JAKARTA – Fenomena perekonomian Jepang yang masuk ke dalam resesi dinilai berpotensi berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Jika dilihat dari sisi perdagangan, Airlangga mengakui, perlambatan ekonomi Jepang akan memukul perekonomian Indonesia. Pasalnya, Jepang merupakan salah satu negara mitra dagang utama Indonesia.
“Yang sangat berpengaruh (terhadap perekonomian Indonesia) tentu (resesi) Jepang,” kata dia, di Kantor Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Namun demikian, perekonomian Tanah Air berpotensi mendapat keuntungan dari sisi penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi. Sebab, negara yang tengah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akan berupaya meningkatkan kegiatan manufakturnya di negara lain.
Menurut Airlangga, Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan utama yang akan menjadi incaran pelaku usaha Negeri Sakura memindahkan kegiatan usahanya. Dengan demikian, Indonesia pun berpotensi menerima aliran investasi dari Jepang.
“Mereka akan melihat yang salah satu region yang masih bisa tumbuh adalah ASEAN. Jadi justru dengan resesi di sana, saya berharap investasi dari sana akan semakin mengalir,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan hal serupa.
Menurut dia, di tengah perlambatan ekonomi Jepang, pelaku usaha di negara tersebut berpotensi melakukan relokasi terhadap kegiatan produksinya.
“Jepang pasti akan melihat potensi investasi di luar negerinya, yaitu di Indonesia sebagai negara yang masih berkembang, prospeknya masih cukup bagus. Ini akan membuat industri Jepang melakukan relolasi pabrik ke Indonesia,” tuturnya
Untuk memaksimalkan momentum tersebut, Bhima bilang, pemerintah harus menyiapkan sejumlah insentif untuk menarik minat pelaku usaha Jepang menanamkan modalnya di Tanah Air. Pemberian insentif diyakini setimpal dengan potensi pertambahan ekonomi di Indonesia.
“Terutama di sektor elektronik, mungkin pengembangan mobil hybrid, mobil listrik, industri baterai, serta perangkat IT,” ucapnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebagai informasi, Jepang resmi mengalami resesi ekonomi secara teknis, ditandai dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi secara dua kuartal berturut-turut. Dilansir dari CNBC, produk dometik bruto (PDB) Jepang turun 0,4 persen secara tahunan pada kuartal IV-2023. Pada kuartal sebelumnya, PDB Negeri Sakura juga terkontraksi, yakni sebesar 2,9 persen, sehingga secara teknis perekonomian negara tersebut mengalami resesi. (Enrico N. Abdielli)