TAHUNA- Pernyataan Terry Filbert, CEO PT. Tambang Mas Sangihe (PT TMS) – anak perusahaan Baru Gold Corporation (BGC) – pada media juniorminingnetwork.com, Selasa(18/1/2022) yang intinya menyatakan BGC atau PT TMS telah memenuhi seluruh ketentuan perundangan di Indonesia, mengandung berbagai pemutarbalikkan fakta di lapangan.
Hal itu disampaikan Kordinator SSI, Alfred Pontolondo, dalam pernyataan tertulis yang disampaikan, Kamis (20/1/2022).
“Karena itu kami dari Save Sangihe Island (SSI) merasa perlu dan penting untuk meluruskan agar tidak menimbulkan korban-korban yang berpotensi tertipu dalam membeli saham Baru-Gold-Corporation (BGC),” ujarnya.
“Bahkan Pernyataan BGC tentang Pemerintah Daerah (federal government) menyambut baik kehadiran PT. TMS, adalah sebuah kebohongan besar karena faktanya pada tanggal 4 Desember 2021, pada pertemuan dengan tim independen Kementerian ESDM-RI dengan masyarakat Sangihe dan Pemerintah Kepulauan Sangihe, Jabes Ezar Gaghana selaku Bupati Sangihe secara tegas dan lantang menyatakan menolak kehadiran PT. TMS,” jelas Alfred.
Ia memaparkan beberapa bantahan terhadap pernyataan PT TMS itu.
Tanggal 12 Oktober 2021, Izin Lingkungan (AMDAL) PT TMS digugat oleh 56 Perempuan dari wilayah izin tambang PT TMS di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado yaitu perkara nomor: 57/G/LH/2021/PTUN.Mdo, saat ini (20 Januari 2022) sidang perkara tersebut dalam tahap pembuktian.
Dalam sidang perkara ini, PT TMS telah mengajukan diri menjadi Pihak Intervensi. Arti dari LH dalam kode nomor perkara tersebut adalah sengketa tentang lingkungan hidup.
Sebelumnya yaitu tanggal 18 Juni 2021, 7 orang perwakilan warga Pulau Sangihe menggugat izin penambangan PT TMS yang dikeluarkan oleh Menteri Energi dan Mineral di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yaitu perkara nomor: 146/G/2021/PTUN.Jkt. PT TMS juga menjadi pihak intervensi dalam perkara tersebut.
Langgar Undnag-undang
Alfred juga menjelaskan Mengapa AMDAL dan izin penambangan PT TMS digugat? Hal ini disebabkan perusahaan tambang emas tersebut melanggar berbagai peraturan perundang-undangan antara lainnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang melarang penambangan di pulau kecil karena Pulau Sangihe adalah pulau kecil dengan luas hanya sebesar 736, 98 Km2 yang tidak batasan pulau kecil yakni 2000 km².
AMDAL juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup karena pelanggaran informasi, dan pelanggaran tidak melibatkan masyarakat terkena dampak dalam penyusunan AMDAL.
“Oleh karena pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut, hampir seluruh masyarakat Pulau Sangihe menolak pertambangan emas PT TMS di Pulau Sangihe tersebut, seperti Masyarakat Adat, Organisasi Agama, mahasiswa, LSM-LSM (lokal, regional dan nasional), dan berbagai warga masyarakat di Pulau Sangihe,” tegasnya.
Ia memastikan, jika terdapat satu dua orang warga Pulau Sangihe yang mendukung operasi, itu tidak merepresentasi warga Pulau Sangihe.
Pernyataan BGC tentang Pemerintah Daerah (federal government) menyambut baik kehadiran PT. TMS, adalah sebuah kebohongan karena faktanya pada tanggal 4 Desember 2021, pada pertemuan dengan tim independen Kementerian ESDM-RI dengan masyarakat Sangihe dan Pemerintah Kepulauan Sangihe, Bapak Jabes Ezar Gaghana selaku Bupati Sangihe secara tegas dan lantang menyatakan menolak kehadiran PT. TMS.
Pernyataan BGC tentang telah membangun konstruksi untuk pelindihan pada bulan Oktober 2021, tidak benar karena hanya membuat dua jalan tanah untuk akses masuk lokasi Entanamahamu dan Darelupang di wilayah Desa Bowone.
“Belum ada konstruksi pelindihan karena mayoritas masyarakat tidak bersedia menjual tanahnya kepada PT TMS,” ujarnya.
Bahkan menurutnya, ada penjelasan salah seorang anggota Tim independen Kementerian ESDM-RI bernama Arif Zardi Dahlius melalui media oline lintasutara.com tertanggal 11 Desember 2021, mengungkap temuannya tentang rencana kerja TMS tidak jelas, tim kerjanya kurang baik serta pasif terhadap masyarakat.
Pernyataan BCG tentang 21 Desember 2021 PT. TMS telah melakukan program eksplorasi 25.000 m dengan mendatangkan mesin pengeboran juga tidak benar. Oleh karena mesin bor yang didatangkan ke Pulau Sangihe dihalau dan diusir oleh masyarakat di Pelabuhan Pananaru Sangihe dan di kembalikan ke kapal (LCT) untuk dipulangkan ke Pelabuhan asalnya, dan selama empat hari yaitu tanggal 21 Desember hingga 24 Desember 2021, masyarakat dari berbagai kampung di Sangihe berkumpul di pelabuhan penyeberangan Pananaru dan memboikot berbagai mesin dan alat berat PT. TMS dan menaikkan kembali ke kapal dan mengembalikan ke tempat asalnya. Kemudian seluruh alat-alat PT TMS tersebut dinaikkan ke atas kapal dan dibawa pergi.
Tidak Layak Ditembang
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Alfred juga memaparkan.ketidaklayakan penambangan dilakukan di Pulau Sangihe.
Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe nomor 4 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah, Sangihe digambarkan berada tepat di atas 4 lempeng, yakni lempeng Eurasia, Pasifik, lempeng Maluku dan Lempeng Sangihe. Keberadaan tepat di atas pertemuan lempeng itu menyebabkan struktur tanah Sangihe labil sehingga sering mengalami longsor.
Pulau Sangihe diapit oleh tiga gunung api aktif besar. Di sebelah selatan pulau Sangihe ada gunung api bawah laut Mahengetang. Di tengah-tengah pulau ada gunung api Awu, dan di utara ada gunung api bawah laut Kawio.
Kondisi Pulau Sangihe sering mengalami banjir bandang. Dua kasus terakhir yang menyebabkan banyak korban jiwa dan material adalah banjir bandang di desa Kolongan Kecamatan Tahuna Barat pada tahun 2016 dan banjir bandang di desa Lebo Kecamatan Manganitu di tahun 2019.
Pulau Sangihe juga sering mengalami puting-beliung. Di awal tahun 2021, telah terjadi puting beliung berskala besar di wilayah selatan pulau Sangihe yang menyebabkan robohnya ribuan tanaman produktif masyarakat.
Terakhir, Sangihe secara rutin diterpa oleh ombak besar yang kerap mengakibatkan abrasi.
Semua hal di atas menjadikan pulau Sangihe demikian rentan terhadap perubahan bentang alam dengan alasan apapun, termasuk untuk pertambangan terbuka skala besar.
“Tanpa kehadiran pertambangan emas PT.TMS saja pulau Sangihe harus menghadapi banyak ancaman bencana alam, apalagi jika PT. TMS sudah beroperasi dengan berbagai metode open pit yang akan membongkar habis dataran pulau menjadi lubang-lubang tambang,” tutur Alfred (EDL )