Minggu, 7 September 2025

SERIES NIH..! PDSI Perjuangkan Kolegium Dokter Spesialis Jadi Independen Dari Ormas IDI

JAKARTA- Kehadiran Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) memperjuangkan agar kolegium dokter spesialis bisa Independen dari ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), dr. Erfen Gustiawan Suwangto, Sp.KKLP, SH, MH (Kes.) dalam wawancara Bergeloralah Channel beberapa waktu lalu dan dikutip Bergelora.com di Jakarta, Senin (16/5).

Wawnacara lengkap Sekretaris Jenderal Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), dr. Erfen Gustiawan Suwangto, Sp.KKLP, SH, MH (Kes.):

“Kami pernah bersama beberapa guru besar menggugat ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2017-2018 supaya kolegium spesialis menjadi independen IDI. Karena Kolegium terdiri dari para guru besar. Jadi beda dengan berita yang mengatakan MK sudah pernah memutuskan ketunggalan IDI. MK belum pernah memutuskan ketunggalan IDI,” tegasnya.

Dokter Erfen Gustiawan menjelaskan para guru besar seharusnya bisa bekerja dengan tenang, tidak bercampur dengan politik seperti di dalam IDI saat ini.

“Misalkan, ada spesialiaasi baru, jangan sampai dibawa ke Muktamar IDI untuk diputuskan. Pasti dokter-dokter lain ada yang gak setuju. Padahal ini adalah masalah akademis dan sangat dibutuhkan. Di luar negeri sudah ada spesialis ini, di kita susah berkembang. Karena di Muktamar IDI tidak disetujui. Itu jadi masalah,” ujarnya.

Menurutnya organisasi profesi kedokteran yang juga berfungsi sebagai trade union atau serikat pekerja,– terpisah dari urusan akademis keilmuan.

“Waktu itu MK bukan menolak gugatan kami 100%, MK cuma bilang ini persoalan internal gak perlu UU Praktek Kedokteran diubah. Jadi mohon kepada organisasi profesi agar mengubah AD/ART nya. Jadi sebenarnya MK setuju juga kolegium harus independen. Tetapi berpendapat ini bisa diselesaikan secara internal,” ujarnya.

Ia menjelaskan Kolegium itu kumpulan para guru besar perwakilan dari fakultas kedokteran yang mengurus ilmu pengetahuan.

“Sayangnya beliau-beliau ini dibawah organisasi profesi menurut UU Praktek Kedokteran,” ujarnya.

Dokter Erfen Gustiawan menceritakan bagaimana
Dr. Adib Khumaidi, SpOT, Ketua Umum IDI saja jadi korban.

“Dokter Adib itu merintis spesialis emergency medecin. Spesialis UGD. Dokter Adib sendiri mengakui ruwetnya bukan main. Bertahun-tahun gak jadi-jadi. Padahal lulusannya sudah ada dari Unibraw. Karena spesialis yang lain mungkin merasa terganggu,” ujarnya.

Bayangkan katanya, Pengurus Besar IDI saja mengurus spesialis dipersulit. Berarti dokter Adib pun korban dari sistim.

“Merintis ilmu baru pun susah. Kan konyol. Pengurus Besar IDI pun ribut bila akan merintis sebuah ilmu baru. Perlu persetujuan di Muktamar IDI.

Dokter Erfen mengatakan sudah saatnya ormas seperti IDI melepaskan kewenangannya menentukan ilmu mana yang boleh atau tidak berkembang.

Supaya antara kita sendiri gak ribut. Tiap muktamar ribut soal spesialis baru. Tiap muktamar ribut ada penelitian baru. Masak tiap muktamar ribut, musti polisi maju ke depan. Muktamar jadi sangat politis. Malu lah!” tegasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru