Rabu, 11 Desember 2024

Pejuang Petani Kendeng: Menghormati Ulama dan Keadilan Hukum

Oleh: Ubaidillah Achmad*

Sudah banyak prinsip ajaran yang sudah turun temurun dan silih berganti dari para Kiai Pesantren dan tokoh agama. Salah satu pesan dari prinsip tersebut yang saya rasakan, adalah dari pesan para sufi agung, yaitu agar tidak mencela atau merendahkan prinsip etika dan mereka yang berperilaku etis atau yang berakhlak mulia, yang mengamalkan ilmu dan teguh menjaga fungsi kehambaan kepada Allah dan merdeka memperjuangkan hak kemanusiaan, keadilan dan persamaan.

 

Jika ada politisi dan penguasa yang melibatkan beberapa Kiai dan tokoh agama, maka siapa pun harus hati hati, jangan turut mencela beberap kiai yang dilibatkan secara langsung dan secara tidak langsung oleh para politisi dan penguasa yang hanya untuk kepentingan politis dan kehendak kuasa pribadi.

Selain itu, juga jangan mencela Kiai dan tokoh agama yang namanya sering dijadikan legitimasi penguasa. Hal ini bukan kesalahan kiai, namun merupakan bentuk sikap yang menggelikan dari politisi dan kehendak pribadi. Dalam kondisi apapun, banyak para kiai yang masih berpegang teguh pada kebaikan, keutamaan, ketuhanan, keilmuan, dan kemanusiaan. Alasannya, sikap Ulama atau Kiai berbeda dengan sikap mereka yang kosong dari ilmu ulama.

Petani Kendeng Menghormati Ulama

Mengapa petani kendeng menghormati Ulama? Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu ditegaskan, bahwa sebagai seorang Ulama harus berbicara berdasarkan prinsip yang benar dan menjaga relasi suci antara Allah, manusia dan kesemestaan. Karena keteguhannya pada prinsip kebenaran, maka para Ulama atau bahkan mereka yang berpegang pada prinsip etika, benar benar sosok yang kuat. Tidak sedikit mereka yang berani mencaci Ulama dan para pelaku prinsip etika universal, telah mengalami hidup yang tidak bahagia dan selalu menghadapi kesulitan hidup. Misalnya, memaki ajaran yang disampaikan Ulama atau mempolitisir ajaran etika yang agung hanya untuk kepentingan kekuasaan atau kepentingan kerjasama busuk yang tersembunyi.

Dari sini, kita baru memahami mengapa petani kendeng menghormati Ulama? Dalam kepercayaan petani kendeng, jika kita tidak menghormati Ulama, maka sama artinya kita tidak percaya kepada penjaga prinsip kebenaran, prinsip etika, dan penganjur arti penting menegakkan keadilan, dan kemanusiaan. Jadi, jika tidak percaya kepada Ulama, maka sama artinya tidak percaya pada kebenaran, karena mereka yang sudah berpredikat Ulama, adalah mereka yang teguh menjaga prinsip etika kebenaran dan teguh menjaga relasi suci kosmologi.

Meskipun demikian, tugas Ulama bukan untuk memaksakan kehendak siapa pun, termasuk kehendak mereka yang meragukan etika dan keadilan hukum. Seorang Ulama bertugas sebatas memperingatkan kepada umat manusia yang masih mau diingatkan tentang kebaikan, keutamaan, ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan persamaan. Cara Ulama mendidik masyarakat bervariasi, ada yang dengan terus terang menyampaika n maksud pesan keutamaan dan ada yang dengan isyarat sesuai dengan martabat pihak yang sedang berdialog bersama Ulama.

Apa keterkaitan Kiai dengan Ulama? Pengertian Kiai yang sudah berkembang di lingkungan masyarakat pesantren dan masyarakat pegunungan kendeng, adalah sosok yang berprinsip mulia yang mencerminkan sifat keulamaan sebagai pewaris tradisi kenabian. Karenanya, sudah menjadi ajaran para leluhur yang sudah turun temurun di tanah jawa ini, bahwa siapa pun tidak boleh meninggalkan Ulama, apalagi merendahkannya. Termasuk juga memanfaatkannya untuk kepentingan kekuasaan dan keuntungan pribadi.

Yang Terhormat Bapak Ganjar Pranowo

Bapak Ganjar memiliki dua predikat, sebagai gubernur dan warga negara. Kedua predikat ini memiliki tanggungjawab yang sama, yaitu tanggung jawab membentuk sikap yang mendukung keadilan hukum. Karenanya, satu kalimat yang terucap dari beliau, tetap saja masyarakat akan memandang, bahwa itu adalah ucapan gubernur jawa tengah. Hal yang sama, semua jawaban beliau terhadap pertanyaan masyarakat dan wartawan, adalah juga jawaban dari seorang gubernyr. Misalnya, sebelum ada keadilan HAM dalam kasus Pembatalan Ijin Lingkungan Kegiatan Penambangan Semen Gresik tbk. di Rembang, Bapak Ganjar Pernah menegaskan akan mengikuti keputusan hukum. Ungkapan ini, adalah ungkapan gubernur jawa tengah.

Dalam konteks sikap, yang tidak segera merespon Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, yang telah keluar pada 5 Oktober 2016, adalah merupakan sikap sebagai seorang Gubernur Jawa Tengah. Karenanya, setiap persoalan hak kewarganegaraan di Jawa Tengah, adalah ujian yang harus dijawab dengan jujur dan cerdas oleh seorang Gubernur Jawa Tengah. Sebagai Gubernur tidak boleh ragu menjawab persoalan warganya. Jika Bapak Gubernur mengutip pendapat orang lain, maka harus mengutip dengan penuh tanggung jawab dan tepat meletakkan kutipan ungkapan pada ungkapan atau paragraf tulisan.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut, jika Bapak Gubernur telah sowan atau bertemu Ulama yang berpendapat, bahwa beliau mendukung terciptanya lapangan kerja bagi warga, maka harus dipahami dalam konteks perlunya lapangan kerja bagi warga. Dalam konteks ini pun, kita mendukung arti penting lapangan kerja bagi warganegara.

Bagaimana jika beliau bertanya tentang perkembangan Industri Semen? Hal ini bisa dijawab masih dalam perkembangan proses hukum. Sekarang bagaimana jika benar pengakuan Gubernur sebagaimana yang dilansir media, bahwa telah terjadi hasil pertemuan antara salah seorang Ulama paling berpengaruh di NU dan Indonesia dengan Gubernur, Bapak Ganjar. Jika benar terjadi pertemuan dan beliau menegaskan, industri Semen Indonesia harus dilanjutkan atau tidak boleh berhenti, maka sebagai Gubernur harus menjelaskan sudah ada keputusan hukum yang perlu segera dilaksanakan demi tegaknya keadilan di Indonesia.

Selain itu, Bapak Ganjar bisa menambahkan matur ke beliau, resiko melawan hukum bukan dalam kontek menang atau kalah, namun perlu disampaikan resiko melawan hukum dalam konteks masa depan keadilan di Indonesia. Jika setiap politisi dan penguasa boleh melawan hukum, maka akan tercatat sejarah sebagai bentuk kedzaliman kepada rakyat dan kepada bangsa Indonesia. Ketegasan sikap seperti ini, bisa dikuatkan dengan matur tentang bahaya kerusakan alam dan lingkungan lestari.

Model jawaban Bapak Gubernur yang seperti tersebut di atas, tentu akan membuat lega beliau, telah memiliki Gubernur yang berpihak pada keadilan hukum dan lingkungan lestari. Mengapa jawaban dari Bapak Ganjar akan membuat beliau senang? Karena hal ini sesuai dengan prinsip beliau, bahwa petani itu penting, petani itu ibarat rahim bagi seorang Ibu. Jika rahim seorang Ibu sudah tidak bisa mengandung, maka tidak akan reproduksi kembali. Jika tidak ada petani, maka tidak ada reproduksi terhadap kebutuhan pangan. Beliau sangat memahami perkembangan keilmuan dan dunia kerja, karena ungkapan ungkapan mulia beliau tidak lain bertujuan untuk menguatkan makna dialog yang bermanfaat bagi warganegara.

Sekarang, bagaimana supaya petani bekerja sebagai petani? Supaya petani bekerja dengan leluasa sebagai petani, maka jangan ada eksploitasi terhadap sumber pertanian, seperti sumber mata air, ladang pertanian, lahan rerumputan untuk ternak hewan sebagai topangan utama perekonomian para petani. Kalkulasi ini belum ditambah dengan arti penting keseimbangan kosmologi dan kelangsungan ekologis serta pembangunan yang berkelanjutan bagi generasi yang akan datang.

Tentu saja, Bapak Gubernur memahami ini semua, namun yang lebih penting, adalah bagaimana kita semua bisa bersama sama petani melaksanakan prisnip kebaikan dan keutamaan hidup sebagaimana tersebut di atas. Kita semua mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menjaga lingkungan lestari dan masa depan keadilan hukum di negara kita, yang kita cintai, yaitu Indonesia. Hal ini, pelan pelan akan kita sampaikan kepada masyarakat yang masih belum memahami dan mengerti maksud tujuan baik pejuang petani kendeng, yaitu menjaga lingkungan lestari dan keadilan hukum.

Menghormati Petani Kendeng

Mengapa kita menghormati petani kendeng? Karena “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” (Pasal 28D ayat 1 UUD Negara RI 1945)

Sehubungan dengan kepastian hukum tersebut, Presiden RI telah mendukung sepenuhnya keputusan hukum. Beliau juga memiliki kasih sayang yang tinggi terhadap masa depan anak cucu negeri ini, masa depan kelangsungan ekologis, dan masa depan Indonesia.

Bersamaan dengan komitmen yang Tinggi Bapak Presiden, sekarang ini, Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung telah keluar pada 5 Oktober 2016. Menariknya, putusan PK tersebut (No Register 99 PK/TUN/2016) memenangkan atau mengabulkan permohonan warga Kendheng atas pembatalan ijin lingkungan PT Semen Indonesia yang dikeluarkan perizinannya oleh Gubernur Jawa Tengah. Hakim yang memutus putusan di Mahkamah Agung terdiri dari: Yosran, SH., MH. (Hakim P1); Is Sudaryono (Hakim P2), dan Dr. Irfan Fachruddin, SH., CN. (Hakim P3, Ketua Majelis), dengan Panitera Pengganti: Maftuh Effendi, SH., MH. 

Bagaimana Amar putusan PK Mahkamah Agung tersebut? Dalam amar putusan ini, telah mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya; Menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah; Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tangga 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.  

Berdasarkan keputusan tersebut, maka sudah menjadi kewajiban kita menghormati pejuang petani kendeng yang telah mendapatkan keadilan hukum. Jika sudah ditetapkan secara hukum, maka tidak seharusnya ada sejumlah pejabat daerah dan bahkan nasional, ramai-ramai menegaskan dukungan pada PT Semen Indonesia untuk mengabaikan putusan Mahkamah Agung tersebut, sebagaimana dilakukan oleh DPR RI Komisi IV usai kunjungan kerjanya di lokasi industri (baca: Komisi VI DPR ‘Pasang Badan’ untuk Pabrik Semen Rembang, CNN Indonesia, 28 November 2016; Putusan MA Tak Hentikan Pembangunan Pabrik Semen Indonesia, JPNN, 13 Oktober 2016).

Jika kita semua ingin berbicara nasionalisme, maka harus didasarkan pada garis yang benar, yaitu nasionalisme yang sesuai dengan UUD 45 Negara RI. Dalam pembukaan UUD 45 menegaskan, bahwa negara melindungi segenap warga negara Indonesia untuk menuju kesejahteraan sosial.

Sebagai penutup tulisan ini, saya perlu mengingatkan kepada pejabat pemerintah, akademisi, dan masyarakat Indonesua, dengan ungkapan bijak berikut: Delay justice is injustices! (Menunda keadilan adalah ketidakadilan-ketidakadilan!). Salam Kendeng, Salam Lestari.

 

*Penulis Suluk Kiai Cebolek dan Islam Geger Kendeng, Khadim Majlis Kongkow As Syuffah Sidorejo Pamotan Rembang, Dosen UIN Walisongo Semarang.

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru