JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyoroti anggaran sekolah kedinasan di berbagai kementerian/lembaga (K/L). Akibatnya, menurut Dede Yusuf, terjadi disparitas atau perbedaan yang jauh dengan perguruan tinggi umum.
“Soal pendidikan di kementerian lembaga lainnya, ini Kemendagri ada IPDN, IPDN itu di bawah Kemendagri, lalu Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, kementerian apa lagi itu banyak lah ya, 20 K/L,” ujar Dede Yusuf dalam rapat dengar pendapat (RDP) panja pembiayaan pendidikan DPR dengan eselon 1 Kemendikbudristek, Kemendagri RI, Kemenkeu, hingga Bappenas RI di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024). (Ist)
Ia menyinggung sekolah kedinasan yang dibayar penuh sampai seragam pun disiapkan. Lantaran hal itu, ia menyebutkan, ada disparitas antara dosen pengajar di perguruan tinggi umum dan sekolah kedinasan.
“Bahkan ada kedinasan-kedinasan yang masuk kuliah dibayar full sampai seragam semuanya dibayar, masuk kedinasan langsung diterima. Tapi banyak juga akhirnya tidak keterima dan dengan pembiayaan yang standarnya tidak menggunakan standar kementerian pendidikan,” ujar Dede Yusuf.
“Akibatnya terjadi disparitas juga antara dosen-dosennya yang mengajar di Kementerian Pendidikan dan dosen-dosen yang mengajar di K/L lainnya,” sambungnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kiki Yuliati mengatakan anggaran per mahasiswa di sekolah kedinasan cukup besar. Bahkan, menurut dia, ada anggaran yang mencapai Rp 67 juta untuk satu mahasiswa per tahunnya, anggaran itu merupakan kalkulasi rata-rata.
“Bisa kita lihat betapa besarnya anggaran per mahasiswa per tahun yang dialokasikan oleh K/L bahkan ada yang sampai Rp 67.000.000 per mahasiswa per tahun. Jadi kalau kita lihat sangat tinggi, betul sekali Bapak pimpinan sangat tinggi padahal ini sama-sama warga negara Indonesia,” kata Kiki.
Ia menyebutkan prodi yang dihadirkan juga tak terlalu berbeda dengan perguruan tinggi umum. Kemendikbudristek menaruh perhatian akan hal itu.
“Dan ada di antaranya adalah di prodi yang tidak ada bedanya dengan kita, dari yang umum. Jadi khusus untuk BIN data tidak disediakan, baik nama mahasiswa nama dosen tidak dibuka, dan itu ada bagian dalam pengaturannya,” ujar Kiki.
“Kementerian Agraria belum mengumpulkan data karena nggak pakai anggaran fungsi pendidikan,” sambungnya. (Web Warouw)