Jumat, 31 Maret 2023

SEGERA…! Dr. Kurtubi: Ini Cara Menaikan Produksi Hulu Migas

Pakar Energi, Dr. Kurtubi. (Ist)

JAKARTA- Ada dua cara menaikkan produksi migas yang sudah pasti. Pertama, meningkatkan Penemuan cadangan baru dengan mendorong investasi eksplorasi. Untuk itu butuh waktu paling cepat 7 tahun mulai dari awal investasi sampai menghasilkan produksi migas. Hal ini disampaikan oleh pakar energi, Dr. Kurtubi kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (25/11)

“Sejak UU Migas No. 22/2001 investasi explorasi turun. Karena sistem dan proses investasi yang birokratik, ribet dan panjang,” demikian ujarnya.

Yang kedua menurutnya adalah optimalisasi lapangan tua, antara lain dengan EOR (Enhanced Oil Recovery). Untuk itu, butuh waktu untuk menentukan model EOR yang cocok untuk sebuah lapangan minyak tua, tergantung reservoir dan jenis kandungan minyak  mentahnya.

“Sehingga diperlukan semacam pilot project ukuran kecil untuk memastikan ada minyak mentah yang ada dalam reservoir bisa terangkat. Bisa dengan menginjeksikan uap panas, bagan kimia, dan lain-lain agar agar minyak mentah tidak lengket di bebatuan dalam reservoir,” jelasnya.

Agar investasi di hulu kembali naik ia menjelaskan perlunya penyederhanaan sistim dan proses investasi.  Kedua, perlunya kepastian hukum dengan mencabut Undang-Undang Migas No. 22/2001.

“Sebaiknya lewat PERPPU. Karena kalau lewat Undang-Undang Omnibus Law, malah semakin ruwet dan lebih merupakan eksperimen baru,” ujarnya.

Ketiga adalah pengelolaan harus sesuai dengan pasal 33 UUD’ 45, dengan menjalankan Keputusan MK terkait dengan Judicial Review Undang-Undang Migas No 22/2001 yang bersifat final dan binding.

“Tidak boleh lagi akal-akalan seperti BP Migas yang telah dibubarkan oleh MK lalu dirubah nama menjadi SKK Migas dengan status tetap sebagai institusi/lembaga pemerintah,” tegasnya.

Ia mengingatkan mestinya tugas dan peran BP Migas dikembalikan ke Pertamina, bukan dengan mengubah nama.  Sebab sebelum berlakunya Undang-Undang Migas, tugas dan pekerjaan BP Migas ditangani dibawah Pertamina dengan nama BKKA ( Badan Koordinasi Kontraktor Migas Asing) selama 30 tahun.

“Saat itu, sistem dan proses investasi sangat simpel tidak birokratik dan tidak berbelit-belit,” jelasnya.

Ia menegaskan pentingnya kuasa pertambangan dikembalikan ke Perusahaan Negara.  Pemerintah Pusat  termasuk Kementerian ESDM adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dan pemegang kebijakan dan regulator.

“Yang mestinya mengawasi Pertamina sebagai memegang KP. Bukan dengan mencabut Kuasa Pertambangan dari Pertamina,” ujarnya.

Sehingga menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM yang berhak mengangkat dan memecat direksi dan komisaris Pertamina kapanpun.

“Pemerintah atau Kementerian ESDM tidak perlu lagi memegang Kuasa Pertambangn karena tidak ada gunanya  dan merugikan Pertamina, merugikan negara dan Investor.

“Ini salah satu sebab sektor migas tidak akan bisa memberikan manfaat ekononi yang sebesar-besarnya bagi rakyat sesuai kehendak konstitusi,” jelasnya.

Ia mengingatkan, sistem yang Kuasa Pertambangan di tangan pemerintah atau Kementerian ESDM membuktikan kehancuran industri migas nasional. Pasalnya, pemerintah itu tidak eligible, tidak bisa, tidak layak untuk melakukan kegiatan usaha migas. Seperti menambang (E&E)  migas, memproses crude jadi BBM dan Petkim, menjual BBM, ekspor impor migas. Dan juga tidak eligible untuk mengontrol cost recovery.

“Untuk kepentingan industri migas nasional dan kepentingan rakyat, kembalikan pengelolaan migas nasional sesuai konstitusi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,591PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru