JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatur ketat arus impor produk elektronik. Dengan begitu impor produk-produk elektronik seperti televisi, AC, kulkas, hingga laptop akan dibatasi.
Pengaturan arus impor ini sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo atas kondisi neraca perdagangan produk elektronik pada 2023 yang masih menunjukkan defisit.
Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menegaskan pemerintah hanya membatasi impor barang elektronik, bukan melarang atau menutup keran impor sepenuhnya.
“Kalau melarang saya kira enggak bisa ya, tapi kalau diatur iya,” ujar Zulhas saat ditemui wartawan di rumahnya, Jakarta, Rabu (10/4/2024).
Sebab menurutnya WTO (World Trade Organization) melarang negara untuk menutup sepenuhnya kegiatan impor.
“Kalau melarang kan enggak bisa, nanti WTO marahi kita, tapi kalau diatur biasa,” kata Zulhas.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Kementerian Perindustrian resmi membatasi impor AC, TV, mesin cuci hingga laptop. Hal tersebut menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin Priyadi Arie Nugroho mengatakan kebijakan tersebut merupakan upaya konkrit dari pemerintah, terutama dalam menciptakan kepastian investasi bagi pelaku usaha di Indonesia.
Di sisi lain, kebijakan ini juga merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas kondisi neraca perdagangan produk elektronik pada 2023 yang masih defisit.
Oleh sebab itu, dari pertimbangan usulan dan kemampuan industri dalam negeri, ditetapkan 139 pos tarif elektronik yang diatur dalam Permenperin 6/2024. Dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
“Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya,” ujar Priyadi dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (10/4/2024).
Priyadi membeberkan kebijakan pembatasan impor ini juga untuk melindungi industri di dalam negeri yang produksinya belum maksimal. Sementara kegiatan impor dari luar negeri justru melejit.
Menurut dia, utilisasi produksi AC di dalam negeri pada tahun 2023 hanya sebesar 43%. Hal ini berdasarkan data SIINas pada tahun 2023 yang menyebutkan kapasitas produksi untuk produk AC sebesar 2,7 juta unit dan realisasi produksi hanya sekitar 1,2 juta unit.
Berdasarkan Laporan Surveyor impor produk AC pada tahun 2023 menembus angka 3,8 juta unit. Karena itu, dalam rangka mengembangkan industri elektronika di tanah air agar bisa berdaya saing, maka pemerintah menerbitkan kebijakan ini.
Merujuk Permenperin 6/2024, dari pemberlakuan tata niaga impor ini, diharapkan bagi produsen dalam negeri dapat menangkap peluang demand produk elektronika sehingga semakin meningkatkan kapasitas dan mendiversifikasi jenis produknya.
Sedangkan, bagi Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), menjadikan peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri.
Aturan Impor
Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik merupakan bagian dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Aturan ini ditetapkan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada tanggal 1 Februari 2024 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Februari 2024.
Adapun, pasal 1 ayat (4) menjelaskan bahwa Pertimbangan Teknis adalah surat pertimbangan teknis yang digunakan sebagai persyaratan untuk mendapatkan Persetujuan Impor Produk Elektronik.
Sementara itu, di dalam pasal 2 ayat (1) berbunyi bahwa Pelaku Usaha dapat mengimpor Produk Elektronik setelah memperoleh Persetujuan Impor dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan dan/atau laporan surveyor.
“Produk Elektronik yang impornya memerlukan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan daftar pos tarif/harmonized system dan uraian Barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,” bunyi pasal 2 ayat (2).
Pasal 3 ayat (1) menyebutkan untuk memperoleh Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Pelaku Usaha harus memiliki Pertimbangan Teknis yang diterbitkan oleh Menteri. Adapun Pertimbangan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan perubahan.
“Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan Pertimbangan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pertimbangan Teknis perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal,” bunyi dari beleid tersebut pasal 3 ayat 3.
(Calvin G. Eben-Haezer)