Menurutnya, untuk mempercepat pencapaian SDGs Desa tujuan pertama dan kedua, Desa Tanpa Kemiskinan dan Desa Tanpa Kelaparan, diperlukan peran serta banyak pihak maupun kebijakan yang mendukung baik oleh pemerintah desa maupun supra desa.
“Mnyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang bersifat strategis dan multiguna. Kedua sifat tersebut membuat minyak goreng menjadi salah satu komoditas yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu,kebijakan pemerintah terkait minyak goreng satu harga ini sangat krusial, terutama dalam rangka menjaga masyarakat desa dari kondisi rentan kemiskinan,” katanya.
Menurut Abdul Halim, jika harga pangan naik, tidak stabil, otomatis mereka harus mengatur ulang pengeluaran. Bahkan termasuk pengurangan jumlah dan frekuensi makan, dan tentu jenis pangan murah akan jadi pilihan.
“Dampaknya, konsumsi energi dan protein akan menurun dan berpengaruh pada kesehatan. Bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita, ini akan memperburuk kecerdasan anak. Sudah pasti, instabilitas harga pangan akan berpengaruh pada pencapaian sasaran-sasaran SDGs Desa,” katanya.
Mendes PDTT mengimbau masyarakat desa untuk tetap bijak dan tidak panik. Menurutnya kebijakan minyak goreng satu harga merupakan upaya lanjutan pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Ia meminta pemerintah desa maupun BUM Desa yang bergerak pada usaha retail untuk bersama-sama mengawal kebijakan tersebut dalam rangka meringankan beban warga desa.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, kenaikan harga minyak goreng telah menjadi isu nasional, karena terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah telah menetapkan kebijakan minyak goreng satu harga mulai Rabu, 19 Januari 2022. Melalui kebijakan tersebut, seluruh harga minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual Rp 14 ribu per liter. (Calvin G. Eben-Haezer)