ISTAMBUL – Presiden China Xi Jinping dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (20/11) melalui telepon membicarakan konflik Palestina-Israel, dan menekankan bahwa solusi dua-negara harus diwujudkan guna mengakhiri krisis yang kini sedang meningkat.
Kedua pemimpin negara itu meyakini bahwa prioritas utama saat ini adalah bagaimana mencegah konflik Palestina-Israel semakin buruk, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China.
“… terutama dengan kemunculan krisis kemanusiaan yang semakin parah,” kata kemenlu China.
Pernyataan itu menyebutkan Xi dan Macron menekankan bahwa solusi dua-negara merupakan kunci untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
Pembicaraan melalui telepon itu merupakan yang pertama kalinya dilakukan Xi dengan kepala negara atau kepala pemerintahan suatu negara setelah ia berkunjung ke Amerika Serikat pekan lalu.
Dalam kunjungan di Amerika Serikat, Xi melakukan pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden.
Xi dan Macron sebelumnya juga sudah membahas perang Gaza, yaitu pada kesempatan santap siang di San Francisco, AS, Rabu (14/11) pekan lalu.
Sementara itu pada Senin di Beijing, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyelenggarakan pertemuan para menteri luar negeri negara-negara Muslim.
Pada pertemuan itu, Yu menekankan kepentingan soal perwujudan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Israel selama ini menepis seruan untuk melakukan gencatan senjata sampai kelompok Palestina, Hamas, mau membebaskan para tawanan.
Xi dan Macron “sepakat untuk melanjutkan komunikasi menyangkut masalah-masalah internasional dan kawasan yang menjadi perhatian bersama, serta berkontribusi dalam menjaga perdamaian dan stabilitas dunia,” menurut pernyataan tersebut.
Sikap Amerika Serikat dan Inggris
Sementara itu, sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan kepada PM Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu bahwa solusi dua negara adalah “jawaban akhir”.
“Saya sudah menjelaskan kepada Israel, kepada Bibi (Netanyahu) dan kabinet perangnya, saya kira satu-satunya jawaban akhir dalam hal ini adalah solusi dua negara. Itu nyata,” kata Biden dalam konferensi pers setelah bertemu Presiden China Xi Jinping untuk pertama kalinya dalam setahun di San Fransisco, California.
Dia mengatakan dirinya tidak tahu sampai kapan konflik di Gaza akan berlangsung.
“Kapan (operasi Israel) ini akan berhenti? Saya kira ini akan berhenti ketika Hamas tidak lagi punya kapasitas untuk melakukan pembunuhan dan pelecehan dan hanya melakukan hal-hal mengerikan terhadap Israel,” katanya.
Presiden Biden juga mengatakan dirinya melakukan segala upaya untuk mengeluarkan para sandera dari Gaza, sembari menekankan bahwa hak itu tidak berarti bahwa dia mengirimkan pasukan AS ke sana.
Sementara serangan Israel di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-40, Biden tetap teguh mendukung Israel.
Israel telah meluncurkan serangan udara dan darat tanpa henti terhadap Jalur Gaza sejak kelompok perlawanan Hamas Palestina melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober.
Kantor media pemerintah di Gaza pada Rabu (15/11) mengumumkan bahwa jumlah korban tewas akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober telah meningkat menjadi 11.500, termasuk 4.710 anak-anak dan 3.160 perempuan.
“Jumlah korban tewas dari petugas medis telah mencapai 200,” kata kantor tersebut dalam sebuah pernyataan di Telegram.
Mereka lebih lanjut menyatakan bahwa 22 personel pertahanan sipil dan 52 jurnalis juga telah tewas, sementara jumlah korban luka-luka telah mencapai 29.800 orang, dengan sekitar 70 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid dan gereja, juga mengalami rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat tanpa henti oleh Israel di daerah kantong yang terkepung itu sejak bulan lalu.
Sementara itu sampai Senin (20/11), jumlah korban tewas di Israel adalah sekitar 1200 orang, menurut angka resmi.
Sejak Israel mulai membombardir Gaza pada 7 Oktober usai serangan Hamas, sudah lebih dari 13.000 warga Palestina yang terbunuh, menurut data-data terbaru yang dikeluarkan oleh pihak berwenang Palestina.
Jumlah korban jiwa 13.000 itu termasuk lebih dari 9.000 perempuan dan anak.
Selain itu, menurut data tersebut, ada lebih dari 30.000 orang yang mengalami luka.
Ribuan gedung, termasuk rumah sakit, masjid, dan gereja, mengalami kerusakan atau hancur karena digempur Israel dari udara maupun darat.
Blokade yang dilancarkan Israel terhadap Gaza juga telah menyebabkan layanan bahan bakar, listrik, dan air di wilayah itu terputus. Selain itu, penyaluran bantuan juga dibatasi.
Sementara itu menurut data-data resmi, jumlah korban jiwa di pihak Israel tercatat 1.200 orang. (Web Warouw)