Rabu, 16 Juli 2025

NAH….! Ini Alasan Suku Dayak Menolak Transmigrasi 1,4 Juta Kepala Keluarga

Ilustrasi Suku Dayak Di Kalimantan ikut mempersiapkan diri mempertahankan NKRI dari ancaman Radikalisme. (Ist)

BENGKAYANG- Masyarakat suku Dayak menolak rencana Pemerintah Indonesia, menempatkan 1,4 juta Kepala Keluarga secara bertahap di Provinsi Kalimantan Tengah mulai 2019. Hal ini ditegaskan oleh Aju, Anggota Komunitas Suku Dayak Uud Danum Provinsi Kalimantan Barat kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (15/2).

“Penempatam transmigrasi bersumber dari pajak eksploitasi sumberdaya alam di Kalimantan dan pinjaman luar negeri, tapi uangnya digunakan untuk menghegemoni, mendiskriminasi, mengkriminalisasi masyarakat Suku Dayak sebagai Penduduk Pribumi. Penolakan ini berdasarkan Deklarasi Hak-hak Penduduk Pribumi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 61/295, tanggal 13 September 2007,” tegasnya.

Ia menjelaskan di antara 46 pasal deklarasi, masyarakat penduduk pribumi/masyarakat adat berhak pertahankan tanah adat, berhak pertahankan identitas budaya, berhak menentukan haluan politiknya.

“Selama ini wacana penempatan transmigrasi dijadikan momentum sangat tepat di dalam melakukan gerakan masif  merevitalisasi Kebudayaan Suku Dayak, di antaranya Deklarasi Hutan Adat Dayak berbasiskan pusat religi agama asli Suku Dayak berurat berakar dari legenda suci, adat istiadat dan hukum adat Dayak,” katanya.

Aju mengingatkan, di dalam negara berideologi Pancasila sekalipun, berlandaskan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Kebhinekaan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebuah ruang terbuka untuk pertarungan hegemoni yang hebat dan kejam antar peradaban, kelompok yang kuat akan dengan mudah mengeliminir kelompok yang lemah jaringan infrastruktur kebudayaannya.

“Seperti ketidakberdayaan Suku Dayak sehubungan rencana penempatan 1,4 juta Kepala Keluarga Transmigran di Provinsi Kalimantan Tengah,” ujarnya.

Ia mengatakan beban moral Suku Dayak sebagai penduduk pribumi sangat besar dan berat, karena harus mampu menghegemoni peradaban masyarakat di Kalimantan.

“Kalau Suku Dayak tidak mampu menghemoni peradaban masyarakat di Kalimantan, maka Suku Dayak tidak akan pernah diperhitungkan lagi,” katanya.

Simbol-simbol peradaban di Kalimantan menurutnya juga harus berbasiskan Kebudayaan Suku Dayak. Maka simbol-simbol peradaban luar sebagaimana tertuang dalam Tugu Perdamaian Sampit Tahun 2001, di jantung Kota Sampit, adalah bentuk pelecehan terhadap identitas Dayak sebagai penduduk pribumi, sehingga harus dikritisi.

“Itulah sebenarnya makna revitalisasi Kebudayaan Suku Dayak, karena implikasi dan cakupannya sangat luas,” katanya.

Ia menegaskan,– bicara hak orang Dayak, bukanlah berdasarkan sentimen rasis,–  tapi memformulasikan hak orang Suku Dayak untuk hidup layak.

“Karena bagaimana mungkin Pemerintah Indonesia bisa mensejahterakan orang Dayak, jika Pemerintah Indonesia tidak mampu memahami hak-hak dasar orang Suku Dayak untuk hidup layak,” tegasnya. (Jim Kiroyan)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru