JAKARTA- Ketua Komite Persahabatan Rakyat Rusia dan Indonesia, menilai, Amerika Serikat (AS) dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) tidak siap menghadapi operasi militer khusus Rusia ke Ukraina timur sejak Kamis, 24 Februari 2022.
Ketidaksiapan AS dan NATO, karena tidak memperhitungkan struktur sosial dan politik Rusia. Tidak memperhitungkan keunggulan geopolitik Rusia. Tidak memperhitungkan Rusia sebagai pensuplai berbagai kebutuhan masyarakat di Benua Eropa Barat, di sektor pangan dan energy. Tidak memperhitungkan langkah Rusia memblokir Laut Hitam.
“Awalnya, negara-negara di Uni Eropa di Eropa Barat dan Amerika Serikat sebagai anggota NATO, ramai-ramai memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Tapi kenyataannya, jadi bumerang, ibaratkan melepaskan tembakan dari kena kaki sendiri,” kata Joko Purwanto pada virtual: Forum Diskusi Denpasar 2 edisi-102, dengan tema: Menuju Perdamaian Rusia – Ukraina, Denpasar, Provinsi Bali, Indonesia, Rabu, 25 Mei 2022.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, turut memberikan presentasi secara virtual Dr Lestari Moerdjiat S.S, M.M (Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia), Muhammad Farhan (anggota Komisi I DPR-RI), Dr Connie Rahakundini Bakrie (analis dan pengamat intelijen Universitas Jenderal Ahmad Yani Bandung), Prof Dr Bayu Perwita (Universitas Pertahanan), Pie Priatna (Direktur Eksekutif Indonesia of Advance International Studies), Lutfi Assyaukanie Ph.D (tenaga ahli Wakil ketua MPR-RI), Dr Polit Sc. Henny Saptatia D.N. M.A (Ketua Program Kajian Program Studi Wilayah Eropa Universitas Indonesia), Ade Alawi (Wakil Direktur Pemberitaan Media Indonesia) dan Saut Hutabarat (Wartawan Senior).
Dikatakan Joko Purwanto, AS dan NATO, terlalu mensederhanakan masalah, dengan harapan sanksi ekonomi bisa membuat Rusia lumpuh secara ekonomi, sehingga di kemudian hari punya posisi tawar menjadi lemah, untuk segera menghentikan operasi militer khusus ke Ukraina yang pada kelanjutannya bisa dengan mudah ditekan dan didikte.
Kenyataannya Rusia sampai hari ini, cukup mampu bertahan. Kendatipun pertumbuhan ekonomi turun dari proyeksi sebelumnya, tapi Rusia, didasarkan proyeksi ekonom global, tidak akan mengalami resesi.
“Sedangkan resesi ekonomi, justru dialami negara-negara anggota NATO dan Amerika Serikat. Ini namanya senjata makan tuan, agar bisa dijadikan pelajaran sangat berharga dalam percaturan global di masa mendatang,” kata Joko Purwanto.
Dikatakan Joko Purwanto, Rusia sudah memperhitungkan secara matang untuk mengantisipasi langkah yang akan diambil AS dan NATO. Rusia sudah memiliki pengalaman kena sanksi ekonomi oleh komplotan Amerika selama lebih dari dua dasawarsa terakhir.
Dalam kondisi sekarang, ujar Joko Purwanto, tidak ada satu negara pun bisa menghentikan operasi militer khusus Rusia ke Ukraina.
Semakin AS dan NATO melakukan provokasi dengan mengirim persenjataan untuk membantu Ukraina, suasana semakin runyam dan sulit, dan Rusia akan terus memblokir Laut Hitam, untuk menutup jalur ekspor gandum, sehingga dalam tiga bulan terakhir berimbas kepada pasokan pangan masyarakat di Uni Eropa.
Kalaupun, ada kekuatan aliansi NATO dan AS membuka blokir Rusia di Laut Hitam, tidak semudah yang dibayangkan, karena sudah hampir pasti, Rusia akan memiliki perhitungan sendiri di dalam menghadapinya, sehingga implikasinya memperluas ekskalasi konflik.
Langkah mesti segera ditempuh sekarang, format ulang sistem keamanan di Benua Eropa. Jadikan Rusia sebagai mitra sejajar, agar negara anggota NATO di Eropa Barat, tidak terus-terusan menjadi alat dan kepentingan pragmatis Amerika Serikat.
Kenyatannya sekarang, Benua Eropa, terutama Eropa Barat, tidak bisa hidup tanpa Rusia, karena Rusia salah satu pensuplai hasil pertanian dan pertambangan minyak dan gas alam cair di daratan Eropa.
Ukraina, apapun alasannya, ungkap Joko Purwanto, dengan latar belakang sejarah yang ada, mesti menjadi penyangga komunikasi masyarakat di Benua Eropa, antara kelompok di barat dan kelompok di timur, dengan harus menempatkan diri secara tegas pada posisi netral, dan tidak boleh masuk NATO.
“Bagi Rusia, sudah tidak ada pilihan lain. Sejak tahun 2008, secara rutin memprotes ekspansi NATO ke Eropa timur, karena sebagai ancaman kedaulatan, tapi tidak digubris. Operasi militer khusus ke Ukraina timur, akumulasi kemarahan Presiden Rusia, Vladimir Putin, sejak tahun 2008,” ungkap Joko Purwanto. (Aju)