JAKARTA- Ultimatum Menhan Ryamizard Ryacudu terkait buku-buku yang memuat sejarah, ajaran, hasil investigasi yang berhubungan dengan peristiwa 1965 dan PKI merupakan tindakan yang bertentangan dengan nalar publik, mengancam kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, dan ilmu pengetahuan. Demikian , Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (16/5).
“Penyisiran sejumlah toko buku juga merupakan tindakan dan reaksi berlebihan atas fenomena kebangkitan PKI, yang justru diduga diproduksi oleh TNI konservatif berkolaborasi dengan kelompok Islam garis keras,” ujarnya.
Perintah Menhan menurutnya kemungkinan keluar jalur dari apa yang diperintahkan oleh Jokowi beberapa waktu sebelumnya. Sebagai perintah penegakan hukum, maka sesungguhnya perintah itu bukan untuk TNI melainkan tugas Polri sebagai penegak hukum.Â
“Perintah Jokowi untuk menegakkan hukum ditangkap oleh TNI sebagai perintah represi yang sama sekali tidak mempertimbangkan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan dan HAM,” ujarnya.
Jokowi menurutnya harus menegur Menhan yang justru menimbulkan kegaduhan di ruang publik, kecemasan masyarakat, dan mempermalukan Indonesia dengan penerapan politik represi dalam menangani persoalan bangsa.Â
“Sekali lagi, bahwa kebangkitan PKI adalah mitos, karena sangat tidak masuk akal jika kegiatan berkebudayaan yang ditujukan untuk mengungkap kebenaran persitiwa melalui film, diskusi, dan kegiatan lainnya justru dianggap sebagai indikator kebangkitan PKI,” katanya.
Semua kegiatan itu menurutnya ditujukan untuk meyakinkan negara mengambil sikap dan penyelesaian atas pelanggaran HAM berat di masa lalu. Semua langkah itu adalah tugas konstitusional dan legal yang melekat pada pemimpin bangsa, siapapun presidennya.Â
“Pendasaran tindakan represi dengan menggunakan sejumlah Undang-undang juga bertentangan dengan semangat reformasi yang ditunjukkan melalui pembatalan PNPS No.4 Tahun 1963 maupun Putusan Mahkamah Konstitusi.
” Yang pada  intinya memberikan pengakuan hak yang setara bagi korban PKI,  penghargaan kebebasan berpikir dan berekspresi dan lain sebagainya,” tegasnya
 Isu kebangkitan PKI mencuat belakangan ini.Â
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meminta masyarakat tidak terprovokasi dan tidak mudah terpancing adu domba.
“Kan sudah disampaikan, bisa jadi itu adu domba kan,” kata Gatot di Rupatama, Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (16/5).
Gatot menegaskan, kewaspadaan harus tetap ditingkatkan. Dia mengingatkan, jangan sampai peristiwa G30S yang terjadi pada masa lalu justru memecah belah bangsa menjadi dua kelompok dan saling membunuh saat ini.
“Jadi  yang dilakukan kita semuanya adalah mari kita wujudkan persatuan. Itu sudah masa lalu, masa lalu sebagai peringatan, jangan sampai terjadi lagi di masa kini,” ujarnya. (Web Warouw)