Rabu, 27 September 2023

Rosatom dan PLTN Bangladesh

Oleh: Markus Wauran *

MENARIK untuk menulis PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) Bangladesh saat ini karena, pertama, Bangladesh pernah belajar soal nuklir di-Indonesia dengan pihak BATAN (sekarang telah dilebur kedalam BRIN-BADAN RISET DAN INIVASI NASIONAL). Namun Bangladesh lebih dulu bangun PLTN, sedangkan Indonesia jalan ditempat sampai saat ini, bahkan mengalami kemunduran baik persiapannya maupun semangatnya. Murid (Bangladesh) lebih maju dari Guru (Indonesia).

Kedua, berlangsungnya peresmian PLTN pertama Turki pada tanggal 27 April 2023 dimana Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Tayyip Erdogan menyaksikan secara virtual pengisian perdana elemen bakar nuklir ke PLTN pertama Turki dari total 4 unit PLTN yang dibangun oleh ROSATOM, perusahan raksasa nuklir Rusia dengan anggaran USD 20M.

PLTN ini terletak di-Akkuyu, Provinsi Mersin, bagian Selatan Turki. Tipe reaktornya adalah VVER/PWR masing-masing dengan kapasitas 1200MWe. PLTN unit-1 Turki ini mulai dibangun tahun 2017 bersamaan waktu dengan pembangunan unit-1 PLTN Bangladesh.

PLTN unit-1 Turki ini direncanakan selesai dan beroperasi pada tahun 2023 sebagai hadiah bagi Peringatan 100 tahun Kemerdekaan Turki dan rencana tersebut terwujud, dengan peresmian diatas.

Diketahui bersama, Turki adalah anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization), dimana organisasi ini terdiri dari 30 negara Eropah dan 2 negara non-Eropah yaitu AS dan Kanada.

Dalam perang Ukraina-Rusia, NATO dengan sponsor utama AS, mendukung Ukraina, namun Presiden Turki Tayyip Erdogan memiliki hubungan erat dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin dan tidak memusuhi Rusia, bahkan berbeda sikap dengan Negara NATO lainnya terkait perang tersebut. Hubungan baik antara lain terbukti dengan peresmian PLTN unit-1 tersebut diatas.

Di Finlandia, Rosatom juga sedang membangun PLTN, tapi kemudian pada awal 2022 secara sepihak Finlandia mengakhiri kontrak dengan ROSATOM. Akibatnya terjadi saling menggugat yang dimulai oleh Rosatom dan kemudian dibalas oleh FENNOVOIMA, perusahan Finlandia yang menangani PLTN.

Gugatan ROSATOM disebabkan karena pemutusan kontrak secara sepihak oleh Finlandia. Apakah penyebab pemutusan kontrak secara sepihak oleh FENNOVOIMA karena perang Rusia-Ukraina, menarik untuk disimak. Perlu diketahui, Finlandia anggota NATO yang mengikuti sikap NATO, mendukung Ukraina.

Bangladesh telah membuat kemajuan luar biasa di sektor energi selama beberapa dekade. Pada tahun 2015, hanya 77,9% penduduk yang memiliki akses listrik yang meningkat menjadi 93,5% pada tahun 2020 selama empat tahun terakhir. 

Saat ini, 65% dari total listrik dihasilkan dari gas alam, 25% dari bahan bakar cair , 2% dari batu bara, 5% dari daya impor dan hanya 3% dari sumber energi terbarukan.

Bangladesh Power Development Board (BPDB) melaporkan bahwa kapasitas pembangkitan listrik mencapai sekitar 20.000 MW dan daya yang dihasilkan sebesar 13.000 MW pada tahun 2019-2020. Diperkirakan, kapasitas produksi listrik akan meningkat menjadi 21.000 MW pada tahun 2025.

Meskipun pembangkit listrik di Bangladesh telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, infrastruktur yang memadai untuk kelancaran pasokan sumber energi primer sangat diperlukan untuk memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat.

Karena itu Bangladesh melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan investasi energi ramah lingkungan yang diperlukan untuk lebih mengembangkan ketahanan energi, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Ketergantungan pada pembangkit listrik berbasis minyak yang mahal, meningkatkan biaya listrik di Bangladesh. Apalagi berkaca pada krisis minyak yang terjadi pada tahun 1973 dan 2008, dengan kenaikan harga yang berakibat terjadi krisis energi diberbagai Negara karena harga yang melambung. Akibatnya, sangat penting bagi Bangladesh untuk menetapkan strategi diversifikasi energi yang sesuai dengan pasar energi dunia. Diversifikasi adalah strategi ketahanan energi dengan mempertimbangkan peningkatan jumlah sumber energi primer yang sesuai. 

Diversifikasi energi dengan memasukkan berbagai sumber rendah karbon berkelanjutan membantu pembangunan ekonomi negara dan perlindungan lingkungan.

Pemerintah menetapkan untuk menghasilkan 5% dari total permintaan listrik Bangladesh dari energi surya pada tahun 2015 dan 10% pada tahun 2020. Dengan data-data ini, maka tujuan yang dirujuk dalam strategi energi berkelanjutan Bangladesh belum tercapai. Karena itu, Pemerintah Bangladesh merencanakan untuk memproduksi 40 GW energi terbarukan pada tahun 2041.

Namun untuk membangun energi terbarukan untuk memenuhi target tsb, menghadapi berbagai kendala, baik investasi dari luar, kondisi alam, kondisi obyektif dalam negeri dan faktor-faktor lain.

Juga belajar dari pengalam sejarah seperti: 1. krisis minyak thn 1973-1974 akibat negara-negara Arab pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) mengembargo negara-negara pendukung Isreal dalam perang Yom Kippur; 2. Krisis minyak tahun 1979, karena revolusi Iran, dimana Iran sebagai pengasil minyak anggota OPEC terganggu pasokannya; 3. Krisis minyak 2007-2008 karena krisis kredit perumahan di AS yang telah memperlemah nilai dolar yang mendorong naiknya harga minyak mencapai USD147/barel; 4. Terjadi pemadaman listrik pada Nopember 2014, dimana sekitar 70% wilayah Bangladesh mati listrik selama hamper 10 (sepuluh) jam.

Bertolak dari kenyataan dan pengalaman diatas, maka Bangladesh mengambil keputusan untuk membangun PLTN sebagai bagian penting dalam diversifikasi energi.

Bangladesh saat ini sedang membangun 2 unit PLTN Generasi 3+(tiga plus) dengan tipe VVER/PWR masing-masing berkapasitas 1200MWe dengan biaya keseluruhan USD 12,65M yang juga dibangun oleh ROSATOM, sama dengan Turki.

Unit -1 dibangun sejak 2017 dan rencana selesai/beroperasi akhir tahun 2023, dan unit-2 dibangun sejak tahun 2018 dan direncanakan selesai/beroperasi thn 2024. PLTN tsb dibangun di Rooppur, di Upazila Ishwardi, Distrik Pabna, Bangladesh.

Pembangkit listrik ini terletak di tepi Sungai Padma, sekitar 87 mil (140 km) di sebelah barat ibu kota Bangladesh di Dhaka. Untuk mendukung keberhasilan proyek ini, maka pada awal Maret 2018, Rusia, Bangladesh dan India menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) trilateral untuk membangun proyek konstruksi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Rooppur, Bangladesh.

MoU dilakukan oleh BUMN Nuklir Rusia Rosatom, Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bangladesh, dan Departemen Energi Atom India. Memorandum tersebut ditandatangani oleh Wakil Direktur Jenderal Hubungan Internasional Rosatom Nikolay Spassky.

Sementara itu, mewakili Bangladesh dan India adalah Saiful Hoque selaku Duta Besar Bangladesh untuk Rusia, serta Pankaj Saran selaku Duta Besar India untuk Rusia.

Memorandum tersebut mengatur pembagian kerja antara Rusia dan para pakar di India dan Bangladesh. Ketiga negara akan bekerja sama di bidang pelatihan karyawan, pertukaran pengalaman serta dukungan konsultasi untuk memastikan pembangunan PLTN berjalan dengan lancar.

Perusahaan-perusahaan dari India bisa terlibat dalam pekerjaan konstruksi serta penyediaan bahan dan peralatan dari kategoti non-kritis untuk keperluan proyek ini, karena India memiliki pengalaman dalam pembangunan PLTN, dimana PLTN pertama India beroperasi pada 01 April 1969 dengan naama TARAPUR-1, berlokasi di BOISAR.

Saat ini India memiliki 19 unit PLTN yang sedang beroperasi dan 8 unit sedang dibangun. Disaping juga India dan Bangladesh ada hubungan sejarah pertemanan yang erat. Dalam kerja sama trilateral ini, Rosatom menugaskan JSC Atomstroyexport (bagian dari Divisi Reknik Rosatom) sebagai kontraktor proyek. Ruang lingkup kerjanya meliputi desain, produksi, dan penyedia peralatan, konstruksi, instalasi, start-up dan commissioning. Berhubung SDM yang ahli nuklir sangat minim di- Bangladesh, maka ASE(Atomstroyexport) saat ini giat melatih tenaga ahli Bangladesh sebanyak 1.120 tenaga ahli dan 350 pegawai tambahan.

Dalam perjalanan pembangunan PLTN ini, maka berbagai masaalah muncul seperti keterlambatan konstruksi, covid 19, lonjakan ongkos pembangunan akibat antara lain perang Rusia-Ukraina, dll. Shafiqul Islam, Guru Besar Ilmu Nuklir di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS, mengatakan, analisanya menunjukkan pembangkit listrik di Rooppur tergolong kompetitif dari segi komersial, dibandingkan pembangkit listrik tenaga minyak atau energi terbarukan. Namun begitu dia pun mewanti-wanti terhadap lonjakan ongkos akibat keterlambatan proyek.

Akibat masalah-masalah tersebut, maka Pemerintah Bangladesh berpendapat bahwa PLTN unit-1 tidak akan rampung sesuai jadwal yaitu akhir 2023. Akibatnya ada sebagaian masyarakat pesimis atas keberlanjutan proyek ini.

Namun Alexey Deriy, manager proyek Atomstroyexport Rosatom menjamin bahwa PLTN pertama ini akan berlangsung sesuai jadwal, walaupun diakui kelancaran proyek ini tergantung pada banyak factor dan tidak semua berada dalam kuasa mereka.

Namun sampai sekarang pembangunan proyek ini tetap berlangsung dan tidak ada tanda-tanda keterlambatan apalagi pembatalan. Apalagi pada Oktober 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan dengan PM Bangladesh Sheikh Hasina, menegaskan bahwa Rusia akan memasok bahan bakar nuklir baru ke PLTN Rooppur tersebut dan Rosatom akan merayakan kedatangan bahan bakar nuklir tersebut di Bangladesh. Pernyataan ini menandakan bahwa PLTN tersebut akan mulai beroperasi sesuai jadwal yaitu akhir 2023.

Resiko yang terburuk adalah penundaan penyelesaiannya yaitu awalnya direncanakan akhir thn 2023 akan beroperasi atau tertunda pada thn 2024.

Pada 17 April 2023, Uttam Kumar Karmaker, pejabat senior di Divisi Hubungan Ekonomi Bangladesh mengatakan bahwa Bangladesh dan Rusia telah sepakat menggunakan mata uang Cina, yuan, untuk melunasi pembayaran 2 unit PLTN yang sedang dibangun Rosatom. Proyek senilai US$12,65 miliar, 90 persen di antaranya dibiayai melalui pinjaman Rusia yang dapat dilunasi dalam waktu 28 tahun, dengan masa tenggang 10 tahun.

Dalam perkembangan situasi intern maupun ekster dari Bangladesh sejak pemilihan pembangunan PLTN sampai saat ini, maka pilihan PLTN bagi Bangladesh sangat tepat karena beberapa fakta sebagai berikut.

Pertama, pada awal Oktober 2022, setidaknya 130 juta warga Bangladesh mengalami pemadaman listrik. Insiden ini terjadi akibat kegagalan jaringan listrik yang melanda negara itu.

Berdasarkan keterangan perusahaan listrik negara, Power Development Board, lebih dari 80 persen wilayah negara itu mengalami mati listrik setelah pukul 14.00 waktu setempat.

Pemadaman listrik yang parah ini, sudah beberapa kali melanda Bangladesh baik sebelum maupun sesudah pembangunan PLTN, sehingga dengan hadirnya PLTN, diharapkan tidak akan terjadi lagi pemadaman listrik, apapun penyebabnya.

Kedua, Pembangkit listrik yang sangat bergantung pada sumber daya fosil, apalagi di-import, sangat rawan terjadi krisis energi baik karena lonjakan harga maupun karena perang sebagaimana dialami banyak Negara karena perang Rusia-Ukraina, sehingga dengan kehadiran PLTN ini, ketergantungan pada bahan bakar fosil makin berkurang dan tidak dominan lagi.

Ketika, dengan ditetapkannya energi nuklir sebagai energi hijau oleh Uni Eropa pada bulan Pebruari 2022, maka kelompok yang anti PLTN dengan menggunakan isu PLTN tidak ramah lingkungan, tidak akan berkembang di-Bangladesh.

Keempat, makin bertambahnya SDM Nuklir Bangladesh baik kualitas maupun kuantitas sekaligus memiliki pengalaman dalam membangun dan nantinya mengoperasikan PLTN dengan biaya murah karena semuanya ditangani oleh Rosatom.

Dengan fakta-fakta diatas, maka bila awalnya Bangladesh belajar nuklir dari Indonesa, sekarang sebaliknya Indonesia belajar dari Bangladesh, khususnya dari segi semangat, keberanian mengambil keputusan, komitmennya kepada kepentingan nasional secara utuh dan bulat diatas kepentingan kelompok, kematangan politik dari para pemimpin Bangladesh dalam keputusan membangun PLTN. Karena tidak ada gejolak politik yang berarti dan menggema sehingga menimbulkan pro dan kontra atas kehadiran PLTN di negaranya.

Bagaimana nasib PLTN di Indonesia. Masyarakat pendukung PLTN di Indonesia? Jangan banyak berharap, apalagi menjelang Pemilu 2024. PLTN pasti dilupakan.

Semoga ada capres nanti secara terbuka mengatakan bahwa jika dia terpilih Presiden dalam PilPres nanti, maka dia akan bangun PLTN dengan prioritas utama. Kalau ada Capres yang punya komitmen yang kuat dan utuh seperti itu, apakah masyarakat HIMNI (Himpunan Masyarakat Indonesia Indonesia) pilih CAPRES tersebut. Tentu terserah pilihan anda.

Jakarta, 29 Mei 2023.

*Penulis, Drs. Markus Wauran, Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,554PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru