Jumat, 4 Juli 2025

Spionase Korea Utara dan Pencurian Natrium di Kalimantan Barat

PONTIANAK – Pukul 08.20 waktu Kuala Lumpur, Federasi Malaysia, Senin, 13 Februari 2017, sebelum masuk ke ruang pemeriksaan terminal keberangkatan Bandara Internasional Kuala Lumpur, Kim Jong Nam (45 tahun), abang tiri Presiden Korea Utara (Korut), Kim Jong Un (34 tahun), diserang dua perempuan.

Mulut dan hidung Kim Jong Nam dibekap kain yang sudah diolesi racun bernama ricin atau tetrodotoxin. Hanya dalam hitungan menit, Kim Jong Nam terkulai dan langsung meninggal dunia.

Ricin berasal dari biji tanaman jarak dan memang sangat ampuh. Ricin lebih mematikan 1.200 kali dari racun sianida, karena daya resapnya menyebar secara cepat ke seluruh tubuh dan menyerang hati serta ginjal.

Melihat korban tidak berdaya, kedua perempuan pelaku penyerangan langsung melarikan diri dengan menggunakan taksi. Tapi berkat rekaman Circuit Closed Television (CCTV), pelaku berhasil diidentifikasi.

Polisi Malaysia bergerak cepat. Doan Thi Huong (29 tahun), pemegang paspor Vietnam, berhasil ditangkap, Selasa (14/2). Pukul 02.00 waktu Kuala Lumpur, Kamis, 16 Februari 2017, kepolisian Federasi Malaysia, menangkap Siti Aisah, pemegang paspor Indonesia, kelahiran 11 Februari 1992, beralamat di Serang, Provinsi Banten.

Pacar Siti Aisah, bernama Muhammad Farid Jalaluddin, warga Malaysia berusia 26 tahun, turut pula ditangkap karena dinilai masuk jaringan agen spionase Korut untuk membunuh Kim Jong Nam.

Profil Siti Aisah, di Indonesia berbilang misterius. Siti Aisah, sempat tinggal lama di Gang Kacang, Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, bekerja di sebuah rumah konveksi, tapi dikenal kurang mau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Agen perempuan Korea Utara Lee Sun Sil (Ist)Masyarakat awam terkejut, apa kaitannya ada warga Indonesia, Vietnam dan Malaysia, terlibat di dalam pembunuhan Kim Jong Nam?

Tapi di dalam dunia intelijen, ini hal yang lumrah. Sebuah negara, untuk tujuan tertentu, bisa merekrut warga negara lain dengan imbalan menggiurkan, untuk memperoleh informasi akurat dan atau membunuh seseorang yang dinilai membahayakan keselamatan negara.

Pencurian Natrium Di Kalbar

Karena itulah, Pemerintah Korea Selatan (Korsel), langsung bergerak cepat, ketika muncul isu pencurian bahan tambang natrium, bahan baku reaktor nuklir oleh oknum warga negara Korut di Kecamatan Pengkadan, Kecamatan Bunut Hulu dan Kecamatan Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat.

Sekretaris I Kedutaan Besar Korsel di Jakarta, Chae, Kamis, 12 Oktober 2016, mengakui, tengah melakukan investigasi dengan mengumpulkan informasi dari Kodam XII/Tanjungpura, otoritas sipil di Pontianak dan Putussibau, Ibukota Kabupten Kapuas Hulu.

Menurut Chae, isu pencurian natrium di Indonesia yang patut diduga melibatkan warga Korut, dinilai sangat serius, lantaran negara bertetangga langsung, tapi saling bermusuhan itu, terus-terusan melakukan uji coba bom nuklir dan peluncuran rudal balistik berhulu ledak nuklir.

Kecurigaan Chae, cukup beralasan. Pakar Kimia Terapan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Thamrin Usman, mengatakan, bahan tambang natrium, amat sangat strategis, sehingga mutlak di bawah pengawasan otoritas yang berwenang di bidang pertahanan dan keamanan.

Prof DR Thamrin Usman DEA doktor kimia terapan lulusan dari Institut National Polytechnique de Toulouse, Perancis, sekarang Rektor Universitas Tanjungpura, Guru Besar Kimia Agro Industri, Penemu Teknologi Efisien Produksi Biodiesel, Insan Energi Baru dan Terbarukan Indonesia.

Bila dalam bentuk logam natrium, menurut Thamrin Usman, maka kontak langsung dengan udara bisa meledak. Tetapi bila dalam bentuk senyawa mineral natrium, biasanya dalam wujud garam natrium. Misalnya natrium chloride, ini garam dapur.
“Kalau ini tidak menarik dan jarang ditemukan di darat. Kalau untuk jadi bahan baku bom nuklir itu hanya mineral uranium yang selanjutnya bisa dimurnikan. Selanjutnya bisa jadi bahan bakar reaktor nuklir, hasil sampingannya bisa jadi bahan baku bom nuklir,” kata Thamrim Usman.

Praktik pengintaian

Spionase adalah suatu praktik pengintaian, memata-matai untuk mengumpulkan informasi mengenai sebuah organisasi atau lembaga yang dianggap rahasia tanpa mendapatkan izin dari pemilik yang sah dari informasi tersebut.

Tidaklah mengejutkan kalau ada warga Indonesia menjadi agen spionase negara lain, bahkan untuk melakukan eksekusi sekalipun. Di Australia saja, tahun 2005 terungkap lebih dari 1.000 agen spionase warga negara Australia, bekerja untuk kepentingan Beijing, Republik Rakyat Cina (RRC).

Berkaitan dengan itu pula, tidak bisa dianggap remeh isu pencurian bahan tambang natrium di Kabupaten Kapuas Hulu yang patut diduga dibeli secara ilegal oleh oknum warga Korut lewat jalan setapak di sepanjang perbatasan dengan Negara Bagian Sarawak, Federasi Malaysia.

Spionase berkaitan langsung dengan ekonomi dan politik. Ekonomi sebuah negara kuat, sebagai modal untuk menghemoni negara lain dari sisi politik, sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Istilah spionase pada praktiknya digunakan untuk menyebut kegiatan intelijen secara luas. Agar berjalan sukses, spionase membutuhkan individu yang memiliki kemampuan khusus.

Agen spionase harus berani, mampu berpikir cepat, dan cerdas, mengingat tugas yang harus mereka selesaikan tergolong sulit dan berbahaya. Siti Aisah, warga Indonesia, masuk dalam kategori ini, sehingga patut diduga menjadi tenaga eksekutor di dalam membunuh lawan politik Presiden Korut Kim Jong Un, yakni abang tirinya sendiri, Kim Jong Nam.

Sejatinya, Korut memiliki sejarah panjang pengutusan agen spionase perempuan untuk melakukan beberapa tugas yang paling berbahaya dan mematikan.

Agen Korut

Kantor Berita Bernama dan Agence France de Presse (AFP), Jumat (17/2), menyebutkan, sebelum Siti Aisah dan Doan Thi Huong, paling tidak ada tiga nama wanita masuk di dalam jaringan spionase Korut dengan keberhasilan tugas cukup signifikan.

Pertama, agen Kim Hyon-hui. Pada November 1987, dua agen Korut yang menyamar sebagai seorang ayah dan putrinya meninggalkan bom waktu di dalam sebuah pesawat jet Korsel. Pesawat saat itu tengah transit di Abu Dhabi dalam penerbangan dari Baghdad ke Seoul.

Pesawat kemudian meledak di lepas pantai Myanmar. Insiden itu menewaskan seluruh penumpang dan awak kapal berjumlah 115 orang.

Kedua agen Korut bepergian dengan paspor Jepang palsu itu berhasil ditangkap di Bahrain. Agen laki-laki yang berusia 72 tahun tewas setelah menggigit racun sianida di dalam rokoknya. Sedangkan agen Kim Hyon-hui berhasil dicegah sebelum melakukan hal serupa.

Setelah diekstradisi ke Seoul, Kim (27 tahun) mengatakan kepada penyelidik bom itu dimaksudkan untuk mengganggu jalannya Olimpiade Seoul. Olimpiade saat itu baru akan dimulai 10 bulan kemudian.

Kim dijatuhi hukuman mati, namun akhirnya diampuni dengan alasan ia ditipu oleh Pemerintah Korut. Kim lalu menulis beberapa buku dan menikah dengan seorang mantan perwira intelijen.

Kedua, agen Won Jeong-hwa. Won ditangkap dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2008. Won masuk ke Korsel pada 2001 dengan menyamar sebagai pembelot dari Korut.

Pemerintah Korsel mengatakan, Won menggunakan daya tarik seksual untuk mendapatkan informasi sensitif dari perwira militer Korea Selatan. Won diplot untuk membunuh petugas militer lainnya.

Setelah dibebaskan dari penjara, Won mengatakan pemberitaannya telah dibesar-besarkan. Won mengaku hanya menggunakan daya tarik seksual satu kali sebelum ia benar-benar merasa jatuh cinta pada seorang perwira militer junior.

Won mengaku tidak mematuhi perintah Korut untuk membunuh dua anggota intelijen Korsel dengan racun. Won dianggap sebagai informan tingkat rendah Korut meski terbukti ia adalah agen mata-mata yang sangat terlatih.

Ketiga, agen Lee Sun-sil. Lee pada Oktober 1992, badan intelijen Korsel mengumumkan telah menangkap 62 orang yang hendak mendirikan cabang rahasia Partai Buruh Korut. Otak dari gerakan itu adalah Lee Sun-sil, agen perempuan Korut berusia 75 tahun, yang telah beroperasi di Korsel 10 tahun.

Lee berada di peringkat 22 dalam hirarki politik Korut. Lee menolak ditangkap karena telah kembali ke Korut saat gerakan Partai Buruh telah tercium Korsel.

Pemimpin Korea Utara Kim Il Sung, kakek dari pemimpin Korea Utara saat ini, Kim Jong Un bertemu Lee dua kali di salah satu vilanya. Kim memberikan gelar kehormatan kepada Lee dan memberikan sebuah jam tangan emas yang diukir dengan namanya.

Lee meninggal dunia pada 2000 dan dimakamkan di pemakaman pahlawan Pyongyang dengan tanda kehormatan sebagai mantan agen spionase.

Jadi, dalam tahun 2017, warga Indonesia bernama Siti Aisah, apabila tuduhan terbukti di Malaysia, untuk pertama kalinya dalam sejarah direkrut jadi agen spionase Korut yang terlanjur terungkap ke permukaan.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, Pemerintah Republik Indonesia, terlihat sangat hati-hati di dalam menanggapi Siti Aisah direkrut menjadi agen spionase Korut. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, M Iqbal di Jakarta, Jumat (17/2), menegaskan, akan memberikan pendampingan hukum bagi Siti Aisah selama menjalani proses hukum di Kuala Lumpur.

Makna dari pernyataan Kementerian Luar Neger Indonesia, baik Indonesia maupun Malaysia, sangat berkepentingan menggali informasi lebih dalam dari para pelaku pembunuhan Kim Jong Nam. (Aju)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru