JAKARTA- Perjuangan panjang bidan desa PTT (Pusat) untuk mendapatkan hak kepastian kerja mestinya tidak mendapat ganjalan. Setelah keberhasilan aksi nasional berkali-kali yang dilakukan ribuan bidan desa PTT (Pusat), negara seharusnya segera dapat mengeluarkan kebijakan dan terobosan pengangkatan CPNS bidan desa PTT (Pusat). Sebanyak 39.000 dari 42.000 bidan desa PTT sudah bisa menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
“Namun, sebanyak 2.691 orang bidan desa PTT (Pusat) yang diarahkan menjadi Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ini terjadi karena ada pembatasan usia di atas 35 tahun ke atas. Ini tegas kami tolak,” Ketua Umum Forum Bidan Desa PTT (Forbides PTT) Indonesia, Lilik Dian Eka kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat(27/5)
Ia menjelaskan bahwa Kementerian Menpan & RB dan Mendagri RI mendukung penuh perolehan hak kepastian kerja sebagai bukti apresiasi negara bagi unsur pelayanan kesehatan dasarnya di tingkat masyarakat.
“Menkopolhukam RI Luhut Binsar Panjaitan menyetuji bahwa masalah pembatasan usia memerlukan kebijakan khusus, agar jangan ada lagi bidan desa terdiskriminasi,” ujarnya.
Menurut Lilik saat ini adalah kondisi force majeur dalam bidang kesehatan yang mengalami penurunan kualitas kesehatan dengan tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang harus segera bisa diatasi bersama.
“Koq malah justru hak kepastian kerja bidan desa PTT, dinodai dengan outsourcing ilegal yang tidak berlandaskan kebijakan nasional Presiden Jokowi.” ujarnya.
Paska Hari Bidan Sedunia, 4 Mei 2016 tempo hari, agenda Ratas Kementerian teknis terkait bersama Presiden Joko Widodo belumlah terlaksana. Persoalan ini masih mengemuka dengan adanya pembatasan usia di atas 35 tahun ke atas, sebanyak 2.691 orang bidan desa PTT (Pusat) yang diarahkan menjadi Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kondisi ironi PPPK sama saja akan membawa nasib bidan desa PTT (Pusat) berstatus tenaga kesehatan kontrak. Selama lima tahun, 2.691 orang bidan harus memperpanjang kontrak kerjanya setiap satu tahun sekali.
“Sama halnya mengeluarkan bidan desa PTT (Pusat) dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya!” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa PPPK bertentangan dengan Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pasal 2 (Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas) tentang Profesionalitas, Proporsionalitas, Keterpaduan, Efektif dan efisien Keterbukaan, Nondiskriminatif, Persatuan dan kesatuan Keadilan dan kesetaraan; dan Kesejahteraan
“Dan tidak berkesesuaian dengan Mukadimah UUD 1945 Alinea ke Empat dan Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” ujarnya. (Eka P. Hutajulu)