JAKARTA- Politik luar negeri Indonesia terlihat bimbang dan berubah-ubah dalam menanggapi perang di Ukraina, walaupun Presiden Joko Widodo sudah secara tegas saat menemui Presiden Joe Biden menyerukan agar perang di Ukraina segera dihentikan.
“Kemenlu kalau ditanya juga bingung. Tergantung musim dan angin-anginan. Karena Gerakan Non Blok (GNB) sudah tidak menjadi kerja fokus politik dan menjadi daya tawar kita.
Memang menyedihkan karena kita sudah meninggalkan GNB,” demikian mantan diplomat Ple Priatna, Direktur Eksekutif INADIS (Indonesian Institute of Advance International Studies).
Ini video lengkapnya:
Hal ini menjawab mengapa politik luar negeri Indonesia selalu gagap dalam merespon berbagai persoalan internasional terutama yang terhadap perang di Ukraina antara Rusia versus NATO-AS. Pertanyaan ini disampaikan Dita Indah Sari, mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam Forum Diskusi Virtual Denpasar 2 edisi-102, dengan tema: Menuju Perdamaian Rusia – Ukraina, Denpasar, Provinsi Bali, Indonesia, Rabu, 25 Mei 2022.
“Kemana prioritasnya politik luar negeri kita gak ketahuan. Ala carte. Ada kecenderungan jadi pemadam kebakaran grudukan,” tegas Priatna lagi.
Padahal menurut Priatna, semua pihak sudah tahu secara gamblang Amerika Serikat dan barat adalah free rider dan tidak akan berupaya mendamaikan bahkan menjadi penyebab persoalan.
“Barat menciptakan dan menjalankan perang. Tujuannya bukan mendamaikan,” tegasnya.
Sejak perang dingin sampai saat ini Amerika dan barat selalu mengekspresikan permusuhan dengan Rusia.
“Walaupun Uni Soviet sudah runtuh, Amerika dan barat sangat ketakutan pada Rusia sampai saat ini,” jelasnya.
Priatna juga mengatakan bahwa KTT G-20 dan perang di Ukraina bisa jadi pintu kebangkitan Gerakan Non Blok (GNB) untuk bangkit lagi.
“Namun harus segera dilakukan sebelum KTT G-20 Bukan pada saat KTT. Karena pada saat summit sudah beres semuanya,” ujarnya.
Namun masalahnya Indonesia yang menjadi penggagas GNB dan saat ini menjadi Presidency G-20 politik luar negeri kita selalu nunggu Amerika Serikat,” ujarnya.
“Kita sebenarnya punya pintu kesempatan banyak. Saat ini sangat legitimate. Jadi bukan gagap tapi tidak fokus, ikut dan tergantung musim agenda dunia yang ditentukan Amerika,” tegasnya.
Sanksi Yang Sama Pada Amerika dan Sekutunya
Sementara itu Dr. Connie Rahakundini Bakrie dalam forum yang sama menuntut agar diberlakukan sanksi yang sama pada Amerika dan sekutunya.
“Salah satu yang tidak sanggup dilakukan PBB adalah memberikan sanksi pada Amerika dan sekutunya atas dampak perang di Afganistan, Irak, Libya dan sekarang Ukraina yang membawa kemiskinan, kekacauan dan kelaparan. Kalau tak bisa hentikan jatuhkan sanksi dan hentikan perang pada AS dan sekutunya perang di Ukraina PBB sebaiknya membubarkan diri saja!” Tegas Connie Rahakundini.
Indonesia menurut Connie, sebagai pendiri dan bagian dari Gerakan Non Block (GMB) harus berperan mendesak PBB agar fair dan tidak diskriminatif dalam menegakkan perdamaian dunia.
“Kita (Indonesia) dan GNB musti berani mendorong sanksi PBB pada Amerika dan sekutunya. Merampas semua aset mereka diluar negeri atas dampak perang pada rakyat Libya, Irak, Afganistan dan saat ini Ukraina,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa sanksi PBB pada Rusia malah mulai memukul kehidupan ekonomi masyarakat Eropa dan Amerika yang akan meluas ke seluruh dunia.
“Perang di Ukraina ini sangat berbeda dan belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu multilateral war against Rusia di tanah dan wilayah Ukraina. Sangat menyedihkan untuk rakyat Ukraina karena mereka menjadi korbannya,” ujarnya.
Menurutnya Indonesia harus segera mengkonsolidasikan negara-negara anggota GNB untuk mengawal restrukrisasi dalam PBB sebelum dampak perang di Ukraina meluas keseluruh dunia dan Amerika memulai perang baru di Laut China Selatan.
“Kalau PBB tidak sanggup berlaku adil pada seluruh negara dan masyarakat dunia sebaiknya PBB dibubarkan karena ikut serta mengancurkan perdamain dunia,” tegasnya.
Spirit Gerakan Non Blok
Connie Rakahundini mengingatkan spirit dari Gerakan Non Blok yang digagas oleh Presiden RI, Soekarno yaitu To Build The Real World A New berlandaskan kemanusiaan dan kesetaraan di dunia.
“Tugas Gerakan Non Blok belum selesai meski perang dingin berakhir era 1990. Karena ternyata menjadi perang ultra dingin seperti perang yang terjadi pada Rusia dari AS sekutunya di Ukraina,” ujarnya.
“Peran kita harus tetap sebagaiman deklarasi Havana dan pencapaian Gerakan Non Blok sebagai ‘juru damai dunia’ yang sesungguhnya.
Menurut Connie Rahakundini Bakrie ada lima point langkah mesti dilakukan Gerakan Non Blok, dimana Indonesia sebagai salah satu anggota, dan teristimewa Indonesia sebagai Presidensi G20 Tahun 2022 di Denpasar, Provinsi Bali, 14 – 15 Nopember 2022 yang akan datang.
Pertama menurutnya, negara-negara GNB harus membuat seruan berani untuk mengakhiri semua diskriminasi terhadap Rusia dengan beragam sanksi.
Kedua, negara-negara GNB harus segera membuat seruan berani menuntut sanksi diberlakukan sama pada the rich Americans & alliances untuk membayar dampak perang di Libya, Afghanistan, Irak, dan lan-lain
Ketiga, negara-negara GNB harus membuat dan menjaga pengaruh besarnya terhadap keputusan-keputusan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam semua upaya pemeliharaan perdamaian dunia.
Keempat, negara-negara GNB harus mengkampanyekan tatanan ekonomi internasional dan regional baru berdasarkan kesetaraan politik dan ekonomi menuju the real balance of power dunia.
Kelima, kontribusi dukungan GNB yang konsisten diperlukan untuk memperkuat organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan atau merevolusi dan merekonstruksi PBB jika sudah tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
Deklarasi Havana 1979
Connie Rahakundini Bakrie, mengingatkan tiga point Deklarasi Gerakan Non Blok GNB Havana 1979.
Pertama, tujuan organisasi ini adalah untuk membantu negara-negara menjaga “kemerdekaan nasional, kedaulatan, integritas teritorial dan keamanan negara-negara nonblok dalam perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme dan rasisme.
Kedua, melawan dan menolak semua bentuk agresi asing, pendudukan, dominasi, campur tangan atau hegemoni serta melawan kekuatan besar dan politik blok.
Ketiga, negara-negara GNB ingin memerintah negara mereka tanpa kekuatan kapitalis ataupuun sosialis dalam mengatur dan mendikte cara-caranya.
Tujuan Utama Gerakan Non Blok
Connie Rahakundini Bakrie, mengatakan, ada 10 point tujuan utama Gerakan Non Blok dari era Presiden Indonesia, Soekarno (17 Agustus 1945 – 12 Juni 1967) hingga sekarang di era Presiden Joko Widodo (20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2024).
Pertama, menjauhkan negara-negara Asia dan Afrika dari beragam persaingan power negara-negara adidaya.
Kedua, menghilangkan semua penyebab perang.
Ketiga, melindungi kebebasan dari negara-negara asia dan afrika dari dominasi colonial.
Keempat, menentang imperialisme kolonialisme dan diskriminasi.
Kelima, mengadvokasi kesetaraan dan kedaulatan semua negara.
Keenam, mendorong hubungan persahabatan antar negara.
Ketujuh, mengadvokasi penyelesaian damai dalam perselisihan internasional.
Kedelapan, menentang penggunaan kekuatan dan penggunaan senjata nuklir, Chemical, Biological, Radiological, Nuclear and Explosive (CBRNE).
Kesembilan, melindungi menyelamatkan seluruh umat manusia.
Kesepuluh, mendorong sanksi diperlakukan juga pada setiap inisiator perang ex Irak, Afghan dan Libya. (Web Warouw)