Rabu, 2 Juli 2025

SIAPA TANGGUNG JAWAB NIH..? Kapal Singapura Curi Pasir Laut, Indonesia Rugi Hampir Rp 1 Triliun

JAKARTA – Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa pencurian pasir laut Indonesia oleh Singapura berdampak negatif pada ekonomi nasional.

Menurut perhitungan Celios, potensi kerugian produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp 925,2 miliar, atau hampir Rp 1 triliun.

“Kita mencatat sebenarnya, ternyata dampak dari pencurian pasir laut oleh Singapura, itu merugikan output ekonomi, ini sebesar Rp 925 miliar atau hampir Rp 1 triliun PDB kita berkurang. Ini cukup besar juga,” ujar Nailul dalam diskusi Celios yang digelar secara daring pada Senin (14/10/2024).

“Kemudian yang kita lihat adalah pajak, pajak yang seharusnya bisa didapatkan dari ekspor pasir laut yang legal. Karena ini ilegal, dia enggak bayar pajak, maka ada potensi penerimaan pajak yang hilang, itu sebesar Rp 83 miliar,” lanjutnya.

Selain itu, Celios mencatat potensi penurunan PDB sektor perikanan sebesar Rp 679,8 miliar, jumlah nelayan yang berkurang sebanyak 15.566 orang, dan potensi ekspor yang hilang sebesar Rp 250 miliar.

“Jika kita lihat dari hitungan, 100.000 meter kubik pasir yang diambil per bulan, dalam setahun sudah 1,1 juta meter kubik yang hilang dicuri oleh Singapura. Ini sangat merugikan negara,” katanya.

“Dalam artian adalah potensi kehilangan pajaknya cukup besar, potensi kehilangan PNBP-nya cukup besar, dan juga potensi kehilangan dari sisi ekonominya juga cukup besar, hampir Rp 1 triliun. Dan juga di sini kalau kita melihat nilai yang paling banyak dirugikan, karena pendapatan nelayan itu berkurang,” jelas Nailul.

Nailul mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan tegas guna melindungi pasir laut agar kasus serupa tidak terulang.

“Harus ada pembenahan untuk situasi ini,” tegasnya.

Kronologi pencurian pasir laut Pencurian pasir laut Indonesia oleh Singapura terdeteksi setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan operasional dua kapal keruk berbendera Singapura, MV YC 6 dan MV ZS 9, pada pekan lalu.

Kedua kapal tersebut diduga melakukan pengerukan dan dumping tanpa izin di Perairan Batam, Kepulauan Riau.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, menjelaskan bahwa kedua kapal tersebut tidak memiliki dokumen izin operasional yang sah.

“Saat dilakukan pemeriksaan, MV YC 6 berukuran 8012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8559 GT terindikasi melakukan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan,” kata Ipunk, sapaan akrabnya.

Ia menambahkan bahwa pengakuan nakhoda menunjukkan bahwa mereka sering memasuki wilayah Indonesia tanpa dokumen perizinan yang sah. Dalam satu bulan, mereka bisa mencapai 10 kali masuk ke wilayah Indonesia.

Namun Baru Ketahuan Kapal pengisap pasir tersebut membawa 10.000 meter kubik pasir dan memiliki 16 orang anak buah kapal (ABK), terdiri dari 2 WNI, 1 warga Malaysia, dan 13 warga negara China.

“Mereka mengisap pasir selama sembilan jam dan dalam satu kali perjalanan mampu mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia,” jelasnya.

Ipunk menegaskan bahwa PSDKP akan terus mengawasi dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal yang beroperasi di perairan lainnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Viktor Gustaaf Manoppo, menyatakan bahwa hingga saat ini pemerintah belum menerbitkan izin apa pun terkait pengelolaan hasil sedimentasi laut.

“Secara regulasi, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapa pun terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi. Estimasi total potensi kerugian negara dari kegiatan ini dalam satu tahun bisa mencapai ratusan miliar,” ungkap Viktor. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru