Oleh: Letjen TNI (Pur) Sayidiman Suryohadiprojo**
Tujuan Simposium ini adalah mengamankan NKRI dari bahaya Komunisme. Mengamankan NKRI dari bahaya Komunisme antara lain perlu memperhatikan faktor Ideologi. Harus dijaga agar dalam mewujudkan Pancasila sebagai Dasar Negara benar-benar sesuai dengan makna nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Perlu diperhatikan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara Pancasila dan Komunisme dalam Ideologi. Semua nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak atau kurang terdapat dalam Komunisme. Ini disebabkan karena masing-masing bersumber pada lingkungan hidup yang berbeda secara mendasar cara berpikirnya.
Pancasila yang oleh Ir. Soekarno digali dari akar-akar kehidupan bangsa Indonesia berpandangan bahwa sumber kehidupan adalah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu Sila atau nilai pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Komunisme adalah produk masyarakat Barat yang sejak Renaissance abad ke 15 menetapkan Ratio sebagai pokok kehidupan. Atas dasar itu cara berpikir Barat dan khususnya Komunisme berpandangan bahwa sumber kehidupan adalah Materialisme Historis. Hal ini adalah perbedaan yang fundamental.
Atas dasar itu Komunisme berpendapat bahwa kehidupan bersifat kolektif yang sepenuhnya dipimpin dan dikendalikan Partai Komunis. Individu atau Pribadi Perorangan sepenuhnya disubordinasikan kepada Partai Komunis. Dengan begitu Individu tidak punya makna, yang bermakna hanya Partai Komunis.
Sedangkan masyarakat yang kehidupannya didasarkan Pancasila berusaha membangun Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sebagaimana dinyatakan dalam Sila ke-2. Pandangan ini memberikan makna yang amat tinggi kepada Kebersamaan dalam kehidupan. Kebersamaan yang mewujudkan Harmoni atau Keselarasan antara Individu atau Pribadi Peorangan dengan Keseluruhan. Kehidupan yang mengandung Keselarasan antara Individu dan Keseluruhan itu mewujudkan Gotong Royong dan Kekeluargaan atau Kebersamaan dengan prinsip Perbedaan dalam Kesatuan Kesatuan dalam Perbedaan.
Dalam Masyarakat Gotong Royong dikembangkan Kerakyatan atau Daulat Rakyat yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Hal ini dalam kehidupan masa kini disamakan atau diartikan sebagai Demokrasi. Ini jelas dalam Sila ke-4. Artinya kehendak atau Daulat Rakyat yang berlaku, dilakukan secara arif bijaksana melewati Musyawarah dan Mufakat.
Hanya perlu diperhatikan bahwa Demokrasi dalam lingkungan Pancasila bukan Demokrasi Liberal yang dikembangkan masyarakat Barat. Bukan Demokrasi yang mengutamakan Individualisme dan Liberalisme. Melainkan Demokrasi berdasarkan Kebersamaan serta Harmoni dalam Masyarakat.
Komunisme tidak memberikan arti penting bagi Daulat Rakyat, melainkan menyatakan perlunya Diktatur Proletariat yang dikendalikan oleh Partai Komunis. Maka yang diutamakan adalah tegaknya Partai Komunis dan khususnya mereka yang memegang pimpinan. Kehidupan pimpinan Partai Komunis yang diutamakan sebagaimana tampak jelas dalam negara Uni Soviet ketika masih ada dan menjadi negara pertama yang melaksanakan Komunisme sebagai dasarnya.
Komunisme berpendapat bahwa dalam masyarakat selalu terjadi Perjuangan Kelas (class struggle) yang harus dimenangkan Kelas Proletariat dengan pimpinan Partai Komunis.
Dengan begitu tidak ada perhatian kepada nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Sila ke-5 Pancasila.
Maka tampak jelas sekali perbedaan mendasar antara Pancasila dan Komunisme. Perbedaan ini makin tajam karena Pancasila memandang penting sekali adanya Kebangsaan atau Nasionalisme yang dinyatakan dalam sila ke-3 sebagai Persatuan Indonesia. Buat Pancasila Nasionalisme dan Internasionalisme, atau Kebangsaan dan Umat Manusia, sama penting. Dan ini sesuai dengan nilai Kebersamaan, yaitu Harmoni antara Perbedaaan dan Kesatuan. Bung Karno antara lain mengatakan bahwa Nasionalisme harus hidup subur dalam tamansari Internasionalisme.
Buat Komunisme nasionalisme sama sekali tidak penting dan harus senantiasa di subordinasikan kepada Komunisme Internasional yang dipimpin Uni Soviet di masa lalu. Sekarang, sekalipun Uni Soviet sudah runtuh, China masih dipimpin oleh Partai Komunis dan menjadi negara yang besar dan kuat. Boleh saja kekuatan itu diwujudkan dengan melaksanakan sistem ekonomi kapitalis, tetapi nyatanya tetap dikendalikan Partai Komunis. Tidak mengherankan kalau China menggunakan prinsip subordinasi non-China kepada China, analog dengan prinsip subordinasi nasionalisme kepada komunisme internasional. Maka mereka tidak beda dari Imperialisme yang mereka kecam dan terutama dilakukan negara Barat.
Masalah Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia itu penting bagi keselamatan dan masa depan NKRI dan bangsa Indonesia. Dalam hubungan komunisme di Indonesia, di masa lalu PKI, nyata sekali bahwa PKI bukan partai yang mengutamakan kepentingan nasional Indonesia.
Kalau kita perhatikan sejarah PKI, maka nampak bahwa PKI berdiri pada tahun 1914 atas usaha Partai Komunis Belanda yang mengirimkan Henk Sneevliet untuk mendirikan partai komunis di Indonesia yang ketika itu masih jajahan Belanda. Jadi tidak seperti partai-partai politik lain di Indonesia yang berdiri atas kehendak orang-orang Indonesia sendiri.
Dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 PKI baru menonjol perannya setelah Musso kembali dari Uni Soviet pada tahun 1948. Ia pulang dengan membawa petunjuk untuk membangun PKI dengan menjalankan Jalan Baru. Ini mengandung maksud untuk menjadikan RI dikuasai dan dipimpin PKI untuk memperkuat blok Komunis dan Uni Soviet dalam Perang Dingin antara blok Komunis dan blok Barat.
Jelas sekali bahwa kepentingan Indonesia yang menetapkan Politik Luar Negeri Bebas Aktif dalam menghadapi Perang Dingin, hendak disubordinasikan kepada kepentingan blok Komunis. Kemudian PKI melaksanakan petunjuk Moskow itu dengan melakukan pemberontakan terhadap NKRI. Akan tetapi Pemberontakan PKI Madiun mulai September 1948 dapat diselesaikan TNI bersama Rakyat pada bulan Oktober 1948. Pemberontakan PKI ini selain hendak menjadikan NKRI negara komunis yang dikendalikan oleh Moskow, juga merupakan satu tusukan dari belakang atau pengkhianatan kepada bangsa Indonesia yang waktu itu setiap saat dapat diserang lagi oleh Belanda yang bernafsu mengakhiri eksistensi NKRI. Akan tetapi dengan ridho Allah, pemberontakan dapat diakhiri Oktober 1948, sehingga Agresi Belanda kedua pada 19 Desember 1948 dapat dihadapi oleh TNI bersama Rakyat dalam perjuangan yang mengakhiri penjajahan Belanda pada 27 Desember 1949.
Namun kemudian kekhilafan bangsa Indonesia memungkinkan berdirinya kembali PKI pada tahun 1950. Dengan bantuan Uni Soviet dan juga China PKI berkembang sebagai partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China. Selain bantuan dari luar Indonesia PKI dapat bantuan dari dalam negeri ketika ditetapkan konsep NASAKOM sebagai garis politik NKRI. Hal ini malahan memungkinkan PKI yang pada tahun 1948 berkhianat kepada bangsa Indonesia, duduk dalam pemerintahan dan mengatur bangsa. PKI leluasa menyiapkan diri untuk kembali merebut dominasi atas NKRI serta menjadikan Indonesia pendukung blok Komunis.
Pada 30 September 1965 pimpinan PKI melancarkan pukulannya untuk kembali merebut hegemoni atas NKRI. Akan tetapi dia kembali kalah total seperti di tahun 1948. Kekalahan PKI pada tahun 1965 sangat disayangkan China yang amat berkepentingan mempunyai sekutu Indonesia, baik untuk menghadapi Barat dalam Perang Dingin maupun menghadapi Uni Soviet dalam merebut kepemimpinan Komunisme Internasional. Maka tidak aneh kalau China yang sekarang sedang konfrontasi dengan AS mengenai dominasi Laut China Selatan dan Utara berkepentingan berdirinya kembali satu kekuatan komunis di Indonesia sebagai sekutunya.
Maka jelas sekali bahwa sepanjang sejarahnya PKI senantiasa lebih banyak mengabdikan diri pada kepentingan asing , yaitu Komunis Internasional, Blok Komunis atau Negara Komunis yang Super Power, dari pada memperjuangkan kepentingan bangsa Indonesia. Ucapan beberapa pemimpin yang mengatakan bahwa PKI adalah organisasi politik yang paling berjasa dalam Revolusi Indonesia sama sekali tidak terbukti dalam sejarah bangsa Indonesia. Ia tidak ada ketika bangsa Indonesia memperjuangkan Perang Kemerdekaan melawan Belanda yang merupakan tahap utama dalam Revolusi Indonesia. Yang berjuang secara nyata adalah Tentara bersama Rakyat yang dapat memaksa Belanda mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia dan kedaulatan Republik Indonesia.
Sekarang pada tahun 2016 PKI hendak bangkit kembali atau berdiri dalam bentuk Komunis Gaya Baru (KGB). Janganlah sekarang bangsa Indonesia khilaf lagi seperti pada tahun 1950. Marilah kita bersatu padu dan secara sungguh-sungguh dan konsekuen menghadapi usaha PKI atau KGB yang hendak merusak dan mendominasi NKRI.
Akan tetapi ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa isyu PKI bangkit kembali dibuat-buat oleh TNI dan sekutunya untuk berkuasa kembali seperti dalam masa Orde Baru. Pihak-pihak yang melancarkan tuduhan ini tidak mau melihat bahwa isyu ini terbuka ketika mereka yang membela PKI mengadakan Pengadilan Rakyat di Den Haag, Belanda, yang berkesimpulan bahwa Pemerintah NKRI telah membuat kesalahan besar terhadap PKI dan pengikutnya. Sebab itu Pemerintah RI harus minta maaf dan melakukan rehabilitasi kepada mereka yang menjadi korban tindakan Pemerintah RI. Jelas sekali bahwa Pengadilan di Den Haag itu membuka kembali Peristiwa 1965 atau G30S secara nasional dan internasional.
Kemudian terjadi pula di dalam negeri Indonesia tuntutan serupa yang dilancarkan mantan PKI dan anak-cucunya, didukung oleh organisasi seperti Komnas HAM. Diikuti oleh demonstrasi penggunaan atribut PKI di banyak tempat. Semuanya menunjukkan adanya gerak untuk bangkit kembalinya PKI. Jelas sekali bahwa isyu PKI bangkit kembali bukan buatan TNI melainkan dibuka oleh bekas PKI dan pendukungnya.
Ketika pihak Pemerintah melalui Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengadakan Simposium Tragedi 1965 yang hasilnya memperkuat bangkit kembalinya PKI , adalah masuk akal kalau terjadi reaksi pada para Pembela Pancasila untuk melakukan gerakan melawan aksi itu. Termasuk Simposium yang sekarang kita lakukan.
Sebab itu Simposium dua hari ini harus menjadi awal satu perjuangan menyelamatkan dan menjamin keunggulan NKRI. NKRI berdasarkan Pancasila harus menjadi negara kebangsaan yang kuat. Yang tahan terhadap semua usaha dari luar maupun dari dalam yang secara langsung atau tidak langsung mengancam kedaulatan dan keselamatan NKRI serta usaha bangsa mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan seluruh Rakyat. Perjuangan kita ini menentukan Masa Depan bangsa Indonesia dan anak cucu kita.
*Disampaikan dalam Simposium “Mengamankan NKRI Dari Bahaya Komunisme” pada 1 Juni 2016
**Penulis adalah Gubernur Lemhanas 1974-1978