frasa “ … atau tidak langsung …” pada rumusan norma Pasal 21 dan penjelasannya UU Tipikor objek permohonan aquo, menjadikan Pasal 21 UU Tipikor tidak bersesuaian bahkan menyimpang dengan upaya singkronisasi dan harmonisasi instrumen hukum nasional dan internasional seperti konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003 (United Nation Convention Against Corruption, 2003) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2006.

Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan (Abuse of Power)

Bahwa dengan frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 UU Tipikor, membuka peluang penafsiran yang meluas pada tindak pidana Pasal 21 UU Tipikor yang bisa bersifat subjektif dan represif oleh aparat penegak hukum tentang tindakan yang dianggap menghalangi proses hukum, sehingga berpotensi disalahgunakan untuk menekan atau mengkriminalisasi pihak-pihak tertentu tanpa dasar hukum yang jelas.

Bahwa akibatnya, hukum bukan menjadi pelindung hak warga negara, tetapi alat kekuasaan yang represif. ⁠Montesquieu dalam De l’esprit des lois (1748) menekankan pentingnya pemisahan kekuasaan untuk menghindari tirani akibat penumpukan kekuasaan dan penafsiran sepihak, dan ⁠Friedrich A. Hayek dalam The Constitution of Liberty (1960) memperingatkan bahwa hukum yang tidak memberikan batasan kekuasaan negara akan cenderung menjadi alat penindasan terhadap kebebasan individu. Bahkan memungkinkan terjadinya krisis kriminalisasi yang tidak perlu (unnecessary criminalization) dan kriminalisasi berlebih (overcriminalization), oleh karenanya rumusan frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 UU Tipikor bertentangan dengan prinsip dasar kepastian hukum (legal certainty), jaminan perlakuan yang sama dan adil, dan hak perlindungan hukum yang merupakan bagian dari asas negara hukum (Rechtsstaat) sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, berdasarkan semua uraian alasan permohonan tersebut diatas, frasa “ … atau tidak langsung …” pada rumusan norma Pasal 21 dan Penjelasannya UU Tipikor objek permohonan aquo, melanggar hak atas kepastian hukum dan prinsip negara hukum, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagaimana pula menjadi prinsip negara hukum yang diatur pada Pasal 1 ayat (3), melanggar kebebasan menyampaikan pendapat sebagaimana ketentuan Pasal 28E ayat (3) serta melanggar hak rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi sebagaimana Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945, dan dalam kontek perjanjian internasional objek permohonan menyimpang dari ketentuan Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC, 2003) yang telah diratifikasinya.

Petitum/Permohonan :

Menyatakan frasa “ … atau tidak langsung …” pada Pasal 21 dan Penjelasannya Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru