Oleh: Petrus Selestinus *
BERITA tentang penghentian kegiatan “Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai 2023”, oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Pematang Siantar, Minggu 8 Januari 2023, sebagai petir di siang bolong bagi warga masyarakat etnis Tionghoa di Siantar.
Penyelenggaraan kegiatan “Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai 2023” dalam rangka perayaan hari besar Tahun Baru China di Pematang Siantar, sebagai ekspresi budaya etnis masyarakat Tionghoa yang telah menjadi “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang harus dihormati selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban” sesuai pasal 28i ayat (3) UUD 1945).
Dengan demikian tidak ada alasan apapun bagi Walikota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar, untuk menghentikan kegiatan Imlek Fair Siantar, karena “Imlek Fair Siantar” merupakan kegiatan budaya dalam rangka menyambut Tahun Baru China atau Imlek.
Apalagi “Imlek Fair Siantar” telah mendapat ijin dari Walikota dan Dinas Perhubungan dan Kepolisian Resort Pematang Siantar, mengapa terjadi kebijakan yang paradoksal dan menunjukan ada loyalitas ganda dari oknum Pemkot yaitu pada pelayanan publik dan pada kelompok intoleran yang tidak menghendaki “Imlek Fair Siantar” diselenggarakan.
Didikte Kekuatan Intoleran
Sebagaimana diketahui kegiatan Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai, merupakan kegiatan yang berbasis pada kegiatan keagamaan dan budaya oleh saudara kita dari etnis Tionghoa di Kotamadya Siantar, di mana Pemkot Pematang Siantar wajib melindungi, memelihara dan menghormati sebagai identitas budaya sesuai dengan ketentuan UU.
Panitia Penyelenggara “Imlek Fair Siantar 2023”, Satkom Gajah Mada, sebelumnya melakukan audiensi, mendapatkan arahan, dukungan dan ijin dari Walikota Pematang Siantar sebagaimana terbukti dari Ijin beserta Rekomendasi tertulis dari Dinas Perhubungan dan Kepolisian Resort setempat diberikan kepada Pantia Penyelenggara.
Namun yang terjadi pasca ijin-ijin diberikan dan Panitia Penyelenggara “Imlek Fair Siantar” mulai memasang tenda-tenda dan persiapan lainnya, tiba-tiba muncul tindakan penghentian kegiatan yang sudah mendapat ijin Walikota itu dari Satpol PP Kota Pematang Siantar dan tenda-tenda yang sudah dipasang harus dibongkar.
Pecat Walikota Dan Satpol PP
Apa yang dilakukan oleh Walikota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar, sebagai telah mencoreng prinsip negara hukum, sekaligus mencoreng wajah pemerintahan Jokowi yang selama ini memberi perhatian tinggi kepada pentingnya menjaga identitas budaya lokal dan selalu siaga menjaga kerukunan di tengah keberagaman suku, agama dan adat istiadat.
Tindakan Walikota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar, yaitu membatalkan penyelenggaraan Imlek Fair Siantar, merupakan tindakan yang mengganggu kohesivitas sosial masyarakat dan bertentangan dengan kepentingan strategis nasional yaitu menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, sehingga dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran pidana yaitu UU Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Tindakan diskriminasi Ras dan Etnis bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan Deklarasi Universal HAM dan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, kemanan dan kehidupan bermata pencaharian di antara warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan.
Walikota Pematang Siantar, diduga kuat didikte oleh kelompok intoleran, atau berafiliasi dengan kelompok intoleran, sehingga memilih bersikap lebih patuh kepada kelompok intoleran dari pada sumpah jabatannya lantas membiarkan aparaturnya (Satpol PP) menghentikan kegiatan yang berbasis budaya dan agama oleh etnis Tionghoa di Siantar.
Sesuai dengan ketentuan pasal 78 dan pasal 79 UU No. 23/2014, Tentang Pemerintahan Daerah, Memteri Dalam Negeri berwenang memberhentikan Kepala Daerah, tanpa melalui proses politik di DPRD, karena tidak melaksanakan kewajiban Kepala Daerah, melanggar sumpah/janji jabatan dll. sehingga pihak lain menjadi korban diskriminasi.
Oleh karena tindakan Walikota Pematang Siantar dimaksud, sebagai suatu tindakan insubordinasi atau pembangkangan terhadap kebijakan Presiden dalam menjaga kepentingan strategis nasional, padahal tugas itu menjadi kewajiban Kepala Daerah terutama harus bertindak adil dan bijaksana, maka Menteri Dalam Negeri wajib memecat Walikota Siantar.
* Penulis, Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Pergerakan Advokat Nusantara.