Sabtu, 12 Oktober 2024

Penelitian Kejahatan Terorganisir Vs Penelitian Kebenaran Teroganisir

Oleh: Richard Claproth *

BELAKANGAN ini sering ada yang menyampaikan kebenaran tetapi disebut hoax. Argumen mereka adalah penelitian yang harus dilawan dengan penelitian. Saya akan mengulas tentang mengapa nyamuk ber-Wolbachia bisa dilepaskan di Indonesia. Apakah itu hasil penelitian?

Pelepasan jutaan nyamuk di Indonesia, yang dilakukan tanpa konsultasi yang memadai, sekali lagi memperlihatkan perilaku dari sekelompok orang yang mengklaim sebagai ilmuwan dan pejabat, yang merasa memiliki hak untuk menciptakan dampak yang merata pada masyarakat. Tindakan ini mengakibatkan konsekuensi risiko bagi seluruh pihak, semata-mata agar mereka dapat merasa puas dengan diri sendiri dan memberikan acungan jempol satu sama lain.

Modus Operandi Kejahatan Terorganisir

Terorganisir, tentu saja, dalam satu gang yang menamakan dirinya WMP (World Mosquito Program), sebuah program yang mirip dengan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunization), sebuah departemen penjualan “produsen vaksin,” dengan misi “berbuat baik bagi orang,” yang dikemas sebagai perang melawan demam berdarah atau virus Zika, menyebabkan banyak orang sakit dan meninggal setiap tahunnya.

Siapa yang mendanai World Mosquito Program seperti fasilitas produksi di Kolombia milik Monash University di Melbourne, Australia? Mereka adalah sebuah kelompok proyek yang fokus pada bakteri Wolbachia telah didirikan di sana.

Biasanya, universitas tidak memiliki dana untuk meluncurkan produksi nyamuk secara global dan mendistribusikan jutaan nyamuk dan telur nyamuk. Disinilah peran Bill Gates dan antusiasmenya terhadap nyamuk masuk ke dalam permainan.

Melalui Gates Foundation, dicanangkan bahwa World Mosquito Program sebagai perusahaan berorientasi laba, dan CEO-nya, Scott O’Neill, memegang paten untuk bioteknologi nyamuk gen-drive dan dengan demikian pembebasan jutaan nyamuk yang telah dirancang khusus untuk dilepaskan.

Jutaan nyamuk ini dibiakkan dari galur nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia, yang ditujukan untuk membuat nyamuk tidak mampu menyebarkan virus demam berdarah, demam kuning, atau virus Zika.

Cerita bagaimana kejahatan tentang Wolbachia ini terorganisir dapat dibaca di sini: Murphy, B., C. Jansen, J. Murray, and P. De Barro (2010). Risk analysis on the Australian release of Aedes aegypti (L.)(Diptera: Culicidae) containing Wolbachia. Austrália: CSIRO Entomology.

Tujuan dari laporan diatas adalah untuk menilai risiko terkait pelepasan jutaan nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia di Australia. Persis sama denga apa yang dilakukan para ilumwan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).

Para ilmuwan berhasil melaksanakan tugas ini dengan mengabaikan bahaya melalui berbagai bentuk pemikiran kelompok dan percakapan dalam lingkungan tertutup, sebagian besar mengesampingkan data empiris.

Pada akhirnya, kesimpulan yang diambil adalah “konsensus” bahwa pelepasan tersebut benar-benar aman bagi manusia. Persis sama dengan yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, jutaan nyamuk Wolbachia dilepaskan untuk menanggulangi koloni nyamuk liar di Australia, mencegah reproduksi dan mengurangi harapan hidup serangga yang menggigit.

Artikel ini, bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja, suatu kerangka kerja yang sekali lagi mencakup subjek yang tema utamanya adalah “konsensus” dari beberapa individu yang menamakan dirinya peneliti. Individu-individu ini, dengan dalih mempromosikan kesehatan populasi, sadar atau tidak sadar telah menciptakan dampak bagi orang lain tanpa dapat memahami konsekuensi dari tindakan mereka.

Penelitian Vs Penelitian

Pada tahun 2016, Elgion Lucio Silva Loreto dan Gabriel Luz Wallau memperingatkan kepada editor Science dalam sebuah tulisan “Risks of Wolbachia mosquito control.” Science 351(6279): 1273-1273, terkait penggunaan Wolbachia bacteria pada nyamuk.

Mereka menyoroti adanya banyak studi ilmiah yang menunjukkan bahwa bakteri ini dapat melompat ke kerabat nyamuk dan artropoda lainnya. Kategori artropoda adalah makhluk yang merayap, berdengung, dan berputar.

Para ilmuwanini mempertanyakan bagaimana transfer ini akan memengaruhi spesies terkait, apa konsekuensinya bagi spesies terkait tersebut dan lingkungan. Sampai sekarang pertanyaan mereka tetap sepenuhnya belum terjawab. Mereka menekankan bahwa karena nyamuk Wolbachia pada dasarnya adalah serangga yang dimodifikasi secara genetik, kesenjangan pengetahuan ini menjadi lebih signifikan.

Ilmuwan Yen, Pei-Shi dan Failloux bahkan lebih jauh lagi membuktikan bahayanya Wolbachia dalam tulisan ilmiahnya pada tahun 2020 berjudul A review: Wolbachia-based population replacement for mosquito control shares common points with genetically modified control approaches. Pathogens 9(5): 404.

Hal paling krusial yang diungkapkan ketika mereka menguraikan tiga realitas yang menyebabkan begitu banyak kerusakan karena ingin *membantu rakyat” yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, Arbovirus, yaitu virus yang ditularkan oleh artropoda dan disebarkan oleh serangga., khususnya yang termasuk dalam keluarga virus RNA seperti Flaviviridae (seperti virus Dengue), memiliki tingkat mutasi yang sangat tinggi. Tingkat mutasi yang tinggi ini memungkinkan virus-virus tersebut untuk dengan cepat mengatasi pembatasan yang diberikan oleh bakteri Wolbachia terhadap penyebarannya.

Dengan kata lain, meskipun Wolbachia dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran virus, Arbovirus dapat dengan cepat beradaptasi dan melewati penghalang yang diberikan oleh bakteri tersebut. Jika virus dapat mengatasi atau menghindari pengaruh Wolbachia, hal ini justru dapat menyebabkan peningkatan risiko penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti Dengue atau penyakit lain yang disebabkan oleh Arbovirus.

Dalam konteks ini, kegagalan penghambatan oleh Wolbachia dapat mengurangi efektivitas strategi kontrol populasi nyamuk yang diharapkan untuk mengurangi risiko penularan penyakit pada manusia. Oleh karena itu, kemampuan Arbovirus untuk mengatasi penghalang yang diberikan oleh Wolbachia menunjukkan tantangan potensial dalam penggunaan Wolbachia sebagai metode pengendalian penyakit. Itulah yang mungkin terjadi mengapa di Singapura dan Srilangka, setelah pelepasan nyamuk Wolbachia, terjadi peningkatan kasus demah berdarah 300 persen.

Hal ini menyoroti tantangan dan potensi kendala dalam penggunaan Wolbachia sebagai strategi kontrol penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus. Informasi lebih lanjut dapat diakses di Virus evolution in Wolbachia-infected Drosophila. Proceedings of the Royal Society B 286(1914): 20192117.

Kedua, kenyataan bahwa bakteri Wolbachia tidak dapat mencegah arbovirus untuk bereplikasi menunjukkan sebuah kegagalan yang telah dipastikan sebelumnya. Dalam konteks ini, artinya adalah bahwa penggunaan Wolbachia sebagai metode pengendalian virus ini tidak berhasil sepenuhnya. Secara lebih rinci, ini berimplikasi bahwa bakteri Wolbachia tidak dapat memberikan perlindungan yang efektif terhadap replikasi arbovirus pada tingkat yang memadai.

Oleh karena itu, upaya menggunakan Wolbachia sebagai perangkat penghalang terhadap penyebaran virus ini menjadi tidak berhasil, dan muncul ketidakpastian terkait efektivitas metode tersebut dalam jangka panjang.

Akibatnya, arbovirus memiliki potensi untuk mengatasi “blokade” yang dihadirkan oleh Wolbachia, sehingga hanya masalah waktu sebelum virus berhasil menghindari atau melampaui hambatan tersebut.

Hal ini memunculkan ketidakpastian terhadap keberlanjutan dan keefektifan penggunaan Wolbachia dalam memitigasi penyebaran arbovirus dalam populasi nyamuk dan manusia.

Baca lebih lanjut disini:
Sustained Wolbachia-mediated blocking of dengue virus isolates following serial passage in Aedes aegypti cell culture. Virus evolution 5(1): vez012;

dan baca disini:
Infection of Aedes albopictus mosquito C6/36 cells with the w Melpop strain of Wolbachia modulates dengue virus-Induced host cellular transcripts and induces critical sequence alterations in the dengue viral genome. Journal of virology 93(15): e00581-19.

Ketiga, ada banyak studi yang menunjukkan bahwa nyamuk yang sudah terinfeksi bakteri Wolbachia, seperti Ae. albopictus, tidak dapat dicegah oleh bakteri Wolbachia untuk menyebarkan virus. Akibatnya, meskipun nyamuk telah terinfeksi oleh bakteri Wolbachia, seperti Ae. albopictus, bakteri tersebut tidak sepenuhnya efektif dalam mencegah nyamuk tersebut menyebarkan virus. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Wolbachia pada nyamuk mungkin tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap penyebaran virus.

Dalam konteks pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, ini bisa dianggap sebagai batasan atau kegagalan potensial dari strategi penggunaan Wolbachia untuk menekan penyebaran penyakit.

Baca lebih lanjut di sini:
Blagrove, Marcus SC, Camilo Arias-Goeta, Cristina Di Genua, Anna-Bella Failloux, and Steven P. Sinkins (2013). A Wolbachia w Mel transinfection in Aedes albopictus is not detrimental to host fitness and inhibits Chikungunya virus. PLoS neglected tropical diseases 7(3): e2152.

Lanjut baca ini: Mousson, Laurence, Karima Zouache, Camilo Arias-Goeta, Vincent Raquin, Patrick Mavingui, and Anna-Bella Failloux (2012). The native Wolbachia symbionts limit transmission of dengue virus in Aedes albopictus. PLoS neglected tropical diseases 6(12): e1989.

Penyakit

Sejauh ini, kita hanya membahas ketidakpastian di antara serangga terkait dengan pelepasan nyamuk yang telah menarik perhatian Bill Gates. Namun, bagaimana dengan penyakit? Hal ini menjadi lebih intens.

Filariasis adalah penyakit yang dikenal sebagai elephantiasis, suatu kondisi yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh peradangan yang persisten. Saat ini, sekitar 120 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan mayoritas tinggal di Afrika, India, dan Asia Tenggara. Infeksi ini ditularkan oleh cacing.

Sekilas seolah semua ini tidak ada hubungannya dengan bakteri Wolbachia. Namun, ada studi oleh Punkosdy et al. dari tahun 2003, menunjukkan bahwa bakteri Wolbachia, yang berada dalam organisme manusia yang sama, menyerang dan mendukung kinerja Brugia malayi, Brugia timori, dan Wuchereria bancrofti, semua cacing gelang yang menyebabkan filariasis limfatik. Bakteri ini, yang didistribusikan dengan antusias oleh Bill Gates ke seluruh dunia melalui nyamuk, memainkan peran dalam timbulnya penyakit kaki gajah.

Riset mereka dapat diunduh di Punkosdy, George A., David G. Addiss, and Patrick J. Lammie (2003). Characterization of antibody responses to Wolbachia surface protein in humans with lymphatic filariasis.” Infection and Immunity 71(9): 5104-5114.

Karya Bazzocchi et al. (2007) menambahkan aspek yang agak sinis, menunjukkan bahwa bakteri Wolbachia ketika ada di permukaan sel untuk pertahanan sistem kekebalan, memiliki efek yang dapat mencegah penghapusan sel darah putih jenis neutrofil yang tidak berfungsi. Dampak dari kemampuan ini memiliki implikasi dalam konteks respons kekebalan tubuh dan bisa memiliki konsekuensi terkait penyakit atau kondisi tertentu. Penelitianya dapat dibaca disini: Bazzocchi, C., S. Comazzi, R. Santoni, C. Bandi, C. Genchi, and M. Mortarino (2007). Wolbachia surface protein (WSP) inhibits apoptosis in human neutrophils.” Parasite immunology 29(2): 73-79.

Berpikir Kritis

Memang, hanya mereka yang memiliki informasi, berminat untuk memperoleh informasi, berpikir kritis yang berani mengekspresikan diri dengan semangat untuk masuk ke dalam sejarah sebagai orang terbaik di dunia.

Bagi Anda yang mendukung program pelepasan nyamuk terinfeksi Wolbachia, berarti Anda belum memiliki infornasi lengkap atau punya rasa tak kepastian.

Untuk mengatasi masalah psikologis mereka, silahkan baca yang ditulis oleh Bill Gates: “Permintaan untuk nyamuk penyelamat ini terus meningkat, dan itu berarti World Mosquito Program perlu memproduksi ratusan juta nyamuk Wolbachia. Ini membawa kita kembali ke pabrik di Medellín, yang saat ini menjadi fasilitas pembiakan nyamuk terbesar di dunia, menghasilkan lebih dari 30 juta nyamuk per minggu. Situs World Mosquito Program lain di seluruh dunia juga membudidayakan nyamuk Wolbachia, tetapi yang di Kolombia saat ini yang terbesar.”

Apakah penduduk di Kolombia (dan mungkin segera di Bali) begitu antusias seperti Bill Gates? Sekali lagi, kita dihadapkan dengan konsekuensi dari keputusan yang dibuat oleh orang-orang seperti Bill Gates, Menkes, para peneliti Wolbachia yang sepertinya membuat keputusan-keputusan di atas kepala miliaran orang, hanya untuk mendukung kerangka emosional yang rapuh sebagai kepribadian mereka.

Keputusan-keputusan yang diambil tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, diambil tanpa memperhatikan kenyataan bahwa hampir selalu timbul konsekuensi yang tidak diinginkan, terutama ketika keputusan-keputusan yang diambil, konsekuensi dari keputusan tersebut tidak diumumkan secara terbuka dengan alas an yang dapat dipahami.

Orang-orang seperti ini lambat laun menjadi malapetaka bagi umat manusia. Mari kita semua berpikir kritis dan berani menyuarakan pendapat. Kita harus menghentikan para peneliti dan penguasa yang playing god.

*Penulis Prof. Dr. Richard Claptroth dari Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia (Gesuri)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru