Sabtu, 5 Juli 2025

Pemborosan Uang Negara Berbingkai Badan Intelejen Kemhan

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH *

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan Kementerian Pertahanan akan membentuk Badan Intelijen Pertahanan untuk mendapatkan berbagai informasi sebagai landasan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan strategis.

“Kementerian pertahanan tanpa intelijen tidak mungkin. Dari mana membuat kebijakan strategis tanpa informasi intelijen,” kata Ryamizard di Jakarta, seperti yang dimuat oleh www.antaranews.com, Jumat, 4 Maret 2016 lalu.

Bila membicarakan tentang Intelijen, maka terlebih dahulu harus diketahui apa tugas organisasi atau pemimpinnya yang akan menggunakan intelijen itu. Jadi, bila akan membicarakan Intelijen di Kementerian Pertahanan, maka harus diketahui terlebih dahulu apa tugas Menteri Pertahanan.

Saat ini ada 2 aturan yang mengatur tentang tugas Kementerian Pertahanan yaitu Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Perpres 58 tahun 2015 tentang Kementerian Pertahanan. 

Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan bahwa tugas Menteri Pertahanan pada pasal 16  Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara diatur sebagai berikut :

(1) Menteri memimpin Departemen Pertahanan.

(2) Menteri membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara.

(3) Menteri menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan Presiden.

(4) Menteri menyusun buku putih pertahanan serta menetapkan kebijakan kerja sama bilateral, regional, dan internasional di bidangnya.

(5) Menteri merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya.

(6) Menteri menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan komponen kekuatan pertahanan lainnya.

(7) Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya serta menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.

Sudah sangat jelas bahwa tugas utama Menteri Pertahanan adalah membuat kebijakan saja.  Disini sangat terlihat semangat dari Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara ini adalah MEMISAHKAN kewenangan, membuat KEBIJAKAN dan MENYELENGGARAKAN. Dalam menghadapi ancaman militer, Menteri Pertahanan hanya sebagai pembuat KEBIJAKAN saja, sedangkan Penyelenggaraannya atau OPERASIONALNYA dilakukan oleh  Panglima TNI. Sedangkan dalam menghadapi ancaman NON MILITER, Menteri Pertahanan juga hanya pembuat KEBIJAKAN, sedangkan PENYELENGGARANYA atau OPERASIONALNYA dilakukan oleh lembaga atau kementerian terkait sesuai dengan bentuk ancaman.

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 ini, maka berakhir pula jabatan Menhankam/Pangab yang sebelumnya memegang kewenangan sebagai pembuat kebijakan dan penyelenggara atau Operasionalnya.

Oleh karena kewenangan Menteri Pertahanan hanya sebagai pembuat kebijakan, maka “Intelijennyapun” disesuaikan dengan Kewenangan Menteri Pertahanan, yaitu hanya sebagai “analis” informasi untuk kemudian dijadikan Kebijakan Pertahanan negara.

Informasi yang dibutuhkan oleh para analis ini TIDAK dicari sendiri oleh Kementerian Pertahanan, karena Kemhan sebagai pembuat kebijakan tidak boleh melakukan Operasi apapun termasuk operasi Intelijen untuk mendapatkan informasi. Informasi yang dibutuhkan oleh Kemhan semuanya diminta dan disuplai dari badan intelijen yang ada misalnya BIN (Badan Intelejen Negara), BAIS (Badan Intelejen Strategis), Athan (Atase Pertahanan), Atpol (Atase Politik) dan lainnya.  

Oleh karena intelijen di Kementerian Pertahanan itu hanya berupa “analis”, (intelijen yang tidak lengkap) maka organisasi yang melakukan analisa itu dinamakan DIREKTORAT JENDERAL STRATEGI PERTAHANAN (Dirstrahan). Jadi TIDAK BENAR bahwa Kementerian Pertahanan TIDAK memiliki Intelijen.

BIN, BAIS, BAINTELKAM, disebut sebagai Badan Intelijen karena mereka melakukan semua kapabilitas intelijen (intelijen lengkap) seperti propaganda, penggalangan keras, penggalangan halus, operasi interlijen dan lainnya. Ini tidak dilakukan oleh Intelijen yang ada di Kementerian Pertahanan karena memang TIDAK DIBUTUHKAN mengingat Kementerian Pertahanan hanya sebagai pembuat Kebijakan.

Dirstrahan ini telah ada sejak tahun 2002. Akan tetapi, mulai sekitar tahun 2012, Kementerian Pertahanan merubah organisasi Dirjen Strahan ini dengan mengganti personilnya dengan personil yang BUKAN BERKUALIFIKASI intelijen. Akibatnya suplai informasi ke Kementerian Pertahanan mulai terkendala. Akibatnya, timbulah ide untuk membuat Badan Intelijen Kementerian Pertahanan.

Perpres Langgar Undang-undang

Menyadari bahwa sebagai pembuat kebijakan tidak mungkin memiliki Badan Intelijen sendiri, maka dibuatlah Peraturan Presiden Nomor 58 Tentang Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 lalu. Pada Perpres ini, tugas Menteri Pertahanan atau Kementerian Pertahanan yang sebelumnya sebagai PEMBUAT KEBIJAKAN PERTAHANAN NEGARA, DIROBAH menjadi MENYELENGGARAKAN PERTAHANAN NEGARA artinya Operasional. Perubahan ini tertulis pada Peraturan Presiden Nomor 58/2015 tentang Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 Pasal 2 :

Kementerian Pertahanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Oleh karena tugas Kementerian Pertahanan sudah menjadi PENYELENGGARA PERTAHANAN NEGARA, konsekuensinya adalah dibutuhkannya kapabilitas intelijen yang lengkap berupa sebuah Badan Intelijen, yang akan dinamakan sebagai BADAN INTELIJEN PERTAHANAN.

Akibat dari lahirnya Perpres 58 tahun 2015 adalah terjadi tabrakan kewenangan antara Kementerian Pertahanan dengan TNI. Pertahanan selalu diidentikan dengan ancaman militer. Maka apabila Kementerian Pertahanan menjadi penyelenggara, maka sudah pasti akan bertabrakan dengan TNI.

Sudah pasti TNI tidak akan mengalah, karena merasa mendapat mandat dari sebagai Penyelenggara Pertahanan Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Selain itu terjadi tabrakan dengan lembaga departemen lainnya. Dalam Perpres 58 Tahun 2015  disebut, “menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan”,–Ini sangat tidak jelas maksudnya. Hal ini bisa dengan mudah diterjemahkan oleh Kemhan semaunya sendiri. Sedangkan lembaga departemen lainnya juga pasti mempunya tafsir sendiri. Sehingga dapat dibayangkan bagaimana kekacauan yang akan terjadi pada saat pelaksanaannya penyelenggaraan Pertahanan Negara.

Tabrakan juga akan terjadi dengan badan-badan intelijen yang lainnya. Bila Badan Intelijen Kementerian Pertahanan akan dibentuk, dalam mengantisipasi ancaman militer sudah pasti akan bertabrakan dengan BAIS TNI. Sedangkan dalam mengantisipasi ancaman non militer sudah pasti akan bertabrakan dengan BIN dan BAINTELKAM-nya Polri.

Oleh karena Menteri Pertahanan menjadi penyelenggara dan operasional, maka bila TNI tunduk kepada Menteri Pertahanan, maka secara otomatis Indonesia kembali lagi kezaman Menhankam/Pangab.

Tidak hanya itu. Berubahnya Kementerian Pertahanan sebagai Penyelenggara, maka ANGGARAN yang diperlukan juga PASTI AKAN BERTAMBAH. Untuk Badan Intelijen saja sudah pasti seperti membuat BIN atau BAIS yang baru. Ini suatu PEMBOROSAN YANG LUAR BIASA.

Dalam Undang-undang 34 Tahun 2004 Tentang TNI mewajibkan bahwa untuk ANGGARAN Belanja TNI disalurkan dan diurus oleh Kementerian Pertahanan. Akan        tetapi, dalam Perpres 58 tahun 2015, tidak ada satupun pasal yang memberikan kewenangan kepada Kementerian Pertahanan untuk menentukan anggaran belanja TNI. Akibatnya TNI tidak akan mendapatkan anggran belanja.

Kesimpulan

Dari fakta yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa saat ini saat ini ada 2 aturan yang mengatur Kementerian Pertahanan dengan tugas yang  berbeda pula. Oleh karena itu harus ada salah satu dari kedua aturan ini yang harus dibatalkan.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Aturan Perundangan mengatur bahwa kedudukan hukum undang-undang adalah lebih tinggi dari peraturan presiden. Oleh karena itu, karena Perpres 58 Tahun 2015 ini kedudukannya lebih rendah dari undang-undang, maka Perpres 58 Tahun 2015 ini harus segera dibatalkan.

Bila perpres ini dibatalkan, maka secara otomatis pembentukan Badan Intelijen Kementerian Pertahanan  harus gugur demi hukum. Intelijen di Kementeritan Pertahanan         kembali kepada struktur yang pernah dibuat pada tahun 2002.

Mengurus negara modern tidak bisa berlandaskan suka atau tidak suka tapi harus taat azas dan peraturan. Kementerian Pertahanan harus kembali menggunakan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sebagai pedoman dalam membuat kebijakan Pertahanan Negara.

* Penulis adalah Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, 2011-2013

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru