Kamis, 1 Mei 2025

SAATNYA HUKUM MATI KORUPTOR..! Gerombolan OTT KPK di OKU Jadi Bukti Pejabat dan Politisi Tak Takut Dipenjara Akibat Korupsi

JAKARTA – Terungkap tiga anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) menagih fee ke Kadis PUPR OKU menjelang hari raya Idul Fitri. Ketiganya merupakan tersangka suap dan pemotongan anggaran.

Permintaan fee itu dilakukan sehari setelah KPK memberikan peringatan kepada penyelenggara negara. Meski sudah diberi peringatan melalui surat edaran (SE) oleh KPK, ketiganya tetap menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 ke salah satu tersangka lainnya, Nopriansyah, sebab sudah dijanjikan.

“Menjelang hari raya Idul Fitri pihak DPRD yang diwakili oleh saudara FJ (Ferlan Juliansyah) yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian saudara MFR (M Fahrudin), kemudian saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh saudara NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3) lalu.

Sebagai informasi, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di OKU. Mereka yakni Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD OKU, M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU, Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU, Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU, M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta, Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku Swasta.

Nopriansyah diketahui menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha pada 13 Maret 2025. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan ke Anggota DPRD OKU.



KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka pada 15 Maret 2025. Uang sejumlah Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner diamankan dari OTT.

Suap Sehari Setelah Edaran KPK Terbit

Menurut KPK, OTT itu terjadi sehari setelah KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya atau SE nomor 7 tahun 2025. KPK pun menganggap kelakuan para tersangka itu ironi.

“Hal ini menjadi ironis, di saat sehari sebelumnya KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya (SE Nomor 7 Tahun 2025),” ujar tim Jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

Dalam surat edaran tersebut, KPK mengingatkan penyelenggara negara (PN), Aparatur Sipil Negara (ASN), pelaku usaha, asosiasi dan masyarakat lainnya untuk tidak menerima dan/atau memberikan gratifikasi. KPK menyebut gratifikasi dapat berimplikasi pada benturan kepentingan, pelanggaran peraturan, serta potensi korupsi.

KPK juga menyinggung soal skor Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 di OKU. Menurut survei itu, OKU masuk kategori rentan atau merah.

“Pada komponen internal, pengelolaan SDM dan pengadaan barang dan jasa (PBJ), menjadi dua aspek yang mendapat skor terendah. Pengelolaan SDM mendapat skor 61,25 sedangkan pengadaan barang dan jasa (PBJ) meraih skor 68,07,” ujarnya.

KPK juga menyebut aspek pencegahan korupsi juga rendah di OKU dengan skor 76,99. Tim ahli juga memberi nilai rendah, yakni 66,54 terhadap OKU.

“KPK mencatat, skor MCP (Monitoring Centre for Prevention) OKU tahun 2024 adalah 82. Dari delapan focus area, dua terendah adalah pengelolaan barang milik daerah (BMD) dengan skor 65, dan penganggaran dengan skor 69 yang masuk dalam kategori merah,” ujar Budi.

Dia mengatakan OTT tersebut menjadi konfirmasi dari rendahnya skor pencegahan korupsi di OKU. KPK mengatakan kasus korupsi yang terjadi telah dirancang sejak awal pembahasan RAPBD.

“Peristiwa tangkap tangan di OKU juga terkonfirmasi dari skor MCP ini. Jika kita melihat lebih detil, dalam fokus area penganggaran, indikator terendahnya pada penetapan APBD, dengan skor 9, yang diukur dengan skala 1-100,” ujarnya.

Ada delapan orang yang terjaring OTT tersebut. Pihak yang ditangkap itu mulai Kepala Dinas PUPR OKU hingga sejumlah anggota DPRD OKU.

KPK mengaku sedang berupaya melakukan pencegahan korupsi di Sumsel lewat pembentukan desa antikorupsi. KPK mengajak warga untuk bersama mengawasi dan melaporkan dugaan korupsi.

KPK Dalami Keterlibatan Bupati OKU

KPK akan mendalami peran dari Bupati atau Wakil Bupati OKU dalam perkara ini.

“Kami sedang melakukan investigasi lebih mendalam lagi dari penanganan perkara yang saat ini terhadap 6 tersangka itu nanti akan kami lakukan investigasi lebih dalam, terhadap pihak-pihak yang terindikasi terlibat,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).

Setyo mengatakan proses pencarian uang muka dalam kasus suap ini, ada keterlibatan dari beberapa pihak. Keterlibatan pihak lain itu yang akan didalami oleh KPK.

“Sebagaimana tadi saya sebutkan bahwa pencairan uang muka itu ada keterlibatan dari beberapa pihak untuk bisa terjadinya proses pencairan. Nah ini nanti akan didalami oleh penyidik, termasuk juga kemungkinan adalah pejabat yang sebelumnya akan kami dalami,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan masih mendalami juga apakah ada keterlibatan anggota DPRD OKU lainnya. Termasuk soal adanya pertemuan dengan bupati OKU terkait kasus tersebut.

“Kemudian nanti Kita lihat lagi untuk yang anggota DPR (DPRD) yang lainnya tentunya akan kita minta keterangan, termasuk juga pertemuan dengan pejabat bupati. Ini ada dua ya ada pejabat bupati karena pada saat sebelum dilantik 2024 itu dijabat,” ujar Asep.

“Nah kemudian 2025 setelah pelantikan ada bupati definitif. Nah ini dua-duanya juga tentunya akan kita dalami perannya, sehingga terlihat karena dalam penentuan besaran pokir dan lain-lainnya itu tentunya harus ada keputusan,” tambahnya.

KPK menetapkan Kadis PUPR OKU, tiga anggota DPRD, dan dua orang swasta sebagai tersangka kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR OKU. (Ist)

Saatnya Hukuman Mati

Sebelumnya, kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, praktisi dan pengamat hukum, Zeth Kobar Warouw menegaskan, saatnya hukuman mati diterapkan di Indonesia terhadap para koruptor baik ada eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Karena hanya kematian yang bikin para pejabat takut atau setidaknya enggan melakukan korupsi.

“Hukuman mati pada beberapa dari puluhan koruptor paling kakap yang sedang proses akan memberikan efek kejut dan menakutkan baik pada pejabat dan keluarganya. Istri dan anak yang biasa minta barang mewah dan jalan-jalan keluar negeri otomatis akan berhenti merengek, karena bayangan hukuman mati ada disetiap keluarga pejabat yang hidupnya glamour,” tegasnya Kamis (6/3).

Menurutnya, para koruptor yang belum ketahuan akan memilih mengembalikan uang jarahannya. Keluarganya pasti gemetaran mengingat ancaman hukuman mati kalau sampai ketahuan. Seruan Presiden Prabowo agar para koruptor mengembalikan uang negara pasti akan bermanfaat.

“Percuma kalau hukuman mati tidak diterapkan, malahan seruan Presiden Prabowo jadi  tertawaan para keluarga koruptor dan jadi pompa kebencian anti pemerintah,” ujarnya.

“Hukuman mati juga akan menghapus penjara buat koruptor yang selama ini melahirkan korupsi berupa pungli dan pemerasan di penjara,” Sambungnya.

Hukuman mati menurut Zeth Warouw juga otomatis akan mendidik keluarga dan masyarakat tentang bahaya korupsi. Koruptor yang dihukum mati akan memberikan sanksi sosial kepada keluarga setidaknya pada 3 generasi dibawah dan 3 generasi ke atas dan seluruh keluarga besar. Ini akan efektif dan cepat terjadi peningkatan kesadaran tentang bahaya korupsi, lebih berbahaya ketimbang tersengat listrik, karena seluruh keluarga besar akan ikut ‘mati’ oleh sanksi sosial.

“Seluruh keluarga besar otomatis kesulitan mendapatkan pekerjaan, akan kesulitan mendapatkan sekolah bahkan kesulitan mendapat tempat tinggal karena ditolak masyarakat,” paparnya.

Sehingga menurutnya penegakan hukum tidak membutuhkan program sosialisasi anti korupsi miliaran yang selama ini sia-sia.

“Baru satu sampai 5 orang koruptor saja yang dihukum mati secara bergiliran dan mendapatkan publikasi luas, pasti akan membuat semua pejabat dari tingkat desa sampai nasional takut untuk mengentit serupiah pun,”  ujarnya.

Pro-Kontra Hukuman Mati

Zeth Warouw menyoti pro kontra yang tidak berujung dari hukuman mati, sementara koruptor menari-nari di atas uang rakyat banyak yang dikorup dan penderitaan rakyat karena kemiskinan.

“Penolakan hukuman mati atas nama HAM seorang koruptor sudah absurd karena jutaan rakyat yang gak bisa keluar dari lubang kemiskinan beranak pinak karena negara membiarkan duit rakyat dirampok koruptor,” ujarnya.

Zeth Kobar mengatakan, hukuman mati dipertentang dengan Sila Ketuhanan dan Sila Prikemanusian dalam Pancasila secara semena-mena atas nama agama dan kemanusiaan.

“Tapi mereka menutup mata pada jutaan orang yang menjadi korban generasi ke generasi akibat korupsi merajalela,” tegasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru