JAKARTA- Dalam tahun 2017 hingga saat ini sudah ada 64 orang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Indonesia yang meninggal tapi pemerintah belum melihat asalah TKI sebagai bagian dari human Trafficking. Padahal TKI adalah bagian dari human trafficking adalah extra ordinary crime. Hal ini disampaikan oleh Sarah Lery Mboeik ketika dihubungi di Kupang dari Jakarta, Selasa (20/2) mengkritisi kematian beberapa orang TKI diluar negeri belakangan ini.
“Sehingga cara (pemerintah-red) menyelesaikan masalah ini dengan cara biasa-biasa saja. Hulunya tak tersentuh,” katanya.
Menurutnya, pemerintah selalu menghitung keuntungan yang besar bagi devisa negara dibandingkan dengan ekpor migas, sehingga tidak pernah akan mengakui pengiriman TKI adalah human trafficking yang dilakukan oleh negara.
“Pemerintah masih melihat perempuan miskin atau orang miskin hanya sebagai sebagai komoditi expor non migas,” jelasnya.
Sementara itu diluar negera, pengiriman TKI secara ilegal masih terus berlangsung dan susah diberantas.
“Ini mainan mafia karena banyak kasus yang adalah undocumented artinya bisa saja ada yang di dalam institusi pemerintah menjadi bagian dari mafioso,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa hanya sedikit kasus human trafficking yang ditindaklanjuti sampai ke proses hukum dalam pengiriman TKI secara ilegal.
“Kepedulian pemerintah sangat rendah. Terbukti dari kebijakan dan tindakan yang sangat minim dalam mengatasi kasus-kasus human trafficking,” ujarnya.
Kerjasama PBB
Sementara itu sebelumnya, untuk meningkatkan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan menjalin kerjasama dengan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Sebuah komitmen kerjasama untuk melindungi pekerja migran, khususnya terkait pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Kami sangat mengapresisasi aktivitas IOM Indonesia terkait perlindungan pekerja migran. Saat ini isu migrasi telah menjadi perhatian dunia dan mulai diangkat secara serius dalam pertemuan para pemimpin dunia,” kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri usai menyaksikan penandatangan kerjasama di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (19/2).
Nota kerjasama ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Maruli A. Hasoloan dan Kepala Perwakilan IOM Indonesia, Mark Getchell. Turut menyaksikan adalah Direktur Jenderal IOM, Besar William Lacy Swing.
IOM adalah organisasi internasional bidang pekerja migran yang menginduk pada PBB.. Di Indonesia, organisasi ini fokus pada penangan isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (human trafficking), khususnya di enam kabupaten di Nusa Tenggara Timur, yakni Belu, Sika, Manggarai, Ende, Kupang dan Timor Tengan Utara. Sejak 2005, IOM Indonesia telah membantu lebih dari 8.900 korban TPPO dengan berbagai macam bentuk bantuan seperti shelter, bantuan hukum, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi.
Pada tahap awal, kerjasama ini kedua belah pihak belum akan membuat program baru secara spesifik. Namun akan mengkolaborasikan program Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang telah digagas oleh Kementerian Ketenagakerjaan dengan program yang telah digagas IOM di Nusa Tenggara Timur. Tidak menutup kemungkinan, ke depan, kedua belah pihak akan merancang program yang lebih luas terkait isu pekerja migran. Baik di Nusa Tenggara Timur maupun di daerah kantong pekerja migran lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Hanif mengatakan, saat ini pemerintah melakukan pendekatan baru dalam penanganan isu migrasi, yakni melalui Desmigratif. Sebuah program perlindungan untuk pekerja migran langsung di desa kantong pekerja migran.
Program yang melibatkan beberapa kementerian, lembaga dan swasta ini memiliki empat pilar, yakni pilar layanan imigrasi bagi calon pekerja migran, usaha produktif bagi keluarga pekerja migran dengan memanfaatkan hasil remitansi, community parenting bagi keluarga pekerja migran dengan mendirikan rumah pintar bagi anak pekerja migran, serta menggagas pendirian koperasi. Selain itu, pemerintah juga terus berkomitmen meningkatkan kompetensi para pekerja migran Indonesia melalui Balai Latihan Kerja. Melalui kerjasama tersebut, IOM terus mendukung Indonesia dalam berbagai kegiatan terkait isu migrasi.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal William Lacy Swing mengemukakan, IOM memiliki banyak pengalaman bermitra dengan pemerintah untuk memaksimalkan manfaat positif dari program migrasi tenaga kerja. Dia juga mengapresiasi program Desmigratif yang digagas Kementerian Ketenagakerjaan RI yang memadukan upaya perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran Indonesia beserta keluarganya.
“Khusus pilar community parenting. Ini merupakan hal unik yang belum dilakukan oleh negara lain,” kata Swing. (Andreas Nur)