Kamis, 3 Juli 2025

Tepat..! Nelayan NTT Siap Pidanakan Pemerintah Australia dan PTTEP

Pesawat Australia milik Australia Maritime Safety Authority-AMSA (Otoritas Keselamatan Maritim Australia) tampak sedang menyemprotkan bubuk kimia sangat beracun jenis Corexit 9572 A ke atas permukaan Laut Timor untuk menenggelamkan tumpahan minyak Montara ke dasar Laut Timor. (Ist)

KUPANG- Para nelayan tradisional Laut Timor di Kupang, Nusa Tenggara Timur sedang merampungkan tuntutan pidana terhadap Korporasi PTTEP Australasia atas ledakan anjungan minyak Montara yang mencemari Laut Timor pada 2009.

“Kami juga akan memidanakan Otoritas Keselamatan Maritim Australia (AMSA) yang menyemprotkan bubuk kimia sangat beracun disperstant untuk menenggelamkan gumpalan tumpahan minyak Montara ke dasar Laut Timor,” kata Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor H Faren Mustafa di Kupang, Senin (4/9)

PTTEP Australasia yang berdomisili di Perth Australia ini merupakan BUMN milik Thailand, PTT Exploration and Production Public Company Limited, sedang AMSA adalah sebuah badan di bawah Pemerintah Federal Australia.

Menurut Mustafa pengaduan pidana terhadap PTTEP Australasia dan AMSA ini sedang dirampungkan oleh sebuah tim, dan diharapkan dalam waktu dekat sudah diajukan ke Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.

Ia menjelaskan pengaduan tersebut mengacu pada UU Republik Indonesia Tahun 2009 (UUPPLH) tentang Pengelolaan dan Perlindungan terhadap Lingkungan.

Delik materil atau perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang tidak perlu memerlukan pembuktian pelanggaran aturan-aturan hukum administrasi seperti izin.

Kebocoran minyak setelah ledakan di anjungan di laut Timor (Ist)

Selain itu, delik formil atau perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum administrasi. Jadi, pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukup dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi.

Beberapa delik materil yang ditegaskan dalam UUPPLH itu, disesuaikan dengan beberapa kejahatan yang berkaitan dengan standar baku kebiasaan terjadinya pencemaran lingkungan, yakni pasal 105 dan 106.

Pasal ini menegaskan “Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah NKRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf c dan d, dipidana dengan penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun”.

Sementara pasal 107 menyebutkan “Setiap orag yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat 1 huruf b dengan ancaman lima tahun penjara paling singkat dan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Mustafa mengatakan hal-hal yang termasuk dalam delik formil, sebagai tindak pidana yang harus didasarkan pada persyaratan administratif dari perusahaan atau individu itu bertindak dan patut diduga melakukan tindak pidana terhadap lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 98.

Pasal ini menegaskan “Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun”.

Dalam UUPPLH tersebut, kata dia, juga diatur masalah pertanggujawaban pidana bagi korporasi, yang selanjutnya dapat dikenakan kepada yang memerintah sehingga terwujud tindak pidana pencemaran lingkungan, tanpa memerhatikan terjadinya tindak pidana itu secara bersama-sama. 

Kepada Bergelora.com dilaporkan, pengaturan lain tentang peran penegak hukum yakni pada peran kejaksaan yang dapat berkoordinasi dengan  instansi yang bertanggung jawab di bidang perlindungan hidup untuk melaksanakan eksekusi dalam melaksanakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib.

“Kami memilih untuk pidanakan perusahaan tersebut dan AMSA karena hasil tangkapan nelayan mengalami penurunan sebesar 80 persen sejak tragedi Montara itu terjadi sehingga banyak nelayan di Kupang terpaksa hengkang mencari ikan di wilayah Sumatera dan Kalimantan,” katanya.

Ia juga mengatakan, gugatan Class Action para petani rumput laut yang sedang berlangsung di Pengadilan Federal Australia tidak termasuk nelayan dan kita belum tahu secara pasti proses perkara tersebut akan berlangsung berapa lama sebelum ada sebuah putusan yang berkekuatan hukum tetap,demikian Faren Mustafa (John).

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru