JAKARTA- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan, bahwa ketersediaan energi nasional adalah kunci dalam mengentaskan kemiskinan dan kunci dalam mengurangi ketimpangan. Ia menyebutkan, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) Indonesia saat ini, baru 50 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sementara yang 50 persen masih tergantung kita pada impor.
“Saya kira ke depan sangat berbahaya sekali apabila kondisi ini masih kita pakai terus menerus tanpa kita melakukan research, tanpa kita melakukan terobosan-terobosan dalam membangun ketahanan energi kita, utamanya karena kita sekarang memiliki produksi CPO yang kecil,” kata Presiden Jokowi saat memberikan arahan pada sidang paripurna Dewan Energi Nasional, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/1) siang.
Padahal, menurut Presiden, kita memiliki biomassa yang juga tidak kecil, memiliki batubara yang tentu saja turunannya ini kalau sebuah research yang baik, baik untuk CPO, baik untuk biomassa, baik untuk batubara dan bahan-bahan yang kita miliki akan memberikan terobosan, sehingga kita tidak ketergantungan terus pada yang namanya BBM.
“Saya kita seperti ide penemuan cell gas di Amerika, kira-kira terobosan seperti itu yang kita inginkan. Misalnya CPO dengan produksi, apa dengan hutan kelapa sawit kita yang mencapai 13 – 14 juta hektar, saya kira ini memberikan sebuah peluang kepada kita bahwa kita tidak ada ketergantungan dengan negara yang lain,” tutur Presiden Jokowi saat memberikan arahan pada rapat terbatas mengenai rencana umum energi nasional, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/1) siang.
Karena itu, menurut Presiden, jangka panjang dengan kalkulasi dan perhitungan seperti itu harus betul-betul dihitung, dikalkulasi sehingga kita mempunyai sebuah rencana jangka menengah, jangka panjang sehingga ketakutan kita akan kekurangan BBM, kekurangan energi itu betul-betul sudah terdesain sejak awal. “Ini yang sampai sekarang menurut saya betul-betul belum kita seriusi secara baik,” ujarnya.
Kebutuhan
Terkait dengan program listik 35.000 MW, Presiden Jokowi menjelaskan, ini bukan lagi semata-mata target tetapi memang ini kebutuhan. Tetapi hitungan-hitungan sebelumnya memang ini ada kalkulasi, ada perhitungan yang dalam praktik di lapangan pertumbuhan ekonomi dengan perencanaan mengenai pertumbuhan ekonomi yang memang berbeda sehing perlu dikalkulasi lagi.
“Kalau kelebihan saya kira menurut saya tidak ada masalah, tetapi asal tidak kelebihan yang terlalu banyak karena apapun ini akan membuat pemborosan di PLN karena apapun itu harus kita bayar sehingga cost of money nya menjadi tinggi,” jelas Presiden.
Diakui Presiden, saat ini memang konsusmsi listrik per kapita Indonesia masih rendah dibandingkan negara di Asian lainnya, yaitu hanya 917 Kwh di tahun 2015, sementara di Vietnam sudah 1.795 Kwh, di Singapura bahkan sudah 9.146 Kwh.
Namun kalau kita ingin tumbuh lebih cepat lagi, menurut Presiden, dengan membangun lebih merata lagi di seluruh pelosok tanah air maka kebutuhan konsumsi listrik juga akan makin meningkat.
Untuk itu, Presiden Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Dewan Energi Nasional (DEN) dapat memberikan solusi dari dua hal itu.
Kepada Bergelora.com, sidang paripurna DEN itu juga dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Menteri ESDM Ignasiun Jonan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menhub Budi K. Mulyadi, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan anggota Dewan Energi Nasional. (Enrico N. Abdielli)