Oleh: Dr. Kurtubi *
KALAU 33 PLTU Batubara di suntik mati, penggantinya harus pembangkit listrik dari Energi Baru (EB) dan Energi Terbarukan (ET).
Ini perlu perencanaan yang tepat dan cerdas dari Pemerintah/ESDM/DEN, dengan memperhatikan sifat dari masing-masing jenis EB dan ET.
Tujuannya agar proses penggantian yang dijadwalkan berlangsung selama masa transisi energi bisa berjalan dengan baik dan efisien.
Masyarakat pelanggan listrik bisa memperoleh listrik bersih yang cukup, kegiatan industri dan bisnis bisa terjamin memperoleh listrik stabil yg bisa nyala 24 jam dengan tarif listrik yangg murah terjangkau tanpa subsidi. Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak harus naik selama proses dalam masa Transisi Energi.
Logikanya adalah karena yang harus diganti adalah PLTU Batubara yang listriknya bersifat non intermitten yang selama ini berfungsi sebagai komponen utama dalam base load grid transmisi dan distribusi PLN yang Handal.
Bertujuan untuk menjamin listrik stabil 24 jam ke pelanggan. Terutama untuk pelanggan industri dan dunia usaha, yang merupakan pusat-pusat aktivitas kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah (value added) ekonomi yang dihitung dalam perhitungan GNP dan GDP.
Maka Perencanaan Penggantian PLTU Batubara yang tepat dan rational, perlu ada kriteria dan langkah yang tepat. Pertama, menyiapkan pembangkit listrik bersih dari EB dan ET bebas emisi karbon, non intermitten dan biaya produksi listriknya harus lebih murah dari PLTU yang akan digantikan.
Mari kita lihat, bahwa yang memenuhi kriteria ini adalah
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan Teknologi Generasi ke 4. Listriknya bersih, non intermitten, pembangunannya lebih singkat, lebih aman dan biaya produksi listriknya lebih murah dari PLTU Batubara yg akan digantikan.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB). Listrik bersih non intermitten tetapi biaya produksi listriknya jauh lebih mahal dari PLTU Batubara karena biaya pengeboran sumber energi panas bumi yang sangat mahal. Sehingga sejak awal, di Indonesia pengembangan PLTPanas Bumi pengelolaanya diserahkan ke Pertamina yang ‘menanggung’ mensubsidi biaya pengeborannya.
Listrik ET yang bersih harus dikembangkan karena sumber energi diperoleh gratis dari alam tetapi secara alamiah bersifat intermitten, hidup mati hidup mati tidak bisa nyala 24 jam non stop.
Jenis energi ini Cocok untuk skala rumah tangga, lingkungan/wilayah yang relatif kecil dan perkantoran yang tidak membutuhkan listrik selama 24 jam non stop.
Listrik dari ET ini akan menimbulkan masalah biaya kalau listrik dari ET ditujukan untuk konsumen yang lebih luas dengan menyalurkan listriknya lewat sistem grid transmisi PLN. Maka listrik yang berasal dari ET ini akan menjadi sangat mahal disisi konsumen karena listriknya membutuhkan baterai storage yang besar dan mahal.
Selain membutuhkan bantuan Pembangkit listrik lain ketika listrik yang intermitten ini masuk grid PLN agar instabilitas listrik yang diterima oleh PLN tidak menimbulkan gangguan kehandalan supply PLN.
Sehingga Penggantian listrik PLTU Batubara tidak sekedar diganti !!! Butuh perencanaan yang tepat dan cerdas agar masyarakat termasuk kalangan industri dan bisnis mulai dari bisnis skala rumah tangga, skala kecil, menengah dan skala besar, termasuk pengembangan Iindustri hulu-hilir berbasis SDA yang menjadi jantung pertumbuhan ekonomi,– tidak menjadi korban dari program transisi energi dalam bentuk listrik yang tidak handal dan listrik yang lebih mahal.
Namun fakta yang kita saksikan justru listrik dari PLTN Generasi ke 4 hingga hari ini belum ada yang dibangun. Malah PLTN masih secara nyata diposisikan sebagai ‘Opsi Terakhir’.
DEN justru menjadwalkan PLTN baru akan masuk tahun 2040. Berarti hampir satu abad sejak dicita-citakan oleh Presiden RI Pertama, Soekarno.
Padahal Presiden RI ketujuh, Presiden Jokowi dan rakyat mengharap pada saat Indonesia Merdeka 1 Abad di tahun 2045, Indonesia sudah nenjadi Negara Industri Maju berpendapatan tinggi.
Karena waktu yang relatif sempit, sekitar 18 tahun dari sekarang. Hampir dapat dipastikan, cita-cita tersebut mustahil bisa dicapai.
Sebab pertumbuhan ekonomi tinggi hingga tumbuh double digit sebagai syarat untuk mencapai cita-cita tersebut, mustahil bisa dicapai tanpa didukung oleh listrik bersih non intermitten dan murah.
Sebab pertumbuhan ekonomi tinggi hingga tumbuh double digit sebagai syarat untuk mencapai cita-cita tersebut, mustahil bisa dicapai tanpa didukung oleh listrik bersih non intermitten dan murah.
* Penulis, Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, ulumni CSM, IFP dan Universitas Indonesia