BANDAR LAMPUNG- Upaya untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsitusi oleh calon gubernur (gagal) Lampung, M. Ridho Ficardo dan Herman HN dengan alasan terjadi politik uang secara terstruktur, sistimatis dan massif (TSM) dapat dipastikan akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini ditegaskan Ahli hukum tata negara, Refly Harun, S.H., M.H., LL.M seusai memberikan kesaksian dalam Sidang Gakkumdu Lampung di Bandar Lampung, Kamis (12/7) malam.
“Tapi jangan kita mengendorkan semangat orang. Silahkan saja mencari keadlian. Tapi berdasarkan pengalaman pilkada serentak 3 kali edisi ini biasanya kalau angka diatas dua persen, udah langsung dismiss. Jadi permohonan tidak dapat diterima atau NO,” ujarnya sambil menahan tawa.
Ia juga memastikan, MK tidak akan menyorot persoalan adanya politik uang yang TSM dalam Pilkada, tapi fokus pada penghitungan suara.
“Namun kita harus menghormati setiap upaya. Berdasarkan hukum formil di MK,– beda suara 0,5-2 persen. Masalahnya apakah beda suara 0,5- 2 persen gak? Karena di MK sekarang TSM gak lagi dihitung,” katanya.
Jadi gugatan TSM yang didaftar oleh para paslon kepala daerah yang kalah memang akan diperiksa tapi untuk dibatalkan.
“Diperiksa awal tetapi permohonan tidak lanjut. Diperiksa dalam sidang pendahuluan pertama oleh majelis hakim. Nanti hakim ngecek. Oh ternyata jaraknya lebih dari 2 persen berarti tidak memenuhi ketentuan pasal 158. Itu hukum positifnya,” ujarnya.
Refly mengingatkan bahwa MK akan berpegang pada hukum-hukum positif dalam setiap mengambil keputusan.
“Jadi walaupun saya tidak setuju dengan itu, tetapi harus mengakui hukum positif yang berlaku. Kalau hukum positif A, ya harus kita patuhi,” tegasnya.
Dengan demikian menurutnya, Bawaslu sebagai lembaga administratif juga harus menerapkan hukum positif.
“Tidak bisa main diskresi yang terlalu lebar. Semua, termasuk dia (Bawaslu) harus tunduk pada hukum positif,” tegasnya.
Refly juga mengatakan keberatannya tentang keberadaan TSM politik uang seperti yang digugat oleh para paslon kalah gubernur Lampung.
“Berat untuk mengatakan TSM. Kita kan tidak tahu bagaimana bukti-bukti tersajikan. Ahli tidak akan pernah tahu terjadi TSM atau tidak. Itu harus dibuktikan para pihak dan kemudian dipastikan tehnis pemeriksaannya,” ujarnya.
“Saksi ahli memberikan guidances (tuntunan-red) pemaknaan dari hukum positifnya berdasarkan fakta-fakta di lapangan. Jadi kalau ada ahli mengatakan sudah cukup alasan terjadi TSM itu berat banget. Baru datang sehari dia koq tahu sudah terjadi TSM,” katanya tertawa.
Berat Minta Ampun
Kepada Bergelora.com dilaporkan sebelumnya dalam sidang Gakkumdu tersebut sementara Rafli Harun mengatakan, para saksi ahli memberi penjelasan secara keilmuan, bukan berdasarkan peristiwa di lapangan.
“Kami mana tahu faktanya seperti apa. Jadi kalau soal fakta, jangan tanya ke sini. Ada susu, martabak. Itu soal pembuktian di sini. Kami bicara soal prinsip. Ini ada rezim. Ada rezim pidana. Ada pelanggaran administrasi. Pidana berlaku semua orang. Administratif berlaku untuk calon. Tapi, yang dilaporkan bukan hanya calon,” ungkap Rafli.
Untuk dugaan pelanggaran administrasi, terusnya, harus bisa dibuktikan di persidangan secara piramida terbalik.
“Jadi yang dilaporkan harus pakai prinsip piramida. Yaitu semua bukti, semua saksi harus membuktikan mengarah ke pasangan calon. Kalau tidak, pengadilan ini tidak bisa memberikan hukuman apa-apa. Kalau ada satu, dua, atau tiga terbukti, paling majelis membawa ke Gakkumdu menindak pidana pemilu. Tindak pidana itu sifatnya individual responsibility. Siapa yang berbuat, dihukum. Kalau tidak bisa membuktikan itu, jangan salahkan diri sendiri. Tidak mudah membuktikan sesuatu itu TSM,” jelasnya.
Menurut dia, jika tidak bisa dibuktikan, unsur TSM bisa dikaitkan dengan hasilnya.
“Maka saya bilang beratnya minta ampun pembuktian TSM itu,” katanya.(Salimah)