Senin, 16 September 2024

PRESIDEN HARUS TAU NIH..! Dr. Kurtubi Bongkar Kerugian Indonesia di Blok Tangguh dan Blok Masela

JAKARTA- Pakar energi Dr. Kurtubi membeberkan kerugian negara akibat UU Migas 22/2001. Ia memberi contoh pada pengelolaan Blok Tangguh di Papua Barat dan Blok Masela , Maluku.

Cadangan gas besar di Maluku Tenggara diserahkan kepada Perusahaan INPEX. Cadangan gas besar di Papua diserahkan kepada British Petroleum (BP).

“Apa hasilnya? Rakyat sudah tahu! Pabrik LNG Masela di Maluku setelah belasan tahun di bangun hingga hari ini belum selesai,” katanya dari Houston, Texas, Amerika Serikat kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (27/6)

Sampai-sampai Pertamina menurutnya, saking butuhnya LNG, akhirnya berikhtiar untuk membeli LNG dari Mozambiq dengan menggunakan kontrak jangka panjang pada saat Dirutnya Karen Agustiawan.

“Beberapa tahun kemudian dibatalkan secara sepihak oleh Pertamina dibawah Dirut Ibu Nicke. Belakangan menjadi masalah karena harus bayar denda,” ujarnya.

Kedua ia mengungkap, pabrik LNG Tangguh di Papua yang dibangun oleh BP sudah selesai. Namun LNG nya dijual murah ke Fujian, China. Karena menggunakan Formula harga jual yang salah untuk kontrak jual beli jangka panjang.

“Sebagai catatan,–formula dengan menggunakan model regresi yang sangat sederhana, Y = a + bX; dimana Y adalah harga jual LNG ke Fujian, X adalah harga Crude oil dengan constraint X yang harus lebih kecil atau sama dengan $38/ bbls. Pada saat kontrak ditandatangani X = $17/bbls,” ujarnya.

Kurtubi menjelaskan, seharusnya dalam teori ekonomi energi yang paling primitif, dalam jangka panjang harga migas harus naik setiap tahun minimal sebesar tingkat suku bunga.

“Agar pemilik SDA yang non renewable ini tidak dirugikan kapanpun dijual,” jelasnya.

Studi-studi Petroleum Econometric Modeling menunjukkan bahwa antara minyak dan gas terbukti ber-cointegrasi dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek bisa saja harga minyak dan gas turun sehingga terjadi “buyer market” tetapi keseimbangan baru pasti akan terjadi dengan naiknya demand atau supply yang menurun.

“Artinya, harga gas selalu berfluktuasi dan bercointegrasi mengikuti harga crude. Sehingga Pemerintah yang menyetujui formula harga jual jangka panjang dimana constraint variable bebas (X) menggunakan harga crude oil yang sangat rendah hanya $38/bbl adalah merupakan langkah kebijakan yang salah,” katanya.

Ia mengingatkan, meskipun kondisi pasar LNG waktu itu sedang “buyer market” yang bersifat sesaat, karena harga crude yang rendah untuk jangka pendek. Kemudian harga crude pasti naik lagi. Fakta statistik menunjukkan hal yang sama dengan teori, dimana harga crude naik merayap sampai menembus diatas $100/bbls.

“Setelah penjualan LNG Tangguh ke Fujian berjalan bertahun-tahun dengan harga super murah yang dinikmati oleh buyer di Fujian, kemudian harga crude naik merayap menembus $100/bbls. Setelah didesak, akhirnya, pihak buyer setuju untuk mengoreksi formula harga jual yang sangat merugikan Indonesia,” katanya.

Pasalnya menurut Kurtubi, LNG yang dibangun dan dijual oleh Pertamina ke Jepang, Korea dan Taiwan dihargai sekitar $14/ mmbtu. Sedangkan LNG Tangguh yang dijual ke Fujian dihargai pada level harga konstant selama bertahun-tahun sekitar $4/mmbtu.

Ia mengingatkan kesulitan membenahi Pertamina bersumber dari UU Migas 22/2001 yang disahkan semasa Presiden Megawati Sukarnoputri dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, pemerintah dalam mengembangkan cadangan gas besar harus menunjuk pihak ketiga.

“Saya tidak tahu apakah penganugerahan gelar kehormatan berupa Doktor Honoris Causa pada Presiden RI ke 5 Megawati Soekarnoputri dari Normal Univetsity di Fujian ini ada kaitannya dengan kontrak jual beli jangka panjang LNG Indonesia – Tiongkok yang terbukti sangat merugikan Indonesia,” ujarnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru