Sabtu, 5 Juli 2025

Platform & Microchip LB3

Oleh: Toga Tambunan *

PADA TENGAH malam 31 Desember, saat menjelang pergantian tahun, kita umat Kristen lazim melanjutkan tradisi mengevaluasi hidup yang telah dilewati. Sekaligus menyusun destinasi yang akan diraih. Tentu begitu juga pada tutup tahun 2022 & buka tahun 2023 ini. Barangkali demikian juga lazim berlangsung pada umat beragama non Kristen.

Basis pikiran meracik destinasi di masa depan, tentu saja berangkat dari apa saja modal intern yang dimiliki seseorang. Para akademisi mengamati, dan mengetahui, pada umumnya manusia berparadigma
cogito ergo sum. Teori Descartes ini dari dulu telah disambut gegap gempita di seluruh penjuru demi mencapai probabilitas kejayaan hidup yakni tuntutan nafsu tubuh.

Nafsu tubuh itu menginisiasi diri bersangkutan berkreasi menggenapi tuntutannya akan kenikmatan yang tak kunjung berujung itu.

Sampai kini demikian juga diagungkan hingga berfungsi jadi pedoman tehnis berpikir manusia. Rumusan itu menurunkan petunjuk proses merangkai rasio akal hingga mencetak moral bermotto : diluar cogito ergo sum tentu pasti salah, maka
sesuatu diluar cogito ergo sum dinyatakan omong kosong.

Berikutnya lagi, cogito ergo sum itu setampuk seiring terhadap teori proses seleksi alami atau teori evolusi Darwin. Jadilah makin dikukuhkan penobatan oleh banyak cerdik pandai itu, terhadap rumusan Descartes itu berfungsi pedoman manusia berakal budi.

Hingga teori Descartes itu wajarlah menyingkirkan dinamika nalar proporsional akalbudi terkait komponen hidup selain tubuh yang seyogianya komplementer. Bukankah manusia tidak hanya daging tubuh doang?

Selama ini hingga tutup & buka tahun ini, begitulah mainstream paradigma umumnya manusia. Termasuk umumnya beragama Kristen, dalam prakteknya demikian sekalipun bersamaan itu aktif intermesso rajin ikuti liturgi kebaktian tiap minggu.

Namun alih-alih menemukan presisi akurat ternyata pandangan Descartes tetap memproduksi galau. Kehidupan tetap labil. Demi memenuhi tuntutan memuaskan nafsu tubuh kemewahan duniawi.

Dalam praktek sehari-hari, seseorang rasional tuntas peraih nobel, dapatkah di saat tidur juga simultan bekerja praktis, atau sanggupkah mengolah air biasa jadi anggur?

Manusia malas berpikir tentang hal itu. Orang Kristen pun hanya tahu keajaiban bisa pindahkan gunung itu sebatas tahu doang, tanpa aksi mendalami.

Sebaiknya malam mengawali tahun 2023 ini, kita ingat, introspeksi: adakah dapat menghirup oksigen, paru-paru itu jika berupa seonggok daging terletak diam? Kok ada peristaltiknya? Peristaltik paru-paru bukan reka rancang bersangkutan atau kerabatnya. Begitu juga segala gerak peristaltik organ tubuh manusia, bukan produk manufaktur olahan fabrikasi tehnologi super high canggih manusia. Sistim kendalinya tidak ditangan bersangkutan. Peristaltik pada semua perangkat biologis tubuh itu langsung dikendalikan oleh pusat kendali Elohim Jahweh.

Tombol klik kendali itu di jari Elohim Jahweh. Sungguh ajaib, citra Elohim Jahweh faktual eksis dalam kejadian sederhana maupun spektakuler. Misalnya yang spektakuler diantaranya ialah arus angin tidak bisa diatur semau BMKG, kecepatant sinar matahari tidak bisa diperlambat manusia. Subduksi lempengan antar benua / wilayah; tehnologi milik siapa sanggup memprosesnya berhenti? Sungguh super high ajaib tak tertandingi.

Pada malam masuk ke tahun 2023 ini, selayaknya kita menangkap pendekatan Elohim Jahweh yang berkehendak agar manusia mengaktifkan nalar yang tanggap. Seseorang pasti tanggap asalkan lebih dulu sedia melepaskan perilaku malas berpikir.

Pada malam pergantian tahun itu, berangkat dari rumusan Descartes, selalu kita rancang destinasi nafsu tubuh, bukan berbasis kebaikan Elohim Jahweh itu, melain ekspresi cogito ergo sum Descartes. Jangkuannya hanya pendek setahun di depan. Destinasi tahunan doang yang tak tahu haluannya dan ujungnya kemana. Sesungguhnya tidak patut disebut destinasi karena tidak ada kepastiannya. Reka niat itu hanya coba berangan-angan. Begitulah tahun per tahun.

Sungguh tak ayal dapat dipastikan arahan Descartes itu merupakan aplikasi rancangan setan atau iblis yang disebut Lucifer. Setan/iblis mengikat manusia melekat erat pada dirinya seraya injeksikan nafsu memuaskan selera tubuh yang tak berujung itu pada manusia sehingga akan tetap berada di bumi. Lucifer berkepentingan mengagalkan kita berpotensi reka rancangan Yesus.

Padahal, Yesus, Anak Tunggal Elohim Yahwe itu sudah menyampaikan pendekatan BapakNya:

“Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: “Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?” Ia berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, – maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. [Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa.]” (Matius 17:19-21)

Kualami sendiri kemalasan berpikir perihal kebaikan, kemurahan hati Elohim Jahweh itu, yang antara lain memberi kita potensi memindahkan gunung.

Rohkudus pun selanjutnya melalui Rasul Paulus menggugah manusia:

“Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih. Dahulu kamu berlomba dengan baik. Siapakah yang menghalang-halangi kamu, sehingga kamu tidak menuruti kebenaran lagi? Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka”. (Galatia 5:6-7)

Hal bersunat atau tidak bersunat, sudah ditiadakan, asalkan berplatform kasih yang memuat iman sebagai mikrochip kebenaran mencapai Langit Baru Bumi Baru (LB3) yang merupakan satu-satu destinasi manusia yang berkenaan bagi Elohim Jahweh. Destinasi LB3 inilah kembara manusia yang terdiri bukan hanya komponen tubuh, melainkan juga komponen jasmani dan komponen roh.

Selanjutnya Galatia 5:13: “Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” 

Dengan platform kasih dan mikrochip iman itu manusia bisa bebas merdeka dari jerat cengkraman nafsu komponen tubuh yang tak berkesudahan itu.

Merujuk platform dan adanya mikrochip yang sudah biasa kita kenal fungsinya dahsyat dalam perangkat hp, komputer, dan berbagai properti lsin yang kita gunakan sehari-hari. Tehnologi jenis itu juga sehingga roket dapat mengusung satelit mengorbit ke angkasa luar bahkan mencapai lingkungan matahari. Tehnologi super high canggih itu dikuasai manusia atas izin Elohim Jahweh merupakan arahanNya kepada akal budi manusia agar berpikir sehingga diri kita memiliki aplikasi tehnologi platform bermikrochip, seperti manusia aktivasi pada berbagai properti.
Mikrochip itu hanya sebesar beras, mungkin lebih kecil dan tipis. Namun berdaya ajaib.

Dua ribu tahun lalu Yesus yang Tuhan itu sudah bermaklumat: Aku berkata kepadamu: “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, – maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”

Iman sebesar biji sesawi analog dengan mikrochip. Lebih dua ribu tahun lalu Yesus sudah menginformasikan keajaiban materi yang bentuknya sebutir biji sesawi atau kini kita namakan mikrochip.

Mencapai destinasi LB3 yang dipersiapkan Elohim Jahweh untuk manusia, hanyalah dengan “tehnologi” (baca: berkesadaran) platform kasih bermuatan mikrochip LB3.

Pada malam mengawali tahun baru 2023 ini selayaknya bangkitkan “tehnologi” /kesadaran berplatform kasih mikrochip LB3, pengorbitkan diri menjelajah hari depan yang pasti mencapai hidup kekal di Langit Baru Bumi Baru.

SELAMAT TAHUN BARU 2023.

* Penulis Toga Tambunan, Evangelis dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru