JAKARTA- Banyak cara yang bisa dilakukan seseorang, menurut Sekretaris Kabinet (Seskab), untuk mempromosikan diri dengan media sosial sekarang ini. “Saya membuat di WA grup, saya posting ini di WA saya yang anonim, yang tidak dimiliki oleh orang lain, kemudian saya masukkan kembali di WA grup yang saya miliki. Misalnya tentang reshuffle, ini pasti saudara-saudara menerima itu, ini diganti itu ini diganti itu. Walaupun semua tahu itu hoax,” tutur Seskab, Pramono Anung dalam sesi dialog pada acara Raker Sekretariat Kabinet di Istana Kepresidenan Cipanas, Jawa Barat, Sabtu (18/2).
Berita hoax yang sering beredar di masyarakat, lanjut Seskab, juga terkadang ditanyakan oleh orang yang diyakini tidak mungkin akan percaya berita tersebut.
“Inilah yang terjadi dan ini kemudian dan ini yang kemudian membuat beberapa negara sekarang ini, di Eropa Barat, mengalami yang sekarang ini disebut dengan kejenuhan memakai sosial media,” tambah Seskab.
Bangsa barat, menurut Seskab, mulai mengurangi penggunaan sosal media. Namun, lanjut Seskab, di Indonesia, sedang gandrung dengan sosial media dan sering kali banyak masyarakat menerima berita tanpa membaca dengan teliti kemudian meneruskan, menyebarkan kepada siapapun.
“Pelan-pelan Saudara harus mulai belajar untuk tidak melakukan itu. Lakukan dengan cara sederhana, minimal kepada diri sendiri tidak menyebarkan berita hoax, minimal,” tutur Mas Pram, panggilan akrab Pramono Anung memberikan tips.
Kalau ini bisa ditularkan kepada keluarga, lanjut Seskab, akan menjadi lebih baik. Namun sekali lagi, Seskab menyampaikan serbuan hoax ini akan terjadi mengalami kejenuhan.
“Mungkin menurut saya, 2 tahun lagi. Sekarang ini sampai dengan tahun 2018 mungkin sampai puncaknya di 2019, ketika pemilu hoax ini pasti akan mendominasi,” Seskab memberikan prediksi.
Hal lain yang perlu diperhatikan, menurut Seskab, yakni berkaitan dengan sampah digital media.
“Siapapun yang mau running menjadi pejabat publik, sekarang ini sangat gampang yang namanya sampah digital itu kita ambil kembali, kita tampilkan ke ruang publik,” Seskab mengingatkan.
Apa yang terjadi misalnya dengan diri pribadi, Seskab mencontohkan, bahwa Ia ada di ruang publik hampir 19-20 tahun. “Tentunya ada sampah media yang ada pada saya, apa lagi dengan media yang mengutip sangat cepat tanpa ada kedalaman sering kali berita itu bisa salah, sering kali bisa salah,” pungkas Seskab saat berikan arahan.
Acara Rapat Kerja (raker) kali ini yang berlangsung dua hari, 18-19 Februari 2017, dilakukan dengan menghadirkan para pemangku kebijakan di Sekretariat Kabinet. Sesi acara raker terkait arahan Seskab kepada para pimpinan dan pegawai di Sekretariat Kabinet tentang tugas dan fungsi serta arah kebijakan ke depan.
Hadapi Hoax
“Secara resmi suara Seskab itu disuarakan oleh media yang dimiliki oleh Setkab secara resmi, di Twitter, di IG, di Facebook, itulah suara kita,” papar Sekretaris Kabinet, Pramono Anung,
“Yang pertama ingin saya sampaikan, Saudara-saudara sekalian, ada hal yang tidak bisa dihindari ketika media sosial ini menjadi mendominasi dalam kehidupan keseharian kita. Bahkan kalau Saudara-saudara kalian, saya yakin 90% lebih, begitu bangun tidur yang dicari bukan kitab suci tetapi handphone, buka sosial media, buka Whatsapp, buka Twitter, buka Facebook, Instagram, dan seterusnya,” tutur Seskab menyampaikan arahannya.
Hal ini, lanjut Seskab, telah menjadi pola dan gaya hidup. Ia menyampaikan bahwa hal ini sebenarnya yang disebut dengan mengalami serbuan informasi yang di-framing oleh teknologi dunia.
“Maka kalau Saudara-saudara lihat, dari 5 orang terkaya di dunia sekarang ini, itu kelimanya bukan industriawan, bukan bankers tapi yang bekerja di sosial media, siapapun. Mulai dari Facebook, kemudian Amazon, dan macam-macam,” ujar Mas Pram panggilan akrab Pramono Anung.
Di negara mana pun, lanjut Seskab, ini adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Bahkan Amerika, Ia mencontohkan, dalam pemilu terakhir antara Hillary Clinton melawan Donald Trump, bagaimana Amerika yang dianggap, Langley itu tempatnya CIA, itu bisa diretas bahkan data yang kemudian menjadi milik FBI itu bisa dibuka.
“ini menunjukkan sebenarnya, Saudara-saudara sekalian, perang ke depan itu tidak lagi sebenarnya perang fisik, perang ke depan adalah perang bagaimana membangun, mem-framing apa yang di dalam back mind kita, dalam pikiran kita,” tutur Seskab seraya sampaikan termasuk yang belakangan ini yang terjadi.
Sebagai contoh, Seskab menyampaikan dalam pemilu DKI Jakarta sadar atau tidak sadar dibelah oleh media sosial ini, dan pembelahan ini membuat antar teman dan antar saudara saling berhadap-hadapan.
“WA grup Saudara-saudara yang dulunya satu alumni, yang suaranya adalah homogen, biasanya ramai atau seru ketika ada yang ulang tahun, atau mohon maaf ada yang meninggal dunia, mereka mengucapkan dan sebagainya, tiba-tiba menjadi sangat keras untuk pro kontra mendukung satu dan lainnya. tanpa tahu kebenarannya,” ujar Seskab menjelaskan.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, solusi yang ditawarkan oleh Seskab yakni adanya literasi media. Ia juga sampaikan bahwa apa yang terjadi sekarang ini akan ada waktunya pada titik kulminasi, titik batas yang disebut dengan orang mengalami kejenuhan media.
“Di negara-negara yang sudah maju sekarang ini pemanfaatan sosial media sudah mulai menurun, karena apa, mereka sudah jenuh. Mereka membaca media sosial bukan lagi membawa kenyamanan, tapi memberikan rasa marah. Apalagi sekarang, kemarin itu perdebatan di sosial media begitu luar biasa. Benar-salahnya relatif. Orang sangat susah sekali untuk mmbedakan itu,” tutur Seskab.
Yang perlu dilakukan oleh pegawai Setkab, menurut Seskab, memperkaya pemahaman, pengetahuan yang ada. (Calvin G. Eben-Haezer)