KYIV – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui, negaranya akan kalah dari Rusia jika Amerika Serikat (AS) memangkas bantuan.
Kepada Fox News pada Selasa (19/11/2024), ia menyebut, Ukraina akan kalah dalam perang melawan Rusia jika AS memotong dana militer untuk Kyiv.
“Jika mereka memotongnya, kami akan kalah. Kami akan berjuang. Kami memiliki produksi kami, tetapi itu tidak cukup untuk menang. Dan saya pikir itu tidak cukup untuk bertahan,” katanya.
Pernyataan Zelensky datang ketika penyediaan bantuan dari Amerika Serikat berada pada ketidakpastian, menyusul hasil Pilpres AS 2024.
Presiden AS terpilih Donald Trump adalah seorang yang sangat skeptis terhadap miliaran dolar yang telah diberikan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden kepada Ukraina sejak invasi Rusia dimulai pada 2022.
Trump telah berulang kali berjanji untuk mengakhiri perang dengan cepat, tetapi belum memberikan rincian tentang bagaimana dia akan melakukannya.
Minggu ini, para sekutunya telah menyuarakan kritik keras terhadap keputusan Biden untuk mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh yang dipasok AS untuk serangan di dalam wilayah Rusia. Mereka menuduh Biden telah melakukan eskalasi yang berbahaya.
Zelensky mengatakan kepada Fox News, bahwa persatuan antara Ukraina dan Amerika Serikat adalah hal yang terpenting. Ia yakin Trump dapat memengaruhi Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri perang, karena dia jauh lebih kuat daripada Putin.
“Putin bisa saja bersedia dan mengakhiri perang ini, tapi itu juga tergantung pada Amerika Serikat. Putin lebih lemah dari Amerika Serikat,” katanya.
Dengan Rusia yang semakin kuat dan meningkatnya pembicaraan tentang negosiasi, Ukraina waspada akan berada pada posisi yang kurang menguntungkan dalam hal penyelesaian perdamaian.
Putin Terbuka untuk Gencatan Senjata
Sementara itu kepada Beegelora.com di Jakarta dilaporkan dari Moskwa, Presiden Rusia Vladimir Putin membuka peluang untuk membahas gencatan senjata di Ukraina dengan Donald Trump, yang baru saja terpilih kembali sebagai Presiden AS.
Namun, Kremlin menegaskan bahwa negosiasi harus mencakup syarat utama yaitu Ukraina meninggalkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO.
Menurut lima pejabat Rusia yang mengetahui pembicaraan ini, kesepakatan potensial akan mencakup pembekuan konflik di garis depan saat ini.
Namun, wilayah seperti Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson—yang sebagian besar sudah dikuasai Rusia—akan tetap menjadi bagian dari Rusia, meski detail pembagiannya masih bisa dinegosiasikan.
“Jika Ukraina tetap netral, barulah hubungan bertetangga baik mungkin terjadi,” ujar Putin dalam forum diskusi Valdai pada awal November, dilansir Reuters.
Krisis NATO dan Realita Lapangan
Putin juga menekankan bahwa perjanjian gencatan senjata tidak akan membuahkan hasil jika Ukraina tetap membuka pintu untuk NATO.
Selain itu, dua pejabat Rusia menyebut keputusan pemerintahan Biden untuk mengizinkan Ukraina menggunakan rudal ATACMS untuk menyerang wilayah Rusia sebagai “eskalasi besar” yang memperumit negosiasi.
Namun, di sisi lain, Kremlin menyatakan bersedia mempertimbangkan pengurangan kehadiran militernya di wilayah tertentu seperti Kharkiv dan Mykolaiv.
Trump dan Strategi Perdamaian
Trump, yang dikenal dengan pendekatan negosiasinya, berencana berbicara langsung dengan Putin untuk mencapai kesepakatan.
“Dia satu-satunya yang dapat mendamaikan kedua belah pihak,” kata Direktur Komunikasi Trump, Steven Cheung.
Meskipun begitu, tantangan tetap besar. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersikeras bahwa tidak ada kesepakatan damai tanpa pengusiran total pasukan Rusia dari wilayah Ukraina yang diakui secara internasional sejak 1991.
Saat ini, Rusia menguasai sekitar 18 persen wilayah Ukraina, termasuk Krimea dan sebagian besar Donbass. Sementara itu, Kyiv menghadapi tekanan besar untuk mempertahankan klaim teritorialnya di tengah perang yang telah menewaskan ratusan ribu tentara dan menggusur jutaan warga sipil.
Pejabat Rusia lainnya memperingatkan Barat untuk menerima “kebenaran pahit” bahwa dukungan militer ke Ukraina tidak akan mencegah kemenangan strategis Rusia.
“Kemenangan ini adalah kepentingan vital bagi Rusia untuk mempertahankan wilayah berbahasa Rusia dan mengamankan Krimea,” ujar sumber senior Kremlin.
Negosiasi mendatang akan menjadi ujian berat bagi semua pihak, terutama untuk menghindari eskalasi lebih lanjut yang bisa memicu konflik global. (Web Warouw)