Jumat, 4 Juli 2025

Simposium Nasional : Mencari Jawab Atas Tragedi 1965

JAKARTA- Tragedi 1965 ternyata bukanlah masalah yang sederhana sebagaimana ingin ditafsirkan oleh banyak orang. Masalahnya jauh lebih dalam daripada soal ‘meluruskan sejarah’ karena sejarah bersifat multitafsir tanpa kebenaran tunggal. Oleh karenanya Simposium Nasional ”Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Sejarah” dilaksanakan langsung dipimpin oleh  Gubernur Lemhanas, Letjen (Purn) Agus Widjojo sebagai Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional bekerjasama dengan Menkopolhukam, Luhut B. Panjaitan.

Simposium ini, yang akan diadakan 18-19 April pukul 09.00 pagi di Hotel Arya Duta Jakarta,  mengundang ahli, pelaku, saksi, korban dan pengamat yang akan berdialog dan berdiskusi untuk mencari titik temu  menyelesaikan peristiwa ini.

Ketua Panitia Pelaksana, Suryo Susilo menjelaskan bahwa setiap usaha untuk mengonstruksi kebenaran tunggal mengenai sejarah akan menyebabkan kita terjerembab dalam permainan klaim kekuasaan yang memposisikan satu pihak sebagai yang ‘benar dan menang’ dan pihak lain sebagai pihak yang ‘salah dan kalah’ : dikotomi yang justru mengaburkan sejarah itu sendiri.

“Titik permasalahannya bukan berada pada diri perseorangan pelaku dan/atau korban tetapi pada masalah bangsa. Maukah bangsa ini menyelesaikan konflik dan trauma yang terus menggoncang bangunan dan kehidupan kejiwaan bangsa serta merangsang untuk terjadinya berbagai macam kekerasan yang masih terjadi dalam berbagai bentuk dan kasus hingga hari ini ?” ujarnya.

Ia menjelaskan, di tengah itu semua, banyak orang diam-diam memendam harapan yang sama dan bertanya-tanya. Bagaimana menghadapi tragedi itu, menyelesaikan persoalan hak asasi manusia, memulihkan korban dan menempatkannya secara jujur dalam lintasan sejarah Indonesia, serta memahami implikasinya terhadap kehidupan berbangsa sejak 1965-1966?

Menurutnya, sesudah Reformasi 1998 harapan itu terekspresikan secara terbuka terutama dengan munculnya kesaksikan korban/penyintas dan keluarganya serta advokasi para pendamping dan pegiat HAM.Bukti-bukti pelanggaran HAM berat yang telah terjadi sudah diumumkan oleh Komnas HAM pada bulan Juli 2012. Telah banyak pula kajian akademik, dokumen penyelidikan dan kesaksian, serta rekomendasi yang dihasilkan selama ini.Komnas HAM periode 2007-2012 pun telah melaksanakan penyelidikan dan menyampaikan laporannya kepada Kejaksaan Agung yang berisi kesimpulan bahwa dalam peristiwa 1965-1966 patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM yang berat. Berbagai inisiatif dan sumbangan bagi penyelesaian itu sampai saat ini masih berproses.

Dari pengalaman atas kekerasan dan upaya penyelesaiannya yang panjang itu, patutlah kita mengakui dengan rendah hati bahwa bangsa ini belum sungguh-sungguh menjalani proses menjadi bangsa yang beradab. Sebuah bangsa yang beradab ditandai dengan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, menjalankan kehidupannya berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, sertamengembangkan cara pandang yang sehat dan proporsional terhadap masa lalu, yang amat penting dalam membentuk tatanan moral dan etika hidup bersamademi kepentingan masa depan anak bangsa.

“Pertanyaan bagaimana hanya dapat mulai dijawab ketika kita mengerti apa yang terjadi pada periode kelam tersebut. Ciri dari peristiwa politik adalah terbentuknya kabut tebal yang mengaburkan dan menyembunyikan banyak fakta,” katanya.

Namun katanya, bertumpu ke banyak kajian dan kesaksian yang sudah ada sejauh ini, kembali muncul pertanyaan-pertanyaan, apa hakikat dan latar belakang terjadinya peristiwa tragedi 1965? Dinamika sosial, psikologis dan antropologis apa yang berlangsung sehingga masyarakat di berbagai daerah dapat melakukan pembunuhan skala besar dalam waktu singkat? Elemen-elemen politik apa dalam kehidupan bangsa yang menjadi pemicu terjadinya peristiwa tragedi 1965?

Apa yang berlangsung pada tataran politik dan kenegaraan sehingga terjadi penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan tragedi 1965? Apa dan bagaimana pengaruhnya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara? Bagaimana korban/penyintas dan keluarganya, didukung para pendamping dan pegiat hak asasi manusia serta berbagai organisasi masyarakat warga merawat ingatan, memperjuangkan hak dan memulihkan luka yang diderita?

Bagaimana berdamai dengan masa lalu oleh generasi yang mengalami peristiwa itu? Bagaimana generasi yang tidak mengalami peristiwa itu mencoba memahami dan merekonstruksi ingatan kolektifnya sejarah bangsa berdasarkan sumber pengetahuan yang tersedia, yang untuk waktu lama amat terbatas baik dari segi jumlah maupun substansinya?

“Panitia Simposium ini menyadari bahwa kompleksitas peristiwa 1965-1966 menuntut bukan saja prasyarat politik dan kelembagaan, melainkan juga prasyarat kultural. Ketiganya merupakan kesatuan, kendati tidak sama antara satu dan yang lainnya. Dengan kait kelindan itu, bagaimanakah kita bersama-sama akan menyembuhkan luka terdalam bangsa ini dengan cara yang jujur, adil dan beradab? Apa yang perlu dan dapat dilakukan dalam situasi Indonesia sekarang ini?: katanya.

Tujuan Simposium

Ketua Forum Solidaritas Anak Bangsa (FSAB) ini menjelaskan, tujuan dari Simposium Nasional ini adalah menempatkan tragedi 1965 secara jujur dan proporsional dalam kesejarahan bangsa Indonesia dengan melacak arti dan menimbang implikasinya dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa.

Simposium akan membahas secara reflektif makna dan tatanan kebangsaan yang baru, berlandaskan pembelajaran atas peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu, khususnya tragedi 1965.  Dari Simposium ini diharap dapat menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah untuk menyelesaikan secara komprehensif kasus pelanggaran berat hak asasi manusia dalam tragedi kemanusiaan 1965.

“Simposium ini tidak menempatkan diri sebagai sebuah langkah baru yang ekslusif, tetapi bertumpu ke berbagai produk yang telah dihasilkan dalam upaya memahami dan menyelesaikan kasus tragedi 1965. Perbedaan yang dapat dicatat di sini adalah pendekatan komplementer psiko-antropo-historis sebagai metode untuk mendapat jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan di atas,” katanya. (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru