JAKARTA – Gubernur Jawa Barat terpilih Dedi Mulyadi melarang guru maupun sekolah untuk menjual LKS (Lembar Kerja Siswa) dan menyiapkan seragam.
“Suka ada tuduhan jual LKS, itu hindari, ga usah, nanti kita rumuskan,” ujar Dedi di hadapan para pejabat Dinas Pemerintah Provinsi Jabar, dikutip dari Instagram @dedimulyadi71, Sabtu (8/2/2025).
“Seragam sekolah jangan disiapkan sekolah, suruh beli siswanya masing-masing. Ribut, piomongeun (jadi omongan). Sudah jangan cari penyakit, duit teu sabaraha, untungna leutik, piomongeunna, cacapekeun teu eureun-eureun (uangnya ga seberapa, untungnya kecil, tapi jadi omongan yang terus menerus). Budak sakola mah, sakola weh (anak sekolah, biarkan saja sekolah),” tutur dia.
Dedi mengungkapkan, biarkan siswa membeli pakaiannya sendiri. Mau pakaian pramuka atau apapun.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebelumnya, dalam kunjungannya ke SMAN 7 Kota Cirebon, dua orang siswi yang ingin melaporkan berbagai pungutan sekolah yang dialami para siswa.
“Kita tuh masih banyak yang pengen dilaporin, Pak, selain kasus PDSS. Sumbangan PIP Rp 1,8 juta dipotong Rp 250.000,” ujar siswa tersebut dalam Instagram @dedimulyadi71 yang diposting Sabtu (8/2/2025).
PIP adalah singkatan dari Program Indonesia Pintar. Program ini merupakan bantuan dari pemerintah berupa uang tunai yang diberikan kepada peserta didik dari keluarga miskin atau rentan miskin agar mereka bisa melanjutkan pendidikan.
Menurut siswa tersebut dari awal pihak sekolah sudah mensosialisasikan dana PIP akan dipotong sekolah untuk dikembalikan ke partai. Dedi Mulyadi lalu menjelaskan, sumbangan tersebut bukan dari partai tapi bantuan pemerintah yang disalurkan melalui anggota DPR RI untuk daerah pemilihannya (dapil).
Dedi lalu bertanya, bagaimana cara sekolah mengambilnya karena bantuan tersebut masuk ke rekening masing-masing siswa. Siswa itu mengatakan saat dirinya ke bank, di sana sudah ada dua petugas TU sekolah. Petugas tersebut akan meminta buku tabungan, kartu ATM, dan pin.
“Buku tabungan, kartu, dan pin dikasih ke sekolah. Semua seangkatan disamain pin-nya. Kalau ada yang berbeda, dijapri pihak sekolah,” tutur siswa tersebut.
Selain itu, siswa dimintai uang gedung sebesar Rp 6,4 juta. Itu pun hasil nego orangtua siswa dalam rapat dari nilai awal yang diminta Rp 8,4 juta. Selanjutnya, para siswa masih bayar SPP Rp 200.000 dari yang seharusnya gratis. Ditambah uang LKS di atas Rp 300.000, dan ada sumbangan masjid yang besarannya dipatok sekolah.
“Kelas 10 ada sumbangan masjid. Harusnya kan sumbangan itu seikhlasnya, kami ini dipatok Rp 150.000,” tutur siswa tersebut.
Dalam postingan tersebut, Dedi Mulyadi memberikan caption: sengkarutnya sangat masya Allah sekali. (Web Warouw)