Minggu, 15 September 2024

SALAH SASARAN DAN DIKORUP NIH…! Indef: Dana Bansos Makin Besar, tapi Angka Kemiskinan Hanya Turun 2,3 Persen

JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan, anggaran bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kian besar, tetapi tidak signifikan menurunkan kemiskinan.

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengatakan, alokasi anggaran untuk perlindungan sosial (perlinsos) pada 2024 mencapai Rp 496,8 triliun, jauh lebih besar dibandingkan periode pandemi Covid-19 tahun 2021 yang sebesar Rp 468,2 triliun dan 2022 sebesar Rp 460,6 triliun. Namun, nilai dana bansos pada 2024 itu hampir sama dengan yang dikucurkan saat pandemi 2020 sebesar Rp 498 triliun, yang menurut Indef sebesarnya tidak ada urgensi untuk menggelontor bansos sebesar itu pada 2024.

“Saya berkesimpulan bahwa bansos ini bukan solusi untuk jangka panjang, tetapi ini hanya kebijakan populis yang hanya ingin mendapatkan voter (suara pemilih) yang lebih banyak,” ujarnya dalam diskusi “Indef: Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres di Hotel Manhattan”, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Ia menuturkan, selama sekitar satu dekade terakhir atau periode 2012-2023, tingkat kemiskinan di Indonesia hanya turun 2,3 persen. Padahal, bansos yang digelontorkan trennya kian besar tiap tahunnya. Secara rinci, pada sejak era pemerintahan Jokowi yakni pada 2014 dana bansos sebesar Rp 484,1 triliun.

Lalu pada 2015 menjadi sebesar Rp 276,2 triliun, 2016 sebesar Rp 215 triliun, 2017 sebesar Rp 216,6 triliun, dan 2018 sebesar Rp 293,8 triliun.

Kemudian pada 2019 menjadi sebesar Rp 308,4 triliun, 2020 sebesar Rp 498 triliun, 2021 sebesar Rp 468,2 triliun, 2022 sebesar Rp 460,6 triliun, 2023 sebesar Rp 439,1 triliun, serta pada 2024 sebesar Rp 496,8 triliun.

“Angka kemiskinan hanya turun sekitar 2 persen. Jadi mau digelontor bansos atau tidak, tetap saja tidak ada penurunan signifikan atas angka kemiskinan,” kata Esther.

Maka dari itu, dia menekankan bansos pada dasarnya merupakan jaring pengaman sosial (social safety net), bukan solusi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan. Dia pun menilai, pemberian bansos harusnya berbentuk tunai yang diberikan langsung ke penerima tanpa perantara. Skema ini dinilai lebih efektif untuk mendorong daya beli masyarakat ketimbang memberikan dalam bentuk sembako. Apalagi jika teknis pembagian bansos berupa sembako tersebut menimbulkan kerumunan masyarakat yang justru menjadi tidak efektif.

“Kalau di negara-negara lain kan, orang dapat bansos seperti social safety net itu lewat transfer tiap bulannya diambil lewat bank, mereka mau belaja beras atau apa, terserah kan duitnya sudah ditransfer ke mereka. Tidak harus dalam 10 kilogram beras dibagikan, tapi besarnya sesuai living cost di wilayah itu,” paparnya.

Salah Sasaran

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan Noer Adhe Purnama, SH., MH. Asisten Muda Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat melaporkan program-program bansos untuk rakyat mencakup Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bansos Rastra/Bantuan Pangan Non Tunai.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kesalahan penyaluran bansos pemerintah yang mengakibatkan kerugian negara hingga 6,9 triliun rupiah. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2021 menyebut kesalahan penyaluran bansos terjadi pada Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST).

Dalam laporannya, BPK menyebutkan ada enam kesalahan penyaluran bansos pemerintah yang tidak sesuai ketentuan, sehingga penerima manfaat tidak tepat sasaran.

Pertama, BPK menemukan ada penerima bansos tahun lalu yang ternyata sudah meninggal namun masih masuk data Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Kedua, penerima bansos tidak ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 dan juga tidak ada usulan pemda yang masuk melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).

Ketiga, penerima bansos yang bermasalah pada tahun 2020 masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada tahun 2021.

Keempat, penerima dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak sah atau tidak terdaftar. Kelima, penerima sudah diaktifkan tetapi masih diberikan.

Kesalahan terakhir adalah penerima bansos mendapatkan lebih dari sekali atau ganda.

Kemudian yang lebih parah lagi, ditemukan juga permasalahan lain, seperti adanya potongan dana bansos yang dilakukan oleh oknum aparat kewilayahan setempat, dengan dalih pengganti ongkos. Ada juga sebutan uang lelah karena membantu menginventarisasi data penerima bansos. Persoalan tersebut, tentu saja masuk ke dalam kategori maladministrasi permintaan ketidakseimbangan, yaitu permintaan ketidakseimbangan dalam bentuk, uang, jasa maupun barang secara melawan hukum atas jasa layanan yang diberikan kepada pengguna layanan. Meskipun nominal pemotongan dana bansos tidak besar, yakni rata-rata berkisar Rp50.000,00 – Rp100.000,00, namun jika dihitung dengan jumlah penerima, maka uang yang didapat jumlahnya sangat signifikan.

Pada tahun 2023, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bantuan sosial senilai Rp 185,23 miliar terindikasi salah sasaran.

Menteri Sosial Tri Rismaharini mengungkap adanya potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp523 miliar per bulan. Ini terjadi akibat bantuan sosial (bansos) yang tidak diterima sesuai dengan sasaran.

Sebelumnya, BPK mengungkap penyaluran bansos sejumlah Rp 185,23 miliar terindikasi tidak tepat sasaran. Hal ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022.

“Penyaluran bansos sebesar Rp 185,23 miliar terindikasi tidak tepat sasaran,” tulis laporan itu.

Adapun rincian bansos itu mencakup program BLT migor dan BLT BBM yang tidak sesuai ketentuan. Dilaporkan ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang turut menikmati bansos.

Nilai potensi kerugian keuangan negara itu ditemukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) berdasarkan data per Agustus 2023. Data tersebut berasal dari hasil pemadanan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang bersumber dari seluruh pemerintah daerah (pemda).

Korupsi Bansos

Pada tahun 2023 Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya mengumumkan 6 tersangka kasus korupsi bantuan sosial beras di Kementerian Sosial tahun anggaran 2020. KPK menduga kasus ini merugikan negara Rp 127,5 miliar.

“Akibat perbuatan para Tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 127, 5 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8/2023).

Enam tersangka yang ditetapkan oleh KPK adalah mantan Dirut PT Bhanda Ghara Reksa Muhammad Kuncoro Wibowo; mantan Direktur Komersial PT BGR Budi Susanto; Vice President Operasional PT BGR April Churniawan; Dirut PT Mitra Energi Persada Ivo Wongkaren; Roni Ramdani, Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada; dan Richard Cahyanto, General Manager PT PTP, sekaligus Direktur PT Envio Global Persada.

Menteri PDIP Korupsi Bansos

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pada tahun 2023 juga KPK telah memeriksa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara terkait kasus dugaan korupsi beras bansos di Kementerian Sosial (Kemensos) periode 2020-2021 dengan tersangka mantan Direktur Utama PT TransJakarta M Kuncoro Wibowo. KPK mendalami proses pengadaan bansos beras di Kemensos pada 2020.

“Yang bersangkutan (Juliari Peter Batubara) diperiksa dan dikonfirmasi antara lain soal penjelasan proses pengadaan bantuan sosial beras Kemensos RI 2020,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (28/11/2023).

Dia mengatakan penyidik KPK memeriksa Juliari Peter Batubara di Lapas Sukamiskin, Bandung. Pemeriksaan dilakukan pada Kamis (23/11).

Juliari merupakan terpidana kasus suap terkait bansos Corona di Kemensos. Juliari divonis bersalah menerima suap Rp 32,4 miliar dan dihukum 12 tahun penjara.

Juliari juga dihukum membayar denda Rp 500 juta dan uang pengganti Rp 14,5 miliar. Juliari telah dieksekusi ke Lapas Tangerang pada 22 September 2021. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru