Sabtu, 12 Juli 2025

TANGKAP SEMUA MENTERI IMPORTIR..! Kejagung Buka Peluang Periksa Menteri Penerus Tom Lembong

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang memperluas penyidikan kasus dugaan korupsi impor gula dengan memerika pejabat lain yang terlibat setelah masa jabatan Thomas Trikasih Lembong sebagai Menteri Perdagangan (Mendag).

Namun, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menegaskan bahwa pemnyidikan saat ini masih fokus pada dugaan korupsi yang terjadi pada periode 2015-2016 ketika Tom Lembong menjabat sebagai Mendag.

“Saat ini, fokus penyidikan ada pada periode 2015-2016. Seiring berjalannya waktu, pemeriksaan terhadap pejabat lain yang terkait kebijakan impor gula di periode selanjutnya juga mungkin dilakukan,” ujar Abdul Qohar di Kejagung Jakarta, Kamis (31/10/2024).

Abdul Qohar menyebutkan, proses penyidikan terhadap Tom Lembong masih akan berlangsung untuk waktu yang cukup panjang.

Ia mengatakan, penyidik juga akan mendalami dugaan aliran dana yang masuk ke kantong eks kepala BKPM tersebut.

“Prosesnya masih panjang, dan fokus kami adalah mengungkap seluruh aspek yang relevan sesuai unsur-unsur dalam pasal korupsi,” ujar Qohar.

Namun, ia menegaskan bahwa Tom Lembong tetap dapat ditetapkan sebagai tersangka meskipun tidak menerima uang.

Pasalnya, Tom Lembong disangka melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tentang perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pihak lain.

“Penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi ini, sesuai Pasal 2 dan Pasal 3, tidak mensyaratkan seseorang harus menerima uang,” kata Abdul Qohar.

“Ketika perbuatan melawan hukum dilakukan atau kewenangan disalahgunakan untuk menguntungkan pihak lain atau korporasi, hal itu sudah memenuhi unsur pidana,” ujar dia menambahkan.

Seperti diketahui, Kejagung menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula, yakni Tom Lembong dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI. Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kejagung menilai,

Tom Lembong bersalah karena membuka keran impor gula kristal putih ketika stok gula di dalam negeri mencukupi. Kejagung menyebutkan, izin impor itu diberikan kepada pihak swasta, yakni PT AP, sedangkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 mengatur bahwa hanya BUMN yang boleh mengimpor gula kristal putih.

Kejagung menduga, perbuatan Tom Lembong itu menyebabkan kerugian negara senilai Rp 400 miliar.

Pelanjut Tom Lembong

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harhap mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa kebijakan impor gula oleh Menteri Perdagangan (Mendag) yang menjabat setelah Thomas Trikasih Lembong.

Sebagaimana diketahui, Tom Lembong saat ini berstatus tersangka kasus korupsi karena mengeluarkan izin impor gula di saat stok gula dalam negeri mengalami surplus pada 2015-2016 lalu.

“(Kejaksaan harus mengungkap) apakah kebijakan impor impor gula oleh menteri menteri berikutnya sesuai prosedur atau tidak yang berpotensi pidana juga,” kata Yudi dalam keterangan tertulisnya kepada pers, Jumat (1/10/2024).

Menurut Yudi, Kejagung semestinya tidak berpuas diri dengan hanya menetapkan dua orang tersangka yakni, Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT PErusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 berinisial CS.

Ia mendorong Kejagung mengembangkan perkara ini dan memberantas mafia impor gula sampai tuntas. Dengan tindakan tegas ini, menurutnya, masyarakat akan menerima dampak positif.

“Masyarakat akan mendapatkan harga gula yang layak serta penerimaan negara tidak bocor,” ujar Yudi.

Mantan ketua Wadah Pegawai KPK itu juga mendesak Tom Lembong menjadi justice collaborator dengan mengungkap jaringan mafia impor.

Menurut dia, pengusaha importir gula yang diuntungkan dari kebijakan Tom Lembong 9 tahun silam saat ini sudah sangat mungkin bisnisnya menggurita dan bahkan menjadi mafia impor.

Di sisi lain, sebagai Menteri Perdagangan Tom Lembong tentu mengetahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam proses penerbitan izin impor. Sebab, sebelum menjabat Mendag Tom Lembong dikenal sebagai orang profesional dan mematuhi standard operating procedure (SOP).

“Tom Lembong tahu siapa saja yang terlibat dala proses keluarnya izin impor gula,” kata Yudi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sampai saat ini Indonesia terus mengimpor gula meskipun Tom Lembong sudah tidak menjabat mendag sejak Juli 2016.

Pada 2016 misalnya, Indonesia mengimpor gula 4.746.047 ton dan 4.484.099 ton pada 2017. Kemudian, pada 2018 impor gula melonjak menjadi 5.539.678 ton dan turun menjadi 4.090.053 ton pada 2019.

Lalu, impor gula kembali melonjak menjadi 5.539.678 ton pada 2020 dan 5.482.616 ton pada 2021. Kemudian, pada 2022, angka impor kembali naik menjadi 6.007.602 ton. Angka tersebut tertinggi dalam 5 tahun terakhir.

Lalu, pada 2023,Indonesia kembali mengimpor gula 5.069.455 ton. Adapun Menteri Perdagangan yang menjabat setelah Tom Lembong adalah Enggartiasto Lukita (2016-2019), Agus Suparmanto (2019-2020), Muhammad Lutfi (2020-2022), hingga Zulkifli Hasan (2022-2024).

Data Peneerus Impor Gula Mendag

Sementara itu, impor gula menjadi perbincangan setelah mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi importasi gula kristal.

Tom Lembong bersama Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015-2016, CS, disebut terlibat dalam perizinan impor gula yang disinyalir merugikan negara sekitar Rp 400 miliar.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers pada Selasa (29/10/2024) malam di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, mengatakan, kasus bermula saat Kementerian Perdagangan yang dipimpin Thomas Lembong atau Tom Lembong mengeluarkan izin impor gula kristal mentah 105.000 ton untuk PT AP pada 2015.

Gula kristal mentah itu yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih.

Pemberian izin tersebut dinilai tidak sesuai dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) maupun keputusan rapat koordinasi antar-kementerian, yang saat itu menyatakan Indonesia mengalami surplus gula.

Pada tahun 2015, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), total Indonesia mengimpor 3.369.941 ton gula. Impor gula terus dilakukan hingga saat ini

Setelahnya, Indonesia terus mengimpor gula, meskipun Tom Lembong tidak lagi menjadi Mendag per Juli 2016.

Pada 2016, Indonesia impor gula sebanyak 4.746.047 ton. Impor gula kemudian menurun menjadi 4.484.099 ton pada tahun berikutnya.

Satu tahun kemudian, atau pada 2018, jumlah gula yang diimpor mencapai 5.028.853 ton. Kemudian turun menjadi 4.090.053 ton pada 2019.

Lalu turun lagi 5.482.616 ton pada 2021. Pada 2022, Indonesia kembali mengimpor gula sebanyak 6.007.602 ton. Jumlah ini terbanyak dalam lima tahun terakhir.

Kemudian, pada tahun lalu, Indonesia mengimpor gula 5.069.455 ton. Data ini diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS). Selama kurun waktu tersebut,

Mendag berganti-ganti, mulai dari Enggartiasto Lukita (2016-2019), Agus Suparmanto (2019-2020), Muhammad Lutfi (2020-2022), hingga Zulkifli Hasan (2022-2024).

Impor dan Ekspor Bebarenga

Meski impor, Indonesia juga melakukan ekspor gula. Data ini diambil Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian tahun 2023 berjudul “Analisis Kinerja Perdagangan Gula”.

Data tahun 2018 misalnya, produksi gula Indonesia mencapai 2.170.948 ton. Pada tahun itu, Indonesia mengekspor gula 4.536 ton. Pada tahun itu pula, Indonesia mengimpor gula 5.028.853 ton

Impor dan ekspor gula bebarengan itu terjadi hingga 2022, jika mengacu data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian tahun 2023. Pada 2022, produksi gula mencapai 2.405.907 ton.

Indonesia kemudian mengekspor 405.125 ton dan mengimpor 6.007.603 ton gula.

Publikasi yang sama menyebut, nilai Self Sufficiency Ratio (SSR) gula Indonesia periode 2018-2022 yang berkisar antara 27,94 persen hingga 35,27 persen menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan gula dari produksi dalam negeri sehingga harus melakukan impor.

Self Sufficiency Ratio (SSR) digunakan untuk menganalisis kemampuan suatu komoditas dalam memenuhi kebutuhan domestik. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru