Sabtu, 5 Oktober 2024

PRESIDEN PRABOWO HARUS LEBIH KERAS..! RUU Perampasan Aset yang Belasan Tahun Tak Kunjung Disahkan DPR RI

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana belum disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024. Padahal, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana itu mulai disusun oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang atau tepatnya tahun 2008.

Bahkan, di tahun 2012, RUU ini diajukan masuk legislasi nasional. Namun, belasan tahun berlalu usulan itu tak kunjung diundangkan.

RUU Perampasan Aset Tindak Pidana baru masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI tahun 2023.

RUU Tersebut Masuk Sebagai Usulan Dari Pemerintah. Sebelumnya, pada 2021, PPATK telah meminta agar RUU tersebut bisa segera disahkan.

Adapun RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini merupakan aturan yang bertujuan mengejar aset hasil kejahatan, bukan terhadap pelaku kejahatan.

Dengan adanya RUU ini, perampasan aset tindak pidana dimungkinkan tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku.

RUU ini juga membuka kesempatan untuk merampas segala aset yang diduga sebagai hasil tindak pidana, dan aset-aset lain yang patut diduga akan atau telah digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.

DPR Desak Pemerintah Terbitkan Surpres

Pada 29 Maret 2023, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana kembali mencuat karena disingung Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), yang saat itu masih dijabat Mahfud MD, dalam rapat dengan Komisi III DPR RI.

Di situ, Mahfud meminta Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul untuk mendukung pengesahan baleid itu. Sebab, RUU tersebut dinilai akan mempermudah pemerintah untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sejumlah anggota Komisi III DPR RI pun mendesak pemerintah untuk mengirimkan surat presiden (surpres), naskah akademik, dan draf RUU Perampasan Aset Tindak Pidana agar bisa dibahas di Badan Legislatif (Baleg).

Beberapa anggota Komisi III DPR RI tersebut yakni Arsul Sani dan Hinca Panjaitan. Mereka mengaku tidak ingin para anggota dewan yang dianggap tak mau membahas baleid tersebut.

Barulah pada 4 Mei 2023, pemerintah mengirim surat presiden terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke DPR RI.

Sayangnya, hingga rapat paripurna terakhir DPR RI pada Senin (30/9/2024) hari ini, pembahasan RUU itu belum pernah dilakukan.

Tak Ada Komitmen

Banyak pihak dan kalangan yang mendukung agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi undang-undang.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman juga menilai DPR tidak berkomitmen dalam membahas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.

Menurutnya, regulasi dalam RUU Perampasan Aset ini sangat dibutuhkan untuk efektivitas pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya, khususnya dari aspek pengembalian aset hasil kejahatan.

”RUU ini tidak otomatis akan mengembalikan situasi dari korup menjadi tidak korup, tidak. Tetapi, instrumen ini sangat penting sebagai regulasi yang efektif memberantas korupsi dan tindak pidana lain, khususnya tindak kejahatan ekonomi,” ujar Zaenur, 16 Mei 2024.

Selanjutnya, ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih juga menilai, DPR tidak komitmen dalam mengawal RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Yenti tak memungkiri bahwa produk undang-undang tidak bisa dilepaskan dari faktor politik.

Akan tetapi, sikap DPR terkait RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sangat memperlihatkan tidak adanya komitmen politik terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air.

“Komitmen politik terhadap pemberantasan korupsi tidak ada, ini sudah sangat terlambat,” kata Yenti.

Bukan hanya dari kalangan akademisi dan pakar hukum, dukungan terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset juga disuarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Hal itu tertuang dalam Keputusan Ijtima’Ulama/VIII/2024 dalam buku Konsensus Ulama Fatwa Indonesia yang diterbitkan MUI Juni 2024.

Alasan DPR berlarut-larut Sejak DPR menerima surpres RUU Perampasan Aset,

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan, pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana akan berlangsung alot dan panjang.

Menurut Bambang, para ketua umum (ketum) partai politik (parpol) juga akan menyatakan sikap terkait RUU tersebut sebelum dibahas lebih lanjut.

“Alot. Panjang dan alot. Makanya saya ngomong dulu, karena ini panjang dan alot. Yang namanya UU ini, ketum pasti akan bicara. Ketum-ketum partai pasti akan bicara,” ujar Pacul saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 25 Mei 2023.

Pada Juni 2024, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus mengungkapkan, terhambatnya pembacaan surpres tersebut dalam rapat paripurna karena proses politik yang belum selesai di antara fraksi-fraksi partai politik (parpol) parlemen.

“Itu kan ada proses secara politik di antar fraksi, itu kan masih berjalan gitu loh. Sehingga mereka setelah bulat, baru sampai ke kami-kami pimpinan itu,” ucap Lodewijk.

Tak selesai di DPR periode 2019-2024 Menjelang masa akhir jabatannya,

Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan sinyal tidak akan menuntaskan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana pada periode 2019-2024 ini.

Menurutnya, masa kerja DPR periode 2019-2024 sudah tidak panjang lagi. Adapun akhir masa jabatan DPR periode ini berakhir pada 30 September 2024.

“Ini kan waktunya sudah pendek sekali. Dan nanti kan akan ada anggota DPR periode selanjutnya,” kata Puan di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, 10 September 2024.

Senada, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyatakan, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak dapat disahkan di sisa masa jabatan DPR periode 2019-2024.

Politikus Partai Nasdem ini mengeklaim, keterbatasan waktu merupakan kendala utama untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset.

Sahroni menyebutkan, semua fraksi di DPR memerlukan waktu yang cukup untuk membahas secara mendalam berbagai aspek terkait RUU tersebut.

“Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) ingin RUU Perampasan Aset segera diselesaikan. Tapi karena masa sidang tinggal beberapa hari lagi, kemungkinan besar pembahasan akan dilanjutkan pada periode sidang berikutnya,” ujar Sahroni. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru