JAKARTA – Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke seluruh Lebanon pada Senin (25/11/2024), menargetkan bangunan komersial dan perumahan di Beirut serta kota pelabuhan Tyre.
Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 12 orang di Tyre, menambah jumlah korban tewas akibat perang dua bulan ini menjadi lebih dari 3.700 jiwa di Lebanon, menurut laporan resmi.
Dilansir Al Jazeera, meski serangan intensif terus berlanjut, Duta Besar Israel untuk AS, Mike Herzog, mengeklaim bahwa gencatan senjata dengan kelompok Hizbullah mungkin dicapai dalam beberapa hari.
Herzog menyebut masih ada beberapa poin yang perlu diselesaikan, tetapi kabinet keamanan Israel akan bertemu pada Selasa untuk membahas kesepakatan ini.
Namun, salah satu anggota kabinet sayap kanan Israel, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, menyatakan penolakannya terhadap kesepakatan tersebut. Dia menyebut perjanjian dengan Lebanon sebagai kesalahan besar yang melewatkan kesempatan untuk menghancurkan Hizbullah.
Meskipun ada laporan kemajuan diplomatik, permusuhan antara kedua pihak tetap meningkat. Sebelumnya, Hizbullah meluncurkan salah satu serangan roket terbesar mereka, menembakkan lebih dari 250 rudal ke wilayah Israel.
Sementara itu, serangan udara Israel di pusat kota Beirut pada akhir pekan menewaskan sedikitnya 29 orang.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa sejak Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan 3.768 orang dan menyebabkan lebih dari satu juta warga Lebanon mengungsi.
Di pihak Israel, serangan Hizbullah telah menewaskan 45 warga sipil di Israel utara dan Dataran Tinggi Golan, serta 73 tentara dalam pertempuran di Lebanon selatan.
Pemerintah Lebanon mengatakan usulan gencatan senjata dari AS melibatkan penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan dan penggantinya dengan tentara reguler Lebanon dalam waktu 60 hari.
Sebuah komite lima negara yang dipimpin AS juga akan dibentuk untuk memantau pelaksanaan kesepakatan ini. Namun, para pejabat AS memperingatkan bahwa meski ada kemajuan signifikan, negosiasi tetap rentan terhadap hambatan di menit-menit terakhir.
“Tidak ada yang final sampai semuanya selesai,” ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby.
Netanyahu Pastikan Keamanan Israel
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan dari Tel Aviv, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, negaranta akan tetap beroperasi secara militer melawan kelompok Hizbullah meski gencatan senjata di Lebanon tercapai.
“Hal yang paling penting bukanlah (kesepakatan yang) akan diletakkan di atas kertas. Kami harus memastikan keamanan kami di bagian utara (Israel) dan secara sistematis melakukan operasi melawan serangan Hizbullah, bahkan setelah gencatan senjata,” kata Netanyahu kepada parlemen Israel pada Senin (18/11/20240. Menurutnya, Israel perlu melakukan hal itu untuk menjaga agar Hizbullah tidak membangun kembali.
Netanyahu juga mengatakan, tidak ada bukti bahwa Hizbullah akan menghormati gencatan senjata yang dicapai.
“Kami tidak akan membiarkan Hizbullah kembali ke kondisi seperti pada 6 Oktober 2023, malam sebelum serangan oleh sekutu Palestina, Hamas, ke Israel selatan,” katanya, dikutip dari AFP.
Pada Oktober tahun lalu, Hizbullah mulai menembaki Israel utara untuk mendukung Hamas, memicu pertukaran serangan dengan Israel yang meningkat menjadi perang penuh pada akhir September tahun ini.
Menurut seorang pejabat Lebanon pada Senin, Pemerintah Lebanon sebagian besar telah mendukung proposal gencatan senjata dari Amerika Serikat untuk mengakhiri perang Israel-Hizbullah dan sedang mempersiapkan komentar akhir sebelum menanggapi Washington.
Israel bersikeras bahwa kesepakatan gencatan senjata apa pun harus menjamin tidak ada lagi kehadiran Hizbullah di wilayah yang berbatasan dengan Israel. (Web Warouw)