JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam orang saksi dalam sidang perkara yang menjerat Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Mereka dihadirkan dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Hakim Agung nonaktif tersebut.
Dalam sidang hari ini, kakak Hakim Agung Gazalba Saleh, Edy Ilham Shooleh kembali tidak hadir untuk menjadi saksi kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat sang adik.
“Hari ini, kami tim Jaksa hadirksan saksi Edy Ilham Shooleh, Veronica, Heny Batara Maya, Syafran serta Diana Siregar dan Hendra Sinaga,” kata Jaksa KPK Heradian Salipi, Senin (29/7/2024).
Adapun Edy Ilham merupakan pegawai swasta yang juga kakak kandung Gazalba Saleh. Sementara, Veronica adalah pegawai di tempat penukaran uang asing atau Money Changer.
Kemudian, Heny Batara adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Intilijen Negara (BIN). Lalu, Syafran merupakan seorang notaris.
Selain itu, Jaksa Komisi Antirasuah juga menghadirkan Diana dan Hendra yang merupakan suami-istri untuk menjadi saksi untuk Gazalba Saleh. Dalam perkara ini,
Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi Rp 650 juta terkait pengurusan perkara di MA. Gazalba diduga menerima gratifikasi itu bersama-sama pengacara yang berkantor di Wonokromo, Surabaya, yakni Ahmad Riyadh.
Uang ratusan juta itu diterima dari Galba Saleh lantaran diduga mengurus kasasi di MA atas nama Jawahirul Fuad.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyadh menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 650.000.000 haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa,” kata jaksa KPK Wahyu Dwi Oktafianto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 6 Mei 2024.
Terkait Kasus Gazalba Saleh Wahyu mengungkapkan, perkara itu bermula ketika Jawahirul Fuad selaku pemilik UD Logam Jaya terjerat kasus pidana terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
Juwahirul divonis satu tahun bui dalam perkara pidana pengelolaan limbah B3 tanpa izin oleh Pengadilan Negeri Jombang. Hukuman ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Karena kalah di pengadilan tingkat dua, Fuad meminta bantuan Kepala Desa Kedunglosari bernama Muhammad Hani untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat kasasi pada MA.
Hani kemudian membawa Fuad bertemu pengasuh Pesantren di Sidoarjo bernama Agoes Ali Masyhuri pada 14 Juli 2021.
Kiai Agoes kemudian menghubungkan Fuad dengan pengacara bernama Ahmad Riyadh. Ketika ditemui Fuad dan Hani, pengacara ini kemudian membantu memeriksa perkara di MA.
Ahmad Riyadh lantas mengetahui bahwa perkara kasasi Fuad ditangani Hakim Agung Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh. Pengacara yang berkecimpung di dunia olahraga ini lantas menjembatani pengurusan perkara Fuad dengan Gazalba Saleh.
“Dengan menyediakan uang sejumlah Rp 500.000.000 untuk diberikan kepada terdakwa (Gazalba),” akta jaksa Wahyu.
Pada akhir Juli 2022, Fuad memberikan menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Ahmad Riyadh di kantor hukumnya di Wonokromo, Surabaya.
Ia kemudian bertemu Gazalba di Sheraton Surabaya Hotel & Towers untuk menyampaikan permintaan Fuad agar diputus bebas oleh majelis kasasi.
Beberapa waktu kemudian, di kantor MA, Jakarta Pusat, Gazalba meminta asistennya, Prasetio Nugroho, agar membuat resume perkara Fuad yang bernomor 3679 K/PID/SUS-LH/2022 dengan putusan “Kabul Terdakwa”.
“Meskipun berkas perkara belum masuk ke ruangan terdakwa,” tutur Wahyu.
Resume itu kemudian menjadi dasar Gazalba dalam membuat lembar pendapat hakim atau advise blaad.
Musyawarah pengucapan putusan perkara Fuad digelar pada 6 September 2022 di MA. Majelis kasasi mengabulkan permohonan terdakwa.
“Pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti,” ujar Wahyu.
Wahyu melanjutkan, masih pada September 2022, Ahmad Riyadh menyerahkan uang 18.000 dollar Singapura atau Rp 200 juta kepada Gazalba di Bandara Juanda, Surabaya.
Uang itu merupakan bagian dari Rp 500 juta yang dibayarkan Fuad beberapa waktu sebelumnya. Pada bulan yang sama, Ahmad Riyadh juga meminta Rp 150 juta kepada Fuad. Permintaan itu pun dipenuhi.
Dengan demikian, Jaksa KPK menduga secara keseluruhan Gazalba bersama-sama dengan Ahmad Riyadh menerima gratifikasi Rp 650 juta.
“Terdakwa menerima bagian sejumlah 18.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 200.000.000 sedangkan sisanya sejumlah Rp 450.000.000 merupakan bagian yang diterima Ahmad Riyadh,” kata Wahyu.
Atas tindakannya, Gazalba bersama Ahmad Riyadh diduga melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kakak Gazalba Saleh Mundur Jadi Saksi
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dalam sidang hari ini, kakak Hakim Agung Gazalba Saleh, Edy Ilham Shooleh kembali tidak hadir untuk menjadi saksi kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat sang adik. Hal ini terungkap ketika Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditanya Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri perihal jumlah saksi yang dihadirkan di muka persidangan.
“Sedianya kami menghadirkan enam orang saksi Yang Mulia, sampai dengan saat ini Yang Mulia, yang konfirmasi lima orang saksi,” kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024).
“Satu saksi atas nama Edy Ilham Shooleh sampai dengan saat ini belum ada konfirmasi kedatangan dan sudah panggilan kedua Yang Mulia,” ucap dia.
Aldres bilang Edy Ilham Shooleh telah mengirimkan surat untuk disampaikan kepada Majelis Hakim dan Jaksa KPK.
“Terkait Edy Ilham Shooleh yang merupakan kakak kandung terdakwa, kami baru menerima surat dari keluarganya yang dititipkan ke kami untuk diserahkan ke majelis dan penuntut umum Yang Mulia,” kata Aldres.
Hakim Fahzal pun membaca surat dari kakak Gazalba Saleh yang pada intinya menyatakan mengundurkan diri sebagai saksi untuk sang adik.
“Mengundurkan diri katanya Pak?” ucap Hakim Gazalba kepada Jaksa KPK.
Jaksa KPK pun menanggapi surat Edy Iham yang disampaikan melalui tim Hukum Gazalba Saleh.
Jaksa Komisi Antirasuah itu pun mempertanyakan dasar penitipan surat tersebut. Sebab, surat dari kakak Gazalba Saleh itu tidak langsung disampaikan ke Jaksa KPK
“Yang pertama kami mempertanyakan saudara penasihat hukum atas dasar apa kemudian surat ini dititipkan ke saudara karena saudara sebagai penasihat hukumnya Pak Gazalba bukan penasihat hukumnya Pak Edy Ilham Shooleh,” kata Jaksa Wawan.
“Yang kedua, apabila memang saksi Edy keberatan untuk menjadi saksi, seyogyanya disampaikan di persidangan Yang Mulia. Kami sudah panggilan kedua, sebagai bentuk menghormati persidangn ini,” ucapnya melanjutkan.
Mendengar tanggapan itu, Hakim pun memerintahkan Jaksa KPK kembali menghadikan kakak Gazalba Saleh di muka persidangan.
Hakim bilang, Edy Ilham Shooleh bisa mengundurkan diri sebagai saksi lantaran masih sedarah dengan Gazalba Saleh.
Namun, kakak Gazalba Saleh itu juga bisa diperiksa sebagai saksi dengan tidak disumpah.
“Oke, jangan sampai tak hadir pula untuk ketiga kali,” kata Hakim Fahzal.
“Siap Yang Mulia, kami akan sampaikan karena kami pun baru menerima sebelum persidangan ini dari keluarganya,” sahut Aldres.
Adapun lima saksi yang dihadirkan Jaksa KPK adalah Veronica, pegawai tempat penukaran uang asing atau Money Changer dari PT Valuta Inti Prima. Kemudian, Heny Batara yeng merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Intilijen Negara (BIN) serta Syafran, seorang notaris.
Selain itu, Jaksa Komisi Antirasuah juga menghadirkan Diana, eks pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Hendra, swasta. Keduanya merupakan suami-istri. (Calvin G. Eben-Haezer)