Sabtu, 2 Desember 2023

Surat Cinta Seorang Pendeta kepada Adinda PSI

Oleh: Pdt. Victor Rembeth *

Kaesang, Sis Grace dan Bro Toni dan kawan-kawan PSI,

Saya bukan siapa-siapa, hanya seorang pendeta protestan yang berusaha mengajak umat baik di dalam maupun di luar gereja untuk mempunyai nilai dalam mengisi gelapnya politik dengan sebersit cahaya. Indonesia seharusnya semakin baik berpolitik menghadapi 2024 ini.

Namun, saya Victor Rembeth, sebagian dari yang kecewa dengan pencalonan Gibran dan langkah Pak Jokowi. Saya ikut menandatangani ‘Maklumat Juanda 2023: Reformasi Kembali ke TITIK NOL” pada 16 Oktober lalu dengan 326 warga negara yang prihatin dengan dinamika politik yang membuat galau.

Saya sekedar bukan pro siapa-siapa, apakah itu PDIP atau GOLKAR dan lain-lain. Sejak Pemilu lalu dan sampai dengan sebelum deklarasi hari ini saya menaruh harapan besar dan berjuang dengan cara saya sebagai pendeta untuk mendukung isu-isue perjuangan PSI dan penguatan kapasitas caleg-caleg PSI. Namun maafkan saya ketika kali ini harus mengakui kecewa dengan move terakhir kalian.

Saya masih sangat mendukung ketika Kaesang jadi Ketum. Tapi, apa boleh buat,– tidak!– ketika kalian mendukung Gibran jadi Cawapres bersanding dengan Prabowo.

Bukan Prabowonya, tapi proses karpet merah dan etika politik yang berusaha saya imani dan sebarkan selama ini dilanggar.

Saya miris ketika kebijakan penting untuk bangsa bisa “diatur” dan “ditabrak” untuk sebuah kekuasaan. Bagaimana masa depan bangsa dan rakyat, bila warga kebanyakan harus manut kepada permainan hukum di lembaga tertinggi konstitusi yang bisa diatur dengan kuasa yang luar biasa.

Saya menangis untuk berbagai isu rentan yang tinggal menunggu giliran bisa diatur dan diberikan konsesi untuk mereka yang masuk lingkaran dalam dan keluarga saja. Walhasil rakyat, saya dan semua kelompok rentan akan jadi kisah ketiadaan partisipasi dimangsa elit-elit penguasa berjubah pro rakyat.

Sejatinya, saya menyadari inilah proses demokrasi elektoral, rakyat bisa, pernah dan sudah kecewa karena tindakan pemimpinnya. Namun dalam cinta saya kepada adik-adik Mawar Merah PSI , saya masih berharap ini hanya bagian dari mencari dukungan sesaat dan masih berharap tanpa harus mengorbankan nilai-nilai demokrasi yang lebih hakiki untuk kisah Kebangsaan yang sedang kita tulis bersama skenarionya.

Untuk itulah dalam memajukan politik bermartabat, kebebasan berpendapat harus dijaga dan dikemukakan dengan santun. Saya mau mengajak untuk meninggalkan kesalahan ini. Terserah buat kalian kalau menganggap ini strategi yang benar, untuk tidak akan mengaburkan visi besar Indonesia 2045 yang kita impikan bersama sebagai “Indonesian Dream”.

Saya juga yakin, check and balance perlu dilakukan dan demokrasi elektoral harus diinjeksi dengan esensi demokrasi yang menjunjung perbedaan sebagai anugrah dan kebebasan sebagai hak. Semua itu harus dibalut dengan etika politik yang sebisa mungkin jujur kepada rakyat pemilih.

Saya sangat kepincut dengan isu Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang kalian usung selama ini. Namun berharap isu-isu penting ini tidak akan pudar digerus oleh koalisi besar para juragan besar politik dalam konsesi mendukung Gibran dan Jokowi yang “sudah berubah!” dari ekpektasi saya selama 9 tahun ini.

Selamat memasuki bulan-bulan “panas” demokrasi, walau tafsir ojo kesusu bisa berbeda, kita tetap bersatu.

Cinta saya kepada adik adik PSI walau agak luntur masih menunggu dengan berharap baik, apakah akan naik kembali atau turun sampai titik nadir.

Saya jujur bingung ke depan apakah masih bisa mengkhotbahkan kepada penerus bangsa teladan politik kebangsaan yang baik, yang sampai kemarin masih saya dapatkan dalam perjuangan kalian.

Hari ini saya menahan diri, melihat hati dan menyadari jatuh cinta itu tidak mudah, diperlukan kesetiaan dan satunya kata dengan perbuatan kalaupun harus berkorban. Adakah kisah pengorbanan dalam cinta masih akan pernah terjadi dalam kancah politik bangsa ini?

Walahualam bissawab, Saya tidak faham dan tidak bisa jawab.

Salam kebangsaan NKRI🇲🇨 dan tetap berharap kepada orang muda pewaris visi 2045

Cinta yang tertunda, Victor Rembeth (hanya seorang pendeta bukan seleb apalagi penguasa)

*Penulis, Victor Rembeth, pendeta Gereja Baptis Indonesia

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru