JAKARTA- Penuntasan tindak pidana penyerobotan 400 hektar lahan petani ke Bareskrim Polri adalah ujian bagi visi PRESISI Kapolri dan kinerja Satgas Pemberantasan Mafia Tanah Polri. Hal ini ditegaskan, Disna Riantina, Pengacara Publik, Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute kepada Pers, Kamis (10/9)
“Polri tidak bisa digunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai instrumen penundukkan atas perjuangan para petani,” tegasnya.
Terkait dengan kasus yang dilaporkan, Aliansi Keadilan Agraria-SETARA Institute mendorong KPK dan Bareskrim Polri segera melakukan proses pemanggilan saksi-saksi tanpa penundaan yang tidak perlu, karena potensi penghilangan barang-barang bukti dapat terjadi sejalan dengan munculnya pelaporan ini.
“Penanganan yang profesional dan adil atas pelaporan dugaan korupsi PTPN V itu pada KPK adalah juga ujian bagi kepemimpinan KPK di bawah Firli Bahuri,” katanya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, sebelumnya, petani yang berhimpun dalam Koperasi Petani Sawit Mandiri (Kopsa-M), Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau, yang sedang memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum, saat ini potensial menghadapi tekanan dan ancaman.
Erick Sepria, Pengacara Publik, Anggota Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute menjelaskan Aliansi Keadilan Agraria-SETARA Institute dan Kopsa-M melaporkan dugaan korupsi di PTPN V yang menyebabkan kebun gagal dan hampir 1.000 petani tidak memiliki lahan. Selain laporan dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Mei 2021.
Aliansi juga melaporkan dugaan tindak pidana penyerobotan lahan ke Bareskrim Polri pada 27 Mei 2021.
Kopsa-M juga telah melaporkan peristiwa perampasan hak ini kepada Presiden Jokowi pada 23 Februari 2021.
Indikasi tekanan dan ancaman itu berupa upaya kriminalisasi melalui sekelompok orang yang digerakkan untuk seolah-olah melakukan tindakan pengrusakan di kebun warga pada 5/10/2020. Atas skenario ini, Aliansi memberikan apresiasi kepada Polres Kampar yang bertindak profesional dan proporsional dalam melihat persoalan peristiwa tersebut. Upaya menekan petani dan pengurus Koperasi saat ini masih berlanjut melalui penyebaran berita bohong, fitnah, dan penghasutan untuk mendongkel kepengurusan koperasi yang justru baru pertama kalinya sejak 2003, koperasi dipimpin oleh pengurus-pengurus yang profesional dan berintegritas.
Aliansi Keadilan Agraria-SETARA Institute, berharap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komnas HAM Republik Indonesia meningkatkan dan mengefektifkan perlindungan saksi dan korban ini, sebagaimana laporan yang sudah disampaikan.
Paralel dengan LPSK dan Komnas HAM, Aliansi juga mengingatkan agar Polri tetap kokoh menjadi penegak hukum yang tidak berpihak dan mendukung program prioritas Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan dan Presiden Jokowi untuk mendukung reformasi agraria dan pemberantasan mafia tanah, termasuk mafia tanah di sektor perkebunan. (ZKA Warouw)