Oleh: Toga Tambunan
PERDANA Menteri Belanda Mark Rutte dalam pidatonya di Den Haag 19 Desember 2022 mengatakan : “Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu,” seperti dikutip media massa sedunia, meminta maaf atas keterlibatan Belanda selama 250 tahun melakukan sistim perbudakan. Dia menyebutnya sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan”.
Permintaan maaf itu datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di koloni-koloni luar negeri negara Eropa itu, termasuk Suriname dan pulau-pulau seperti Curacao dan Aruba di Karibia. Dan Indonesia, cuultur stelsel sejak 1830, sedang VOC sudah operasi sejak tahun 1602.
“Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.
Pernyataan itu patut diapresiasi walau sesungguhnya memalukan dan indikator perilaku kanak-kanak dari bangsa yang atributnya berperadaban taraf tinggi selaku negara besar anggota Uni Eropah. Mengingat pula pengakuannya itu terbit setelah seminggu sebelumnya Presiden Jokowi, di Brussel pada 45 tahun Asean – Uni Eropah, pidato ” kita tidak hanya maju bersama juga harus setara “. Ucapan Presiden Jokowi ini, tentu menohok ulu hati PM Mark Rutte sebagai protes RI atas putusan panel WTO yang tidak adil tidak logis memenangkan gugatan Uni Eropah tentang stop eksport nikel dan hilirisasi nikel oleh RI.
Sehubungan itu pula Jokowi menyatakan di dies natalis ke 73, UGM, kita tidak mau kerja paksa seperti kolonial (VOC) dahulu, tidak akan tunduk wajib eksport dipaksa.
Apapun pendorong pengakuan dan minta maaf PM Mark Rutte sebungan dimasa lalu kerajaan Belanda melakukan kejahatan kemanusiaan itu, tetaplah tulus kita apresiasi.
Pada hari sama Senin, 19 Desember 2022, di Jakarta, Menko Kempolhukam Prof. DR. Mahmud M.D memberi tahu media massa tentang PPHAM belum tuntas menyusun rekomandasi, urusan penyelesaian pelanggaran ham berat masa lalu, walau sudah tahap finalisasi yang akan disampaikan nanti kepada Presiden Joko Widodo di awal tahun depan.
Informasi Menko Mahmud M.D. mengindikasikan perpanjangan masa kerja PPHAM, yang tadinya diatur berakhir 31 Desember 2022. Dalam pasal 15 Keppres 17/2022 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, pada 26 Agustus 2022 memang juga terdapat ayat memperpanjang masa tugas jika PPHAM belum tuntas menyusun rekomandasi sampai 31 Desember 2022.
Menko Mahmud.M.D tidak menjelaskan mengapa molor. Akibatnya bangkit bermacam tanggapan.
Tatkala pemberontak DI – TII / Darul Islam dikalahkan, penyelesaian kemanusiaan atas oknum pengikutnya segra dilakukan. Begitu juga terhadap partisan pemberontakan PRRI, Permesta, juga bagi kombatan pemberontak GAM, diberi antara lain santunan dan fasilitas oleh pemerintah. Bahkan kepada bekas kombatan pemberontak GAM diizinkan mendirikan partai daerah.
Kasus tragedi kemanusiaan 65/66, Talangsari, Tanjung Priuk, demontrasi 27 Juli, Semanggi dan lainnya yang terdaftar dalam 13 peristiwa pelanggaran ham berat, semuanya bukan pemberontak, adalah justru korban tragedi kemanusiaan oleh kejahatan rezim militeris totaliter Soeharto yang terbukti secara dokumen sejarah dan testimoni para korban yang masih hidup, serta pengakuan AS, Australia, Inggris, Jerman mengaku terlibat dalam tindakan tragedi kemanusiaan 65/66.
Kecuali terhadap penyintas 65/66, beberapa para penyintas tersebut memang telah mendapat kompensasi, meski tidak tuntas.
Sekalipun di kalangan organisasi massa dan parpol ketika itu, ada saja yang berbeda policy kepresidenannya, Bung Karno dapat tuntas melakukan penyelesaian, sekali pun kombatan itu pemberontak.
Penyelesaian itu bisa direalisasi pastilah postur pemerintahan Bung Karno solid sepikiran melaksanakan Pancasila yang menjadi dasar negara, terutama menegakkan kemauan kerukunan nasional masyarakat pluralis Indonesia. Postur pemerintahan Bung Karno saat itu solid mengatasi beban kemanusiaan bekas pemberontak itu sehingga penyelesaian kemanusiaannya segra terrealisasi.
Lima puluh tahun lebih korban tragedi kemanusiaan 65/66. Karena politiknya jadi jongos nekolim, dapat dimengerti policy rezim militer totaliter Soeharto tetap solid melestarikan kejahatannya terhadap korban. Begitu juga rezim jilid dua orde baru, senantiasa berkepentingan bertindak diskriminatif dan intoleran terhadap penyintas 65/66.
Apakah galih perjuangan reformasi yang diusung pada kampanye pilpres 2014 dapat direalisasi Presiden Jokowi, jika postur pemeritahannya belum solid menyelesaikan pelanggaran ham berat masa lalu, merujuk Hasil Penyelidikan pro Yustisia Komnas Ham tahun 2012?
Menko Mahmud MD pasti kewalahan mentuntaskan pe-er Keppres 17/2022 itu, selama postur pemerintahan Presiden RI-nya tidak solid seperti saat Bung Karno mentrapkan policy kebenaran & kemanusiaan.
PM Belanda Mark Rutte, mengajarkan pengalamannya bahwa semestinya pemerintahan yang bijaksana wajib meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan rezim pemerintahan sebelumnya dari negaranya. Toh nanti akan juga minta maaf. Negarawan peminta maaf itu, namanya akan dicatat tinta emas, dimuliakan selamanya. Gus Dur yang hanya berniatkan negara & pemerintahannya minta maaf yang dicegat itu, betapa agung dan harum semerbak nama beliau.
Kalaupun terhalang meminta maaf, paling tidak bukankah saatnya negara & pemerintah RI mengakui rezim terdahulu: rezim Soeharto melakukan pelanggaran ham berat atas warga RI?
Para korban pelanggaran (formulasi tepat: kejahatan) ham berat masa lalu, bersabarlah, PPHAM belum tuntas bekerja, dan barangkali belum bertaraf negarawan PM Mark Rutte itu. Namun kita berharap semoga semua personil PPHAM itu, berpandangan negarawan PM Mark Rutte itu.
Bekasi, 20 Desember 2022.
Penulis Toga Tambunan, pengamat sosial politik