JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar memangkas dana untuk pendidikan kedinasan. Sebab, kata dia, anggaran pendidikan kedinasan sangat besar, yakni mencapai Rp 104,5 triliun per tahun, atau sebesar 39 persen dari anggaran pendidikan di APBN.
Padahal, yang menikmati sekolah kedinasan per tahunnya hanya 13.000 orang. Sementara itu, untuk pendidikan formal dari tingkat dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi, hanya mendapatkan anggaran Rp 91,2 triliun per tahun atau 22 persen dari dana alokasi APBN, meski jumlah siswanya sangat besar, mencapai 62 juta orang.
Hal tersebut disampaikan Mekeng dalam rapat Komisi XI DPR dengan Menkeu Sri Mulyani, Bappenas, hingga Gubernur Bank Indonesia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, dikutip Bergelora.com Sabtu (5/7/2025).
“Pendidikan dasar sampai menengah itu Rp 33,5 triliun. Pendidikan tinggi Rp 57,7 triliun. Totalnya Rp 91,2 triliun. Berapa orang yang menikmati? Kurang lebih 62 juta siswa. Sementara pendidikan kedinasan Rp 104,5 triliun. Siapa yang menikmati? Hanya 13.000 orang. Ini yang saya namakan pendidikan tidak berkeadilan,” ujar Mekeng.
Mekeng mencatat, alokasi anggaran pendidikan dari APBN terus meningkat. Baca juga: Dedi Mulyadi Jawab Kritik Soal Kelas Padat SMA/SMK: Kebijakan Darurat Pendidikan di Jawa Barat Pada tahun 2020, tercatat sebesar Rp 542,82 triliun, sedangkan anggaran pendidikan tahun 2025 mencapai Rp 724,2 triliun.
Namun, dia merasa heran, anggaran pendidikan yang meningkat setiap tahun tidak dirasakan oleh seluruh rakyat, berhubung sasaran penerimanya kurang tepat.
“Yang pendidikan kedinasan dikecilin saja dulu. Kasih yang formal supaya tahun 2035-2045, kita bisa mencapai Indonesia Emas dan bukan Indonesia Cemas,” ujar dia.
Mekeng kemudian mengungkit anggaran untuk sekolah kedinasan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2022, yakni Pasal 80 Ayat 2. Dalam aturan itu, dinyatakan bahwa anggaran pendidikan kedinasan tidak boleh menggunakan anggaran pendidikan yang berasal dari APBN, tetapi menggunakan anggaran yang telah dialokasikan oleh APBN lewat kementerian atau lembaga terkait.
Mekeng mengingatkan, Indonesia tengah menghadapi tantangan besar berupa bonus demografi, dengan mayoritas penduduk berada pada usia produktif. Sebab, kata dia, bisa menjadi bencana jika pendidikan yang diterima generasi muda tidak merata, tidak berkualitas, dan tidak adil.
Mekeng juga mengingatkan bahwa banyak anak-anak bangsa, terutama di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan, yang masih mengalami kesenjangan akses terhadap pendidikan yang layak.
Di sisi lain, pemerataan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan juga belum tuntas, di mana masih banyak sekolah rusak, ruang kelas tidak layak, dan keterbatasan fasilitas di berbagai daerah. Lalu, guru di daerah terpencil mengalami keterlambatan gaji, kurangnya pelatihan, bahkan ketidakpastian status kerja.
“Kesejahteraan dan kapasitas guru adalah kunci pendidikan bermutu. Jika guru terus dikesampingkan, kita tidak akan pernah mencapai pendidikan yang merata dan berkualitas,” ujar Mekeng.
Sri Mulyani pun merespons cecaran Mekeng tersebut. Sri Mulyani mengaku tersentuh dengan pemaparan Mekeng mengenai banyak sekolah yang masih rusak di daerah.
Sri Mulyani pun membawa-bawa pesan Presiden Prabowo kepada dirinya ketika baru ditunjuk menjadi Menkeu pada Oktober 2024 lalu.
“Sangat menyentuh, saya rasa kalau kita bicara kebutuhan dan terutama kualitas dari pendidikan, tadi berbagai kerusakan atau situasi kondisi dari sekolah-sekolah yang masih sangat tidak memadai, itu juga jadi concern Bapak Presiden,” kata Sri Mulyani.
“Jadi, waktu saya pertama kali jadi Menteri Keuangan di bawah Bapak Prabowo, pertanyaan beliau, ‘berapa anggaran untuk rehabilitasi sekolah?’ Dan saya sampaikan kepada beliau, ‘ada yang dibelanjakan melalui pemerintah daerah, ada yang melalui PUPR, ada yang dari Kementerian Agama langsung’,” tambah dia.
Sri Mulyani mengungkapkan, Prabowo menginstruksikan agar dana rehabilitasi sekolah dipusatkan saja supaya progres dari perbaikan sekolah bisa dilihat secara langsung.
Dia pun menegaskan bahwa anggaran pendidikan kedinasan tidak masuk ke dalam anggaran pendidikan.
“Mengenai anggaran pendidikan secara total, saya ingin sampaikan seperti yang tadi Bapak sampaikan, seperti dalam PP 48/2008, anggaran pendidikan kedinasan tidak termasuk ke dalam anggaran pendidikan.
Jadi, 700 tadi itu, tidak termasuk anggaran kedinasan,” imbuh Sri Mulyani.
DPR Kaget Dana
Pada saat bersamaan, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit terkejut mengetahui fakta bahwa dana pendidikan tersebar di banyak kementerian. Sebagai informasi, dana pendidikan menjadi topik sorotan dalam rapat dengan Kementerian Keuangan.
“Tolong data 20% anggaran pendidikan. Nah ini melalui kementerian,” tanya Dolfie dalam rapat antara Komisi XI dengan Kementerian Keuangan, dikutip Bergelora.com di Jakarta Sabtu (5/7).
Dolfie menyebut, dana pendidikan tersebar melalui sejumlah kementerian seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian lainnya.
“Di Kementerian Sosial aja sampai hampir Rp 12 triliun lebih,” ungkapnya.
Ia meminta, agar Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan pengecekan terkait dana tersebut.
“Ya, nanti tolong dicek, Bu. Kalau saya mengatakan tidak ada di kedinasan, ini tersebar di berbagai Kementerian,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk di Kementerian Keuangan masuk dalam program LPDP. Sementara untuk kementerian lainnya akan dilakukan pemeriksaan.
“Ada sekolah umum di bawah Kementerian itu. Kami cek ya, Pak Ya. Tapi kami memang sesuai dengan yang keputusan waktu itu, tahun berapa itu ahun 2008. Kedinasan itu tidak masuk,” jelasnya.
Selain akan melakukan pengecekan, pihaknya juga akan berkonsultasi terkait dengan aspirasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Komisi XI untuk bidang pendidikan.
“Karena ini berarti apakah basisnya komisi atau apakah bisa dibasiskan kepada sektoral,” pungkasnya. (Web Warouw)