Jumat, 25 Juli 2025

Panas Dingin Hubungan Indonesia-Rusia

Oleh: Widitusha Winduhiswara, S.Sos, M.Sc *

PASCA memerdekakan diri dari Jepang pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengalami kesulitan dalam mendapatkan pengakuan dari negara-negara merdeka lainnya. Hal ini pun dipersulit karena masuknya kembali pasukan Belanda, tak lama setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Konflik antara Indonesia dan pasukan sekutu pun tidak dapat dihindari.

Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB di London 21 Januari 1946, delegasi dari Uni Soviet merupakan salah satu pihak yang mengangkat isu perkembangan situasi di Indonesia dan mengecam agresi militer yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Belanda.

Setelah berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda, pada 25 Januari 1950, Menteri Luar Negeri Uni Soviet Andrei Vyshinsky memberitahu Perdana Menteri Indonesia Sutan Sjahrir dan Menteri Luar Negeri Muhammad Hatta bahwa Uni Soviet mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Dan pada 3 Februari 1950, Indonesia dan Rusia (sebelumnya Uni Soviet) menjalin hubungan diplomatik.

Hal ini merupakan awal permulaan dari hubungan diplomatik antara Indonesia-Rusia (Uni Soviet). Sepanjang sejarah, hubungan antara Indonesia dan Rusia mengalami pasang surut, mengikuti perkembangan jaman dan politik dalam negeri

Berikut adalah sejarah singkat hubungan antara Indonesia dan Rusia yang dirinci berdasarkan Presiden Indonesia yang menjabat:

Sukarno (1945-1967)

Pada masa kepemimpinan Presiden Sukarno, Indonesia dan Uni Soviet (sekarang Rusia) memiliki hubungan bilateral yang cukup kuat. Hal ini dilatar belakangi oleh kesamaan pandangan dengan Uni Soviet yang anti terhadap kolonialisme dan imperialisme Barat. Hal ini menjadi landasan yang kuat bagi Indonesia dalam membina hubungan dengan Uni Soviet.

Uni Soviet memberikan bantuan militer dan ekonomi yang cukup signifikan kepada Indonesia, termasuk membantu memodernisasikan persenjataan Indonesia serta membantu Indonesia dalam proyek infrastruktur. Salah satu proyek infrastruktur terkait adalah pembangunan stadion Gelora Bung Karno (GBK) dan Rumah Sakit Persahabatan.

Presiden Sukarno juga sempat mengunjungi Moskow dan bertemu dengan Nikita Khruschev dan Anastas Mikoyan pada tahun 1959. Begitu juga sebaliknya, Nikita Khruschev sempat mengunjungi Jakarta dan Bali serta bertemu dengan Presiden Sukarno pada tahun 1960.

Suharto (1967-1998)

Pada masa kepemimpinan Presiden Suharto, hubungan Indonesia dengan Uni Soviet sempat mendingin. Hal in dikarenakan kebijakan luar negeri Pemerintahan Orde Baru Suharto yang lebih condong pro-Barat, khususnya Amerika Serikat.

Pada pemerintahan Orde Baru, Indonesia memprioritaskan pembangunan ekonomi dan stabilitas politik dalam negeri dan demi mencapai tujuannya, Indonesia membutuhkan bantuan dan investasi dari negara-negara Barat.

Meski begitu, Indonesia dan Soviet tetap melanjutkan perdagangan dan pertukaran budaya namun pada tingkat yang lebih rendah dari sebelumnya.

Pada 7-12 September 1989, Presiden Soeharto mengunjungi Moskow guna menormalisasi hubungan antara Indonesia-Uni Soviet. Dalam kunjungan tersebut, presiden Soeharto menandatangani pernyataan mengenai Dasar-Dasar Hubungan Persahabatan dan Kerja Sama antara Indonesia dengan Uni Soviet, yang menjadi landasan bagi hubungan bilateral kedua negara di masa yang akan datang.

B.J. Habibie (1998-1999)

Pada masa jabatan singkat Presiden B.J Habibie, hubungan antara Indonesia dengan Rusia cukup terbatas, melihat Indonesia pada saat itu lebih fokus pada reformasi internal pasca krisis keuangan yang melanda Asia.

Meski tidak adanya catatan penting mengenai hubungan bilateral Indonesia-Rusia, hubungan antara Indonesia dengan Rusia masih terjaga. Pada Maret 1999, Menteri Luar Negeri Rusia Yuri Maslyukov mengunjungi Jakarta dan menandatangani kesepakatan kerjasama kerjasama perdagangan, ekonomi, dan penghindaran pajak berganda antara Indonesia dan Rusia.

Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Presiden Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur, berusaha untuk mendiversifikasi kemitraan internasional Indonesia, termasuk menghidupkan kembali hubungan dengan Rusia, meski tidak signifikan.

Salah satu momen penting hubungan bilateral Indonesia-Rusia pada masa pemerintahan Gus Dur ada pertemuannya dengan Presiden Vladimir Putin pada Konferensi Tingkat Tinggi Milenium PBB di New York pada 7 September 2000.

Megawati Sukarnoputri (2001-2004)

Pada masa Presiden Megawati Sukarnoputri, hubungan dengan Rusia meningkat secara signifikan. Pemerintahannya menandatangani beberapa kesepakatan, termasuk kesepakatan kerja sama pada bidang politik, ekonomi dan perdagangan, teknologi serta militer.

Pada 21 April 2003, Presiden Megawati berkunjung ke Rusia dan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin. keduanya menandatangani Deklarasi Kerangka Kerja Sama Hubungan Persahabatan dan Kemitraan antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia dalam Abad ke-21. Kesepakatan tersebut menjadi landasan baru hubungan bilateral strategis Indonesia-Rusia.

Di bidang ekonomi. kedua negara berusaha untuk meningkatkan perdagangan bilateralnya, meskipun nilainya lebih kecil dibandingkan dengan mitra dagang lainnya. Fokus utamanya melibatkan sektor pertanian, energi serta teknologi.

Selain itu, Pemerintahan Megawati pun mendorong peningkatan budaya dan pendidikan antara kedua negara. Hal ini dibuktikan dengan program pertukaran pelajar dan beasiswa

Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia terus memperkuat hubungan bilateralnya dengan Rusia.

Pada 1 Desember 2006, Presiden SBY melakukan kunjungan kenegaraan ke Rusia dan menandatangani 10 persetujuan, diantaranya membahas mengenai kerjasama di bidang nuklir, kerjasama di bidang pariwisata, kerjasama antar Kamar Dagang serta persetujuan bebas visa bagi paspor diplomatik dan dinas.

Presiden Vladimir Putin pada 6 September 2007 pun melakukan kunjungan pertamanya ke Indonesia. Dalam kunjungan ini, juga dilakukan penandatangan kerja sama yang meliputi bidang pendidikan, investasi, pariwisata, perbankan serta pinjaman negara dari pemerintah Rusia senilai 1 miliar dolar Amerika Serikat untuk pengadaan sistem persenjataan (alutsista) produk Rusia.

Joko Widodo (2014-2024)

Di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi), hubungan Indonesia-Rusia terus tumbuh. Pemerintahan Jokowi menekankan diplomasi ekonomi, menghasilkan peningkatan perdagangan dan investasi antara kedua negara.

Jokowi tercatat telah melakukan pertemuan dengan Putin sebanyak 4 kali. Pertemuan pertama terjadi pada saat KTT APEC di Beijing pada 10 November 2014.

Jokowi dan Putin kembali bertemu sebelum pertemuan KTT Rusia-ASEAN yang diselenggarakan di Sochi pada 19-20 Mei 2016. Pada pertemuan tersebut, kedua kepala negara menandatangani lima nota kesepahaman kerjasama yang meliputi kerjasama di bidang pertahanan, kerjasama di bidang arsip nasional, kerjasama arsip Kemlu, kerjasama budaya serta kerjasama di bidang IUU Fishing. Selain itu juga, keduanya pun menyepakati untuk mendorong investasi Rusia di Indonesia pada sektor maritim, infrastruktur, dan energi.

Pada 14 November 2018, Jokowi dan Putin pun kembali bertemu untuk ketiga kalinya pada East Asia Summit (EAS) di Singapura.

Pada 30 Juni 2022, Presiden Jokowi mengunjungi Rusia untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin keempat kalinya, dalam rangka membahas hubungan bilateral antara Indonesia Rusia serta untuk memulai dialog untuk menyelesaikan konflik antara Rusia dan Ukraina.

Prabowo Subianto (2024-Sekarang)

Pada saat belum dilantik menjadi presiden, Prabowo Subianto, yang saat itu masih menjadi Menteri Pertahanan Indonesia, melakukan kunjungan ke Rusia untuk bertemu dengan Putin di Moskow pada 31 Juli 2024. Pada pertemuan ini, disampaikan bahwa ketahanan energi merupakan salah satu prioritas kerja Prabowo saat menjadi Presiden. Sektor energi nuklir menjadi sorotan dalam pertemuan ini.

Selain itu juga Prabowo juga turut melakukan kunjungannya untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan Andrey Belusov untuk membahas berbagai isu penting terkait kerja sama pertahanan kedua negara.

Prabowo menanggap bahwa Rusia merupakan “teman baik” bagi Indonesia, dan dirinya pun ingin terus menjaga serta meningkatkan hubungan bilateral antar kedua negara. Hal ini melihat bahwa sepanjang sejarahnya, Rusia (dulu Uni Soviet) sangat banyak membantu Indonesia.

Garis Besar

Secara singkat, hubungan antara Indonesia dan Rusia ini telah berjalin selama 75 tahun dan berkembang melalui berbagai fase. Hubungan ini ditandai dengan kerja sama ekonomi, pertahanan, dan diplomatik yang kian menguat, mencerminkan kerjasama yang erat demi kepentingan bersama dan kemitraan strategis. Pasca runtuhnya Orde Baru, Indonesia kembali mengupayakan untuk memulihkan hubungan diplomatik Indonesia dengan Rusia serta meningkatkannya ke tingkat yang lebih strategis.


*Penulis Widitusha Winduhiswara, S.Sos, M.Sc, pengamat geopolitik dan militer, RUDI – Rectitude Indonesia.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru