Oleh: Toga Tambunan *
PADA PIDATO dalam Rakernas IV PDIP di Jiexpo Kemayoran Jakarta, 29 September 2023, Joko Widodo selaku Presiden RI maupun kader tertinggi PDIP, mengingatkan pak Ganjar Pranowo, cawapresnya PDIP, dengan aksen perintah:
“Pak, nanti habis dilantik besoknya langsung masuk ke kedaulatan pangan. Ngak usah lama-lama, persiapannya kerjakan sekarang, begitu dilantik besoknya kerja kedaulatan pangan….”
Demikianlah kalimat itu, berkesan pak Ganjar Pranowo sudah pasti penggantinya menjabat Presiden yang akan datang.
Jika ditafsirkan demikian, berarti itulah tehnik Jokowi menunjuk pilihannya diantara tiga nama capres yang kini tampil memenuhi langit pilpres 2024.
Tunggu dulu. Perhatikan juga pendapat para ahli dibidang semiotika tentu punya analisa atas ucapan serta gestur Jokowi itu. Siapa tahu mungkin argumennya bertolak punggung dengan asumsi diatas.
“Siapa dipilih Jokowi, itulah pilihan kita” begitu cetusan sikap formal warga Indonesia relawan pro Jokowi yang berhasil mengantar 2 periode Jokowi menjabat tampuk pemerintahan, demi menjamin prakarsa Jokowi meningkatkan pembangunan kesejahteraan tetap berlangsung.
Jika asumsi pilihan pasti Jokowi adalah Ganjar Pranowo dicantelkan ke hasil survei warga Indonesia puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi mencapai 81%+, angka ini mencengangkan, sudah dapat direka putaran pemilu akan terjadi satu putaran saja.
Rakernas ke IV PDIP ini menyorotkan cahaya khusus yaitu menegakkan opini sadar bernegara berbangsa lebih tegas terhadap “Kedaulatan Pangan untuk Kesejahteraan” sehingga menjadi sentral kedaulatan NKRI.
Tidak disebutkan untuk kesejahteraan siapa kedaulatan pangan itu, apakah untuk elite atau masyarakat, merupakan cacad nalar / cognitive disabilities prinsipil penyusun teks tema tersebut. Tanpa menunjuk golongan yang paling miskin dan paling berkepentingan pangan itu, tema tersebut nampaknya ditampilkan untuk gincu bibir di mulut, hanya retorika belaka atas nama Marhaenisme.
Pajangan pameran yang diselenggarakan heboh itu, apakah benar lanjutan idee dan hasil aksi para eksponen tani PDIP, pemandu kaum marhaen di ladang atau sawah atau tambak? Ormas tani PDIP pun sebelumnya tidak pernah terdengar, juga programnya tentang mewongke marhaen.
Misalnya apa sikap politik PDIP terhadap RUU Perampasan Aset Koruptor?
Baiklah kita sambut Rakernas IV itu berhubung pemikirannya lebih tegas terhadap kedaulatan pangan, pengungkit definitif kesadaran ulang PDIP dalam rangka realisasi berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan yang selama ini merana.
Hilirisasi segala bahan mentah dalam negri RI, dapat terjamin berlangsung konkrit tatkala dipangku kuat kondisi kedaulatan pangan yang terwujud jika fokus dilakukan transformasi menyeluruh pertanahan agenda Reformasi Agraria. Reformasi Agraria ini sudah diagendakan dalam Nawa Jokowi tapi realisasinya jauh mencapai target. Targetnya bukan mengutamakan sertifikasi lahan, tapi keadilan terhadap penggunaan tanah.
Kombinasi politik berpogram hilirisasi dan politik berpogram reforma agrararia, landasan kokoh mencapai NKRI yang sejahtera adil makmur. Kunci pemajukan bangsa dan negara RI, adalah kombinasi hilirisasi dan reforma agraria.
Seriuskah PDIP terhadap politik kedaulatan pangan untuk kesejahteraan masyarakat ini? Tindak lanjutnya tentunya menunjuk siapa sosok wapresnya Ganjar Pranowo yang kapabel menunaikan politik Reforma Agraria tersebut, berpedoman pada gagasan Ir. Gunawan Wiradi, tokoh Reforma Agraria. Siapa sosoknya?
Tadinya ada sosok yang nampaknya kuat berorientasi politik Reforma Agraria itu, tapi kini dia sudah diluar PDIP. Tapi kebetulan bukankah bacawapres yang dicari berasal dari luar?
Siapapun sosok bawacapres asalkan tangguh tangkas gesit merealisasi Reforma Agraria, pasti menjamin lancar politik hilirisasi, pembawa NKRI ke jenjang atas kesejahteraan lengkap tinggi.
Seiring itu Jokowi pun cawe-cawe telah mewanti-wanti Presiden RI kudu bernyali berani menghadapi tantangan dari pihak intoleran berbasis SARA dan separatis dalam negeri maupun rongrongan negara luar negeri menstel proxinya kembalikan praktek kolonial.
Orientasi partai umumnya eklusif itu berkoalisi taktis diajang langit persaingan elektoral menjelang 2024 ini, hingar bingar gonta ganti pasang buka bacawapres sudah sangat terang benderang menyatakan paradigma partai-partai eksklusif itu ternyata memenuhi kepentingan nafsu memuaskan syahwat berkuasa untuk kelompoknya saja, tidak memperjuangkan kebutuhan masyarakat, utamanya mayoritas warga strata bawah. Buktinya para parpol itu nyata menolak RUU Perampasan Aset Koruptor sejak 15 tahun lebih.
Memang patut dicatat Rakernas IV PDIP yang berlangsung belum lama ini, baru inilah partai dan baru kali ini menampilkan program kepentingan mendasar masyarakat, kunci ilmiah pemajukan NKRI. Tapi itupun baru tertulis. Pakteknya nanti?
Kondisi ini kini dimanfaatkan nekolim memperalatkan proxinya kaum intoleran berbasis identitas agama, memecah persatuan kesatuan Pancasilais, meruncingkan perbedaan lumrah dari sononya Megawati terhadap Jokowi atau sebaliknya, dengan menyeret pula putranya ke dalam pusaran kritis, beralasan dipenuhinya standard kualifikasi kemajuan anak muda.
Demi kepentingannya dikabarkan, Prabowo menggaet Gibran Rakabuming Raka, bacawapresnya terkuat. Lalu sikap Jokowi? Policy menggendong Gibran ke pusaran kritis bagi kalangan relawan Jokowi ini, cara untuk memenuhi syahwat berkuasa belaka.
Keakraban erat Jokowi dengan Prabowo Subianto, sementara tak berhasil menggandengkannya sebagai cawapresnya Ganjar Pranowo disamping secara organisatoris terdisplin kader tinggi PDIP menghembuskan awan kebingungan fans Jokowi.
Paternalistik budaya warga Indonesia yang tercermin dalam sikap kebanyakan para relawan Jokowi setia ikut memilih sosok pilihannya Jokowi. Padahal Jokowi diperkirakan tidak akan menyebut nama sosok dipilihnya di bilik suara.
Mulai gencar anjuran golput untuk pemilu 2024 pertanda merebaknya pandemi kebingungan.
Kini manuver hingar bingar elite parpol mengagitasi dan menebar iklan kecapnya nomor satu, serta adanya gejala diakselerasi friksi antar warga, menjadikan kondisi ini tepat saatnya bagi relawan Jokowi sebagai pendidikan politik meninjau sikap cara menentukan sosok dipilih di bilik suara. Bukan secara turut saja sosok pilihannya Jokowi, melainkan berdasar pengamatan atas orang yang berpolitik sependirian Jokowi, yakni Pancasilais Patriotik, ide Marhaenisme Soekarnois, cinta RI UUD 1945 yang Asli. Sosok demikianlah dipilih dibilik suara pertanda relawan-setianya Jokowi.
Para pencinta Jokowi terdiri dari marhaen, buruh, pemodal nasional patriotik, budayawan/akademisi, dan aparat negara Pancasilais Patriotik terutama generasi muda tertuntut sudah semakin perlu terorganisasi memadukan pendirian, sikap dan tindak konkrit bersatu mandiri, sehingga tercegah munculnya rezim proxy nekolim tipe baru kelanjutannya atau pun sekaumnya rezim orba Soeharto.
Lembaga NED (National Endowment for Democracy) dan IRI (International Republican Institute) tangan CIA sangat gencar beroperasi aktif mengerayangi semua peluang celah terkecil sekali pun, menebar racun yang dikemas menarik perhatian bermerek revolusi warna. Waspada!
Patriotisme itu tidak sekadar pasang emblem Diponegoro atau pahlawan Nasional lainnya.
Eksistensi NKRI dipertaruhkan pada pemilu dan khususnya pilpres 2024 ini. Peran relawan Jokowi dan warga Pancasilais Patriotik, terlebih anak-anak Jokowi, dituntut menyatakan konkrit persatuan kesatuan cantut taliwondo, menstop kegalauan tekateki ini.
Merdeka!
Bekasi, 09 Oktober 2023.
*Penulis Toga Tambunan, pengamat sosial politik