JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas bersama sejumlah menteri untuk membahas legalisasi tanaman kratom. Kratom adalah tanaman herbal dengan berbagai manfaat, tetapi memiliki efek menyerupai narkotika jika dikonsumsi dalam dosis tinggi.
Rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis (20/6/2024) itu antara lain membahas tata kelola dan teknis penggolongan kratom.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, tata kelola perlu dirumuskan karena selama ini belum ada standardisasi, sehingga masyarakat kesulitan mengekspor kratom.
“Karena ini ditunggu oleh masyarakat, saya mendapatkan keluhan dari masyarakat Kalimantan Barat termasuk juga dari bupati dan gubernur ini masyarakat harus mendapatkan kepastian,” ujar Moeldoko, di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis.
Lantas, apa manfaat dan efek samping kratom?
Manfaat tanaman kratom Kratom adalah tanaman herbal yang tumbuh subur di wilayah Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, dan Indonesia.
Tanaman dengan nama ilmiah Mitragyna speciosa Korth ini kerap menjadi polemik karena isu kesehatan, sosial, ekonomi, dan ekologi. Polemik dipicu munculnya kekhawatiran efek samping penggunaan kratom untuk kesehatan, seiring peningkatan jumlah pengguna dan nilai perdagangan dunia akibat tanaman ini.
Dilansir dari katalog Kratom: Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi (2019), daun kratom secara tradisional digunakan di Malaysia dan Thailand untuk mengurangi rasa nyeri serta relaksasi.
Manfaat kratom di dua negara tersebut juga termasuk mengatasi diare, menurunkan panas, dan mengurangi kadar gula darah.
Di Thailand, selain memberikan efek stimulan atau meningkatkan kewaspadaan, mengonsumsi kratom dinilai memicu perasaan yang menyenangkan. Sementara itu, di Indonesia, kratom secara tradisional digunakan untuk menambah stamina, mengatasi nyeri, rematik, asam urat, hipertensi, gejala stroke, dan diabetes. Tanaman ini juga dimanfaatkan untuk mengatasi masalah susah tidur, luka, diare, batuk, kolesterol, tipus, hingga membantu menambah nafsu makan.
Penelitian menunjukkan, senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin merupakan kandungan kimia utama dalam kratom. Senyawa lain yang sudah teridentifikasi dalam tanaman ini, termasuk flavonoid, polifenol, triterpenoid, triterpenoid saponin, monoterpen, glukopiranosid, sitosterol, stigmasterol, dan daukosterol.
Secara empiris, beberapa manfaat daun kratom yang telah diuji, antara lain memberikan efek analgesik atau pereda rasa nyeri yang kuat. Daun tanaman ini juga memiliki efek sedatif atau menenangkan, efek stimulan, dan antidepresan. Konsumsi tanaman kratom pun dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh bagi penggunanya.
Adapun biasanya, daun kratom langsung dikonsumsi dengan cara dikunyah, diseduh seperti teh, atau dihisap sebagai rokok.
Tidak hanya itu, tanaman asli Asia Tenggara ini juga sering diolah menjadi kapsul atau tablet terkompresi agar lebih mudah dicerna.
Kratom Digunakan Sebagai Pengganti Opium
Beberapa laporan menyebutkan, tanaman kratom dapat digunakan sebagai pengobatan pada kasus kecanduan opioid, obat golongan narkotika yang memicu ketergantungan.
Dikutip dari laman Badan Narkotika Nasional (BNN), pada 1863, kratom pertama kali dimanfaatkan sebagai pengganti opium oleh seorang Melayu (Malaysia). Sejak itu, kratom dijadikan obat pengganti kecanduan opium yang menjadi masalah di Asia. Manfaat kratom ini berkat kandungan senyawa aktif mitraginin di dalamnya.
Penggunaan kratom secara sistematis dengan dosis tertentu memang dapat meningkatkan toleransi terhadap pengaruh opioid. Kratom dosis rendah juga memberikan efek stimulan, sedangkan dalam dosis tinggi memberikan efek sedatif. Efek tersebut disebabkan oleh senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin yang bertanggung jawab sebagai analgesik, antiinflamasi, antidepresan, psikoaktif, dan opioid.
Khasiat psikoaktif ini menyebabkan kratom potensial dan rawan disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Efek Samping Kratom
Meski kaya akan manfaat, penggunaan kratom terus-menerus dan dalam dosis tinggi juga dapat memicu kecanduan.
Masih dari laman BNN, beberapa pengguna kratom dilaporkan mengalami efek seperti menggunakan candu atau opium.
Efek yang dirasakan, antara lain perasaan rileks dan nyaman, serta euforia jika mengonsumsi dalam dosis tinggi.
Seperti beberapa jenis narkotika, kratom juga dapat menimbulkan efek samping berupa pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak napas, kejang, dan koma.
Efek samping kratom lainnya dapat berupa mulut menjadi kering, badan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, serta nyeri otot.
Di sisi lain, orang yang menggunakan kratom dalam jangka panjang dapat menunjukkan gejala ketergantungan saat konsumsi dihentikan. Misalnya, mengalami iritabilitas, mual, diare, hipertensi, insomnia, kejang otot dan nyeri, mata berair, demam, serta nafsu makan menurun.
Gejala saat berhenti menggunakan juga kemungkinan menyerang psikologis, seperti perasaan gelisah, tegang, marah, sedih, hingga gugup.
Tidak hanya itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) turut mencatat, overdosis teh kratom telah menyebabkan 91 kematian di negaranya dari Juli 2016 hingga Desember 2017.
Namun, sejumlah efek samping daun kratom yang mungkin dirasakan tersebut relatif bervariasi tergantung dosis yang dikonsumsi. Pengguna yang belum terbiasa dengan kratom hanya memerlukan beberapa helai daun setiap hari untuk merasakan dampaknya.
Sementara itu, pengguna berat mungkin harus mengonsumsi 3–10 kali sehari, bahkan dalam kasus tertentu bisa mencapai 30 daun atau lebih per hari. Lantaran potensi efek membahayakannya, daun kratom masuk dalam daftar NPS (New Psychoactive Substances), zat yang disalahgunakan baik dalam bentuk murni atau sediaan tidak dikontrol.
Kepada Bergelora.com di Jakarra dilaporkan, BNN juga merekomendasikan tanaman ini agar dimasukkan ke jenis narkotika golongan 1 dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun diminta melanjutkan riset tentang aspek keamanan kratom. Sejauh ini, uji keamanan terhadap tanaman kratom yang banyak tumbuh di Indonesia baru sampai in vivo (penelitian di dalam organisme hidup) pada hewan coba. (Enrico N. Abdielli)