JAKARTA- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menjelaskan alasan mengapa penyebutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 menjelang perayaan Natal dan tahun baru (Nataru) batal.
“Tolong hindari bahasa (PPKM) level 3. Kenapa? Karena tidak semua daerah itu sama tingkat kerawanan pandemi Covid-nya, tidak semua daerah sama,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/8).
World Health Organization (WHO), kata dia, telah membuat empat level tingkat penilaian risiko untuk Covid-19. Level 1 berarti low atau rendah, level 2 moderat atau rata-rata, level 3 high atau tinggi, dan level 4 very high atau sangat tinggi. Indonesia masuk dalam kategori rendah dari berbagai indikator, seperti kasus terkonfirmasi Covid-19, dan bed occupancy ratio (BOR) yang terkendali.
“Kita bersyukur atas itu, sehingga Bapak Presiden memberikan arahan agar kita tidak menerapkan (PPKM) level 3 tapi membuat pengaturan spesifik mengenai antisipasi atau penanganan penanggulangan pandemi Covid-19 di masa Nataru,” tuturnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, selain itu, alasan lainnya tidak menggunakan istilah PPKM level 3 karena situasi pandemi Covid-19 sangat dinamis. Termasuk, dinamisnya situasi pandemi Covid-19 di berbagai daerah. Sebab, penggunaan istilah ini respons dari situasi dinamis tersebut.
“Kami tidak bisa konsisten membuat pengaturan pandemi Covid ini karena yang kita hadapi situasi dinamis, dinamikanya bukan mingguan sebetulnya, harian, bahkan jam, tetapi kita mengaturnya mingguan, sehingga perubahan pengaturan sudah kita lakukan berkali-kali sejak awal pandemi,” ujar Tito.
Di lain sisi, kata dia, pembatasan-pembatasan spesifik akan dilakukan saat pelaksanaan Nataru yang berlangsung dari 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Pembatasan spesifik sebagian mengadopsi substansi yang diatur dalam sistem PPKM level 3 dengan beberapa perubahan penting. (Web Warouw)